Rabu, Desember 14, 2011

Patayya-Bangkok

Narsis sebentar di bandara Suvarnabhumi
Ini adalah perjalananku ke luar negeri yang kedua kalinya, setelah tahun lalu ke Hamamtsu-Tokyo-Jepang. Perjalanan ke Jepang adalah perintah mendadak dari orang nomor satu di Pemkot Surabaya,tak ayal membuat badanku panas dingin bhakan hampir dua minggu perut rasanya mules. Bukan karena apa, tapi karena bahasa Inggrisku yang sungguh heboh, maksudku membuat orang lain tidak mengerti yang aku ucapkan... lha memang aku nggak bisa bahasa inggris,  apalagi acaranya sangat resmi dan diikuti se Asia Tenggara. Saking stres-nya seminggu aku diare dan vertigo....


Perjalanan yang kedua ini adalah mendampingi para jurnalis yang ngepos di Bagian Humas mengunjungi Thailand ke Pattaya dan Bangkok. Alamaaaakkk.... nggak kebayang bagaimana kudu pergi ke Bangkok yang dilanda banjir dan air bah... Perjalanan yang dijadwalkan pada bulan Oktober, sempat tertunda di bulan November karena banjir masih belum surut di sekitar Bangkok. Tapi akhirnya kami 15 orang berangkat pada tanggal 21-24 November dengan pesawat Garuda, transit sebentar di Jakarta, kemudian dilanjutkan menuju bandara Suvarnabhumi Bangkok dengan waktu tenmpuh perjalanan  sekitar 3 jam.

Tegang, Menunggu Reza
Pagi sekitar pukul 5.30 aku udah sampai di Cafe Surabaya. Rombongan satu persatu sudah datang, tinggal si Reza. Beberapa kali aku hubungi teleponnya tidak aktif. Alamaaakkkk ada apa lagi anak ini. Sampai menjelang keberangkatan dan kita semua ada diperut pesawat, Reza masih dalam perjalanan dengan motor bututnya menuju bandara. Yeilleee.... akhirnya kurang 2menit dari jadwal keberengkatan, si Reza mencungul dengan nafas ngos-ngosan... "Maaf ketiduran" katanya enteng.
Suvarnabhumi Bangkok


Setelah tiga jam perjalanan menjelajah angkasan, kami sampai ke bandara Suvarnabhumi Bangkok. dan sudah disambut sang guide.Tidak seperti di Jepang, perjalanan ini menggunakan travel dan dipandu guide yang pinter berbahasa Indonesia. Rasanya menginjakkan kaki di Tahiland seperti berada di Indonesia, karena wajah-wajah di sana semua mirip orang Jawa, apalagi mereka rata-rata juga bisa berbahasa Indonesia.
Peter, nama si pemandu kita ini mengajak ke Pattaya Floating Market (pasar terapung)yang cukup terkenal di Pattaya. Dikatakan pasar terapung, karena memang pasarnya "terapung" di atas sungai. Belanja di sini mirip belanja di pasar tradisional yang ada di Surabaya. Mulai baju, souvenir, makanan semua ada di sini.


Sebelum menuju hotel, kita makan malam yang menunya serba seafood dengan tong yam yang mirip asem-asem ikan laut, cuma lebih asem dan pedes. Untuk menuju hotel kita diajak Peter jalan kaki sambil melihat suana Pattaya di malam hari. Alamaakkk... pantas saja dianggap tujuan wisata bagi para lelaki. Disepanjang jalan menuju hotel, para perempuan dengan pakain minim menari-nari di atas meja. Beberapa diantara mereka bermesraan dengan bule-bule sambil berjoget di pinggir-pinggir cafe. Menurut Peter, memang Pattaya menjual hal-hal semacam ini. Bahkan ada tempat yang namanya Thai Girl. Sebuah pertunjukan erotis selama satu jam, yang dapat ditonton dengan tarif sekitar 800 bath atau sekitar 250.000 rupiah.  


lokasi Supatra land

Setelah bermalam sejenak di Hotel, Peter mengajak kami mengunjungi Supatra Land, semacam argo wisata. Disini kita disuguhi aneka buah-buahan yang disantap sepuasnya. Sebtulnya semua buah-buahan itu ada di Indonesia, bahkan beberapa diantaranya lebih enak made in Indonesia, sebut saja salak. Namun yang heboh, adalah ketika kita menyantap durian bangkok atau yang lebih dikenal dengan durian monthong. Kalau tidak ingat anakku Ian yang suka durian,  sudah pasti saya akan menyantap banyak si durian monthong ini. 


