Senin, November 30, 2009

Rumah Impian

Akhirnya bisa juga beli rumah di bawah bukit. Walaupun mungil dengan type 36 dan luas tanah 168, aku merasa sangat lega bisa mendapatkan rumah ini. Dengan lokasi di bawah bukit dan udara yang cukup sejuk, aku memilih lokasi di pojok. Ketika sore menjelang, kabut akan menyelimuti lereng bukit tersebut. Memang belum aku tempati rumah itu, disamping belum ada listrik dan airnya, tapi sekali waktu aku mengunjunginya hanya untuk mencicil menanam pohon kesukaanku dihalaman yang tidak begitu luas itu. Aku ingin mengecatnya dengan warna hijau lumut, gordennya juga senada, dan pagarnya pun aku ingin berupa tanaman dari pohon bambu.

Mula-mula rumah ini aku beli tanpa seizin Mas Dwi suamiku, karena aku tahu dia pasti tidak akan menyetujuinya. Ini adalah rumah yang ke empat kalinya aku pesan. Yang pertama dan ke tiga semuanya ditolak Mas Dwi. Karena itu yang ke empat ini aku beli tanpa memberitahukannya. AKu cicil sedikit demi sedikit dari gaji dan honor dari beberapa kegiatan. Tentu saja reaksi Mas Dwi ketika tahu adalah marah... aku bahkan sempat menangis. Aku katakan ini adalah impianku dan bentuk dari aktualisasi dari hidupku.

Tapi seperti biasanya, hati suamiku tak akan lama marah, walaupun dia cemberut tapi akhirnya toh dia menerima alasanku. Tapi yang begitu surprise, adalah ternyata suamikupun juga membeli tanah di sekitar lokasi yang tak jauh dari rumah yang aku beli itu. Tak tanggung-tanggung luasnya sekitar 600 meter. Dia ingin mewujudkan impianku yang memiliki rumah dibawah bukit. Nah, tanah yang dibelinya betul-betul pas dilereng bukit yang penuh pohon bambu. Rumahku dan tanah yang dibelinya hanya berbatasan bukit. AKu berjanji padanya, akan menggenapi tanah itu menjadi 750 meter, karena ada sisa tanah yang belum dijual.

Kemarin kami mengunjungi rumah dan tanah tersebut. Rumah itu aku tanamai mangga manalagi dan beberapa tanaman perdu. Sedangkan di pekarangan tanah di sebelah bukit tersebut kami tanami duren dan nangka. Sebetulnya ingin juga kami tanami kelengkeng, tapi mobil Katana kami tidak muat untuk mengangkut tanaman. Jadi akan kami cicil untuk menanami berbagai pohon kesukaan Timut. Aku bilang sama TImut, aku ingin sekali jalan di jalan setapak di lereng bukit itu, hanya dengan Timut, melihat sawah yang menghijau dan istirahat di rumah mungil sambil menyantap duren atau nangka atau apa saja yang bisa dimakan.... ah mudah-mudahan Tuhan masih memberikan waktu untuk itu semua...

Terimakasih timut....

reuni LAGI

Tanggal 4 oKTOBER LALU adalah reuni teman-teman SMPN 5 yang ke enam kalinya. Dan kali ini di rumahku, di ITS. Kaerena masih dalam suasana lebaran, maka jauh-jauh hari aku sudahh mempersiapkan apa saja yang akan aku suapkan untuik menyambut kedatangan teman-teman ini. Bersama Ridho anakku, aku ke Giant membeli beberapa barang pecah belah yang aku berikan sebagai souvenir. Ada gelas, piring, mankok dsb.

Lumayan banyak yang hadir kala itu, wajah-wajah yang dulu imut dan kudisan, sekarang bermetamorfosis jadi cambangan, ubanan, garis keriput mulai nampak diwajah, dan tentu saja banyak yang sudah beranak pinak.

Perjalanan waktu bisa jadi menggerus uisa, tubuh bahkan raga, tapi jangan sampai menggerus rasa persahabatan ini teman