Kamis, April 30, 2009

JAMAAH SPRITUAL


Hampir dua minggu ini, perasaan sesak menindih ulu hati saya. Saya sendiri tidak tahu, apa yang menjadikan saya tiba-tiba saja malas bicara, dan bahkan untuk melakukan aktifitaspun rasanya ada yang mengganjal.

Rasanya ingin sekali rehat, istirahat dan ambil cuti sekedar meluruskan punggung dan tidur. Tapi saya tidak tega dengan Pak Gafar, jika saya tidak ngantor.

Tuberlensi rasa sepi dan sendiri ditambah pekerjaan kantor yang tak pernah selesai, membuat saya betul-betul ingin lari dan sembunyi sejenak dari rutinitas ini.

Kemarin pagi, saya dminta menghadap bos bersama Pak gafar dan juga Pak Anas. Bos, meminta progress pekerjaan yang akan diselesaikan di tahun 2009 ini. Setelah itu, Bos menanyakan aktifitas ke-spritualan kami, yang tidak pernah hadir setiap pagi untuk mengaji dan sholat dhuha bersama. Saya merasa Bos menyindir saya secara tidak langsung. Bos adalah salah seorang yang spritualnya sangat tinggi, tidak seperti saya yang gak ajeg ini. Maksud Bos tentu saja baik, agar kami bisa dicuci baik hati dan pikirannya, agar senantiasa jalannya gak melenceng. Tapi bukannya saya tidak mau memenuhi permintaan Bos menyangkut jamaah spritual ini, saya belum bisa melakukan aktifitas yang menurut saya sangat pribadi, dialakukan bersama-sama dengan Bos dan teman-teman satu kantor. Saya belum bisa memisahkan antara memenuhi perintah bos atau iklash. Saya tidak percaya dengan diri saya, saya tidak yakin nantinya apa yang saya lakukan hanyalah ingin dilihat bos, atau hanya ingin memenuhi keinginan bos... beda jika yang meminta adalah sahabat, atau orang yang bukan bos, sebab di sini tidak ada unsur strata. Jadi sampai saat ini saya belum bisa bergabung dengan teman-teman untuk mengaji dan sholat dhuha bersama setiap pukul 07.30 - 08.30. Sebab ya itu tadi, saya kuatir apa yang saya lakukan nantinya bukan benar-benar karena Allah SWT, tapi karena tidak enak dengan bos... karena ini menyangkut hal yang sangat pribadi hubungan anatara manusia dan Allah, maka kelak jika saya bisa memisahkan antara unsur perintah bos dan spritual yang iklash, maka insyaallah saya pasti akan bergabung dengan bos dan teman-teman, dan saya tidak lagi sholat dhuha di rumah.

Namun seperi halnya hari-hari lalu, saya usahakan menyempatkan sholat dhuha sebelum berangkat ke kantor, diiringi membaca warisan suci... Tentu saja saya tidak perlu cerita ke Bos jika saya sudah dhuha di rumah.... Jika saya dhuha di rumah, maka para tamu yang akan menemui saya tidak perlu menunggu saya sholat dulu. Sebab kata orang arif, menerima tamu dan menjamu tamu adalah hal yang wajib dan utama.... jangan sampai mereka menunggu kita, sebab pekerjaan menunggu adalah hal yang sangat membosankan sekaligus mengecawakan bagi orang lain.

Senin, April 27, 2009

FLU dan DOKTER

Selasa, minggu lalu badan saya benar-benar membunyikan alarm. Alarm itu berupa rasa mual, dan badan panas, serta tenggorokkan kering. Malam harinya rasa panas mendera menjadikan saya tanpa sadar mengigau, memanggil nama almarhum Bunda... Pagi harinya saya izin kantor untuk istirahat di rumah.

Saya termasuk salah satu manusia yang malas pergi ke dokter, jika itu menyangkut kondisi atau kesehatan saya sendiri. Tapi untuk orang lain, saya paling cerewet mengajak untuk ke dokter. Tapi karena rasa panas di tenggorokkan dan suara saya sudah mendekati serak-serak mendesah, alias hampir hilang karena batuk yang tidak berhenti, maka terpaksa pagi itu saya berkunjung ke dokter di medical center ITS.

Setelah ditanya apa yang saya keluhkan, mulailah dokter memeriksa tenggorokkan dengan menyenter sak- klebatan... kemudian mengeluarkan stetoskop sekedar menempelkan di dada, semua berlangsung hanya hitungan detik!

Setelah itu baru dia menuliskan resep, sambil bilang "Hanya radang tenggorokan". Dia menulis resep sebanyak 5 macam, tanpa memberitahu obat apa saja, dan kapan harus diminum. Saya sebetulnya ingin menanyakan, karena berhubungan dengan tubuh saya... tapi melihat kesan pelit bicara, dan tampak terburu-buru dan tidak ramah, maka saya urungkan keinginan bertanya.

Ketika saya menuju tempat pembelian obat yang satu lokasi dengan medical center ini, barulah saya menanyakan kepada petugas di sana. Dari penjelasan Mas penerima resep dokter inilah baru saya tahu bahwa jenis obat yang diresepkan untuk saya diantaranya obat flu, alergi, panas, antibiotic, dan obat batuk.

Saya heran, kenapa pada jaman seperti ini masih saja ada dokter yang pelit bicara dan tidak ramah. Apa karena hanya sakit flu saja, maka dokter ini merasa tidak perlu memberi penjelasan obat apa yang harus dan wajib dihabiskan, bagaimana efek samping obat yang saya minum (saya jadi ngantuk, mual dsb), apakah ada tanda-tanda jika saya alergi atau tidak cocok dengan obat yang diresepkan itu? Semua info yang harusnya dijelaskan kepada pasien, tidak saya terima sama sekali. Barangkali saya yang memang cerewet dan merasa sudah membayar, maka merasa mokong untuk tahu..

Akhirnya saya hanya membeli obat batuknya saja... sambil makan soto daging yang panas. Lumayan melegakan perut dan tenggorokkan.