Peter juga mengajak kita ke tempat pusat pembuatan batu-batuan permata yang terkenal di Gems Jewelery. Alamaaakkk... pingin banget beli cincin yang penuh batu permata harganya sekitar 3.300 bath atau sekitar 1 juta lebih. Kalau tidak ingat beli oleh-oleh untuk teman kantor, pasti aku beli cincin indah itu. Sampai sekarang masih terbayang cincin gemerlap itu. Duh, kapan ya ke sana lagi.... 
Paparan  GM Supatra Land
Kemudian Peter mengajak ke Nangnooch Cultural Village, yaitu sebuah taman kebudayaan Thailand. Disini kita bisa melihat pertunjukan berbagai tarian tradisional Tahiland, termasuk juga Thai Boxing, Silat Pedang serta Atraksi Gajah.  


Hari ketiga teman-teman jurnalistik, mengunjungi Bangkok Post, sebuah koran terbesar di Thailand yang berbahasa Inggris yang terletak di Jalan Na Ranong 136, Klong Toey, Bangkok. Perjalanan menuju Bangkok Post cukup lama, karena kondisi lalulintas yang cukup macet. Menurut Peter hal ini karena pasca banjir, dimana banyak toko-toko memulai kesibukkannya. Banjir di Thailand seperti yang diberitakan media, merupakan banjir yang terparah. Bahkan sampai saat ini kami bisa melihat kerung-karung pasir menumpur berjajar dibuat seperti tanggunl mengelilingi pertokoan maupun rumah-rumah penduduk.

Di Bangkok Post  kami sempat tertawa GR, karena ketika Phornphon Dencha direktur utama Bangkok Post, mengajak ke kantin, kita mengira akan diajak sarapan di sana... eh, nggak taunya kita cuma dipameri saja kalau Bangkok Post punya kantin untuk seluruh karyawan. Seperti media yang ada di Indonesia, Bangkok Post juga memiliki beberapa media, diantaranya adalah Post Today (Bahasa Thai) dan Student Weekly (Bahasa Inggris). 



 Dari Bangkok Post, Peter mengajak ke Museum Madame Tussands. Namun karena entah mengapa, kita diajak jalan kaki menyusuri sepanjang jalan menuju museum itu. Namun perjalanan ini toh tidak melelahkan karena di sepanjang jalan itu banyak para PKL yang menjual seafood baik di bakar maupun di kukus... alamaaakkk ngiler sungguh. Pingin berhenti sejenak duduk, menikmati aneka bakaran ikan tuna yang nampak lezat... kepala sampai tengeng lihat ikan-ikan itu dibakar dan kemudian disantap sama mereka yang sudah duduk antri. Tapi Peter kali ini tidak mentolerir, kita tetap disuruh berjalan cepat... kejam dikau Peter hiks...  Setelah hampir satu jam berjalan kita akhirnya sampai juga ke  Museum Madame Tussauds.  Kali ini ke narsisan kumat 100% heheee... padahal yang dipegang, yang dipeluk, diraba ini semua replika dalam bentuk wax dari para tokoh terkenal... sayangnya kok tidaka da tokoh dari Indonesia ya...

Puas meraba dan foto dengan para wax itu,   aku dan beberapa teman menuju ke NaRaYa, pusat penjualan tas, yang lokasinya aku lupa namanya, kalau gak salah di MBK, yang jelas mirip sebuah mall. Di sini aku beli beberapa tas untuk para sohib. Aku sendiri yang gila tas, hanya beli satu warna ungu, yang kira-kira bisa buat masukin map kalau ngajar.  Tas ini walaupun dari kain, tapi tampak cantik dan mewah, harganya pun nggak sampai seratus ribu rupiah... kalau ga ingat masih ada yang harus  di beli untuk oleh-oleh, pingin rasanya beli banyaaaakkk tas-tas itu.


Tegang Mencari Sonny
Malam sekityar pukul 20.00 waktu setempat (waktu di Thailand tidak berbeda dengan di Surabaya), kita sebenarnya sudah pada lapar. Peter menjanjikan kita akan makan di salah satu rumah makan terbesar di dunia, yang pelayannya jika mengirimkan makannya memakai sepatu roda atau terbang menggantung di kawat. Rumah Makan itu bernama Royal Dragon.  Tapi kemana si Sonny? ya ampuun anak ini ketinggalan. Sebagian teman sibuk mencari, di telp juga mail box di BB juga tidak ada respon. Setelah sekitar 15 menit menunggu, akhirnya poisis Sonny diketahui dia tersesat di sekitar Mc Donald. karena Peter sudah janjian di RM Royal Drgaon pukul 20.00 maka dengan berat hati si Sonny akhirnya di tinggal. Nggak kebayang bagaimana gondoknya Sonny di negara yang baru pertama kali dikunjungi, ditinggal tanpa teman. Mau balik ke hotel di tidak tahu arah dan jalannya. Akhirnya dia diminta Peter untuk nunggu saja di Mc Donald.


