Senin, November 24, 2008

Nainai Dhodhori part 1

Hujan masih terus turun sejak semalam. Flamboyan yang berjajar, sudah hampir doyong dahannya diterpa angin. Sementara bunganya yang orange berguguran di jalan. Udara dingin menusuk kulit, angin lembab berhembus membuat titik titik air di jendela kaca.
Nainai Dhodhori mengayuh sepeda menembus hujan. Jas hujannya yang berwarana hijau berkibar. Berkali-kali kilat mengglegar memecah langit. Nainai, mengayuh sepedanya semakin cepat, dan menikung di ujung jalan. Dia berhenti persis di depan pohon Kenanga yang rimbun dengan bunganya yang berwarna kuning gading. Aroma wangi menyeruak di sela-sela hembusan angin yang basah. DHUAARR... sambaran kilat memecah udara dan membelah pohon Kenanga menjadi dua, namun pohon ini hanya terbelah saja tidak sampai roboh dan masih berdiri walaupun sisi-sisi batangnya condong ke kanan dan ke kiri. Kepulan asap dari pucuk pohon mengepul tipis. Asap itu tampak berjalan dan berhenti di pangkal pohon Kenanga yang sudah terbelah, kemudian dengan perlahan menghilang seakan dihembus angin. Nainai Dhodhori menggeletakkan begitu saja sepedanya di tanah, dan berjalan ke arah Pohon Kenanga. Pada pangkal pohon Kenanga tampak lubang yang cukup besar untuk bisa dimasuki tubuhnya. Perlahan dia mulai menjejakkan kakinya pada akar pohon Kenanga, dan seakan mirip tangga, akar-akar itu tersusun sedemikian rupa menyerupai anak-anak tangga. hampir sepuluh menit dia menuruni anak tangga itu untuk akhirnya sampai ke sebuah pelataran yang cukup luas dan terang. Suara hujan masih terdengar sayup, dan udara disekitar terasa lembab dan basah, bercampur wangi mirip aroma dupa. Dindingnya berwarna merah, dan penuh tonjolan akar pohon.

"Aku sudah menunggumu Nai", Hampir jatuh saking kagetnya Nainai Dhodhori mendengar suara yang berat dari dalam. Suara itu menggema memantul ke dinding yang lembab. Nai menajamkan matanya, dia tidak melihat sesuatu. Tiba-tiba dinding yang tampak lembab dan berwarna merah bergerak mirip pintu dan terbuka. Di sana tampak manusia yang sudah tua, dengan rambut tipis hijau. Sebetulnya rambut itu bisa dikatakan lumut! bibirnya merah dengan kumis tipis berwarna hijau. Hampir seluruh tubuhnya berwarna hijau keperakan. Tangannya juga hijau dengan kuku-kuku yang tajam memegang Andropogon yang berwarna kemerahan dan memancarkan wangi yang luar biasa. Dia tampak berendam di air yang tampak jernih. Namun, tidak dipungkiri, sosok ini memancarkan wibawa dan keanggunan.
"Andakah Tuan Moress " Nainai Dhodhori melangkah maju.
" Tidak salah Nai. Engkau sudah sampai di tempatku, Assyiria. Mendekatlah Nak"
Nai melangkah maju. Dia terkejut, ternyata Moress adalah sejenis ikan duyung.

(dilarang mencuplik, menerbitkan atau memperbanyak tanpa izin penulis: Sri Puri Surjandari)