Hari ke empat atau hari terakhir... Ceilla Pak Wanto Ilang...
Setelah sarapan pagi yang serba vegatiran, karena Hotel ini hanya masak non daging, kami berkemas menuju bis. Sesaat sekitar 30 menit perjalanan baru disadari kalau pak Wanto tidak ada. Alamaaakkk.... teman-teman sempat panik dan heboh. di telepon tidak bisa. Beberapa teman memang mengganti nomor tekeponnya setiba di Tahiland, karena lebih hemat untuk menelpon, tapi sialnya mereka tidak memberitahu ke rombongan nomor baru itu...akibatnya jika ada yang tertinggal begini, sulit untuk dihubungi. Akhirnya Peter turun dari bis dan menyusul Wantok dengan naik ojek. Teman-teman sepakat nanti jika Pak Wanto masuk bisa akan diteriaki bareng.

Hampir satu jam menunggu kabar, akhirnya Peter nelpon sudah menemukan Wanto di pasar... hahahaaaa.... ada yang nyeletuk Wanto mbayar utang semalam. Betul, ketika wanto menginjakkan kakinya ke bis, semua pada diam, suana hening.  Dan dengan wajah tidak bersalah wanto duduk. Pada saat itulah semua yanga da di bis teriak... "J####K...!!!! sebuah pisuhan khas suroboyo..!!! untunglah Wanto cuma tertawa lebar...

sebelum menuju ke bandara Suvarnabhumi Bangkok Peter sang pemandu kita, mengajak ke Wat Arun, yakni kuil yang berlapiskan batu pualan sekaligus belanja souvenir dan kaos untuk oleh-oleh teman kantor. Dengan menyusuri sungai Chao Phraya dan berhenti sejenak untuk memberi makan ikan-ikan tuna dengan remahan roti, yang menurut Peter wajib dilakukan oleh pelancong (ikan tuna tidak boleh di ambil), akhirnya kita sampai ke Wat Arun. Di depan patung  budha yang terbuat dari kuningan terdapat beberapa kotak, semacam kotak amal yang ada di masjid, aku memasukkan 50 bath ke kotak itu. Eh, ketika masukkan harus minta dan berharap pingin apa kata temanku... heheee... nggak ah, ini kan cuma toleransi aja lagian kita kan menginjakkan kaki di Wat Arun, kataku.  
Setelah itu Peter dengan bergeas mengajak kita menuju bandara dengan kereta api super cepat, karena penerbangan dengan garuda terjadwal sekitar pukul 14.00

MENUNGGU BAGASI
Garuda tidak seperti biasanya delay sekitar 30 menit ketika transit di Cengkareng. Jadi penerbangan yang seharusnya sekitar pukul 20.00, molor menjadi 20.30. Wajah sudah lungset, capek, dan lesu. Sampai di Juanda ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Bagasi kita yang berisi oleh-oleh ternyata tidak terbang bersama kita. Kemana gerangan??? Wajah kusut semakin kusut, capek dan jengkel berbaur jadi satu. Pak Yousril sudah mengudara di SS lapor kejadian ini. Pihak Garuda berjanji akan mengirim barang-barang kami dan akan menarinya. Tapi kami tetap berkukuh akan tetap menunggu pesawat Garuda yang terakhir dari cengkareng yang akan mendarat sekitar pukul 24.00 di Juanda. 

Setelah menunggu hampir satu jam lebih, akhirnya memang barang kami terangkut di pesawat garuda yang terbang jam 24.00 itu. Lega juga, tapi capek belum ilang. Timut dan Ian yang sudah menunggu di Juanda sejak pukul 21.00 tak kalah capeknya.
Jam sudah menunjukkan pukul 00.30. Aku menuju tempat parkir mobil dengan trolli penuh berisi barang. Alamaaaakkk.... pak didik sopir ndlahom itu tidak nampak. Aku dan Ian terpaksa berpencar mencarinya. HPnya juga tidaak bisa dihubungi... Ya Tuhan, kejadian di awal dan di akhir kok tidak selesai-selesai judulnya mencari dan menunggu orang... kali ini supirku dhewe..!!!
Setelah muter-muter hampir satu jam, akhirnya Pak didik diketumukan Ian parkir di parkiran domestik. Mula-mula dia memang parkir di parkiran Internasional, tapi melihat suamiku menungguku di domestik, dia pindah parkir di domestik tanpaa pemberitahuan. Dasar Ndalhom... mbok ya bilang atau nunggu aja di tempat semula...

Kalau ada yang mengajakku ke Pattaya lagi aku jelas menolaknya, karena sutuasi di sana tidak cocok denganku..tapi untuk je Gyms Jewelery atau NaRaYa... aku mau, pingin belanja lagi di sana...