Sabtu, Februari 21, 2009

Keplepeken asap rokok


Rokok memang identik dengan laki-laki, tapi tak sedikit para wanita yang juga hobi merokok. Saya sendiri heran apa sih enaknya menghisap lintingan kertas itu, mereka kelihatan menikmati benar setiap hisapan dan hembusan asapnya. Di kantor saya, yang dilantai lima ini, para lelaki masih juga merokok, tapi mereka masih punya perasaan, tidak merokok di ruangan tapi di luar, hanya satu-dua orang saja yang merokok sambil bekerja. Katanya sih merokok bisa membantu konsentrasi mereka. Aneh juga apa hubungannya merokok dan konsentrasi, lebih aneh lagi, apa enaknya kebelakang sambil merokok, apalagi puntungnya lantas dibuang juga di kloset atau lantai kamar mandi. Menjijikan!

Larangan merokok yang perdanya sudah disahkan oleh DPRD Kota Surabaya sejak tiga bulan ini, ternyata belum menjadi momok bagi penyuka rokok. Terbukti masih saja mereka menghembuskan asap dimana-mana persis lokomotif kereta. Apalagi kalau di angkot, baju saya bau asap rokok. Mereka enak saja sebal-sebul yang membuat sebal. Ketika saya ceritakan pada teman saya di kantor, mereka bilang "lha wis ndarah daging, gimana lagi mau menghentikan?"
Merokok kok dilarang, begitu katanya. Wong orang jual soto daging, sate kambing, gulai kambing, tong seng yang penuh kolesterol juga tidak ada larangan... di dinding rumah makan atau depot mereka juga tidak tertulis, AWAS BAHAYA KOLESTEROL!

Dengan jengkel saya bilang, "Lha wong sampean beli sate kambing di emplok sendiri, kalau ngrokok asapnya itu yang buat tetanggamu keplepeken..."

Senin, Februari 09, 2009

HuJAn, SePI.....


Pagi tadi ketika akan berangkat ke kantor, hujan gerimis... memang sejak kemarin, hujan turun pagi hari, dan udara dingin ini seperti tidak di Surabaya. Dan pagi tadi, dengan berbalut blazer dan berpayung, aku menembus gerimis itu menuju ke jalan untuk nyegat angkot bemo lyn O sekitar 300 meter dari rumah. Memang setiap hari aku naik bemo, tapi pagi tadi sangat berbeda. Udara yang dingin, sepi, ditambah gerimis aku melangkah ke luar menuju tempat angkot. Pohon di sekitar rumah yang besar-besar dan hampir di sepanjang jalan yang aku lewati seperti raksasa yang menggigil. Sepi dan dingin, rasanya aku berada di pedesaan... dan tiba-tiba saja rasa sunyi menyergap dadaku, ada rasa gundah menggelayut... ingin aku balik dan berlari pulang, makan penyet tempe sama Timut di rumah, sambil lihat gerimis membasahi pohon, lihat HBO di kamar atas dengan membuka jendela lebar-lebar merasakan udara dingin...

Di sepanjang jalan menuju ke kantor (dengan angkot), ternyata jalan sudah ramai, sangat kontras dengan suasana jalan di rumahku tadi.
Sesampainya di kantor, bos sudah menyiapkan rapat pagi, suasana yang aku bawa dari rumah (keinginan makan tempe penyet sama Timut, sambil lihat gerimis) semakin kuat, manakala ucapan bos terngiang mengatakan bisa memanggil dan memerintah malaikat.... Aduh, alangkah saktinya Bos-ku ini... mudah-mudahan tidak ada kesombongan dalam ucapannya tadi.

Entahlah, apa aku harus mempercayainya atau tidak dengan ucapannya. Apa ini sebagai tanda untuk menunjukkan dirinya punya kekuatan linuwih? Mudah-mudahan tidak ada kesombongan dalam ucapannya.

Jika dia memang punya kekuatan linuwih itu, aku bersyukur... semoga dia bisa melihat segala sesuatunya dengan bijak... Dan aku hanya ingin dicintai oleh Allah.. dengan cinta-Nya yang menghangatkan jiwaku... begitu juga Timut, Ridho dan Ian.. kami bisa berpegangan erat pada cinta-Nya...

Kulihat dari jendela kantor yang berada di lt5, hujan sudah mulai reda, dan Timut saat ini pasti sudah sampai di ITS.... tanpa aku temani makan tempe penyet...

Selasa, Februari 03, 2009

TINIMBANG NIKU, NIKI MAWON

Judul di atas, saya ambil dari slogan poster salah satu kandidat caleg yang terpasang di pinggir jalan lengkap dengan fotonya. Slogan atau tulisan itu memang tampak lain. Jika lainnya mengusung peduli dengan rakyat, tapi slogan ini cukup menggelikan Tinimbang Niku, Niki Mawon. Yang artinya, DARIPADA YANG LAIN, PILIH SAYA SAJA.

Di sepanjang jalan, foto-foto bertebaran dengan aneka senyum yang menawan dan berukuran minimal seukuran poster. Dan tentu saja dengan jargon-jargon semua untuk rakyat. Saya pernah menulis di blog ini juga dengan judul PARADE FOTO. Kalau saya menulis lag, ini karena ada jargon yang unik tadi. TINIMBANG NIKU, NIKI MAWON. Lugas, terus terang dan apa adanya. Barangkali si pembuat jargon berpikir, semua sudah menabur janji untuk rakyat, maka cukuplah dengan ucapan sapu jagad itu tadi. Yang bisa diartikan, semua cuma gombal mukio, yang ini dijamin pasti!

Seperti lagunya Krisdayanti,

Pilihlah aku jadi pacarmu (jadi calegmu)

Yang slalu setia menemanimu

Jangan kau salah pilih yang lain

Yang lain belum tentu setia

Jadi pilihlah aku…..


Nah, ternyata yang berpikir kayak aku, banyak juga, diantaranya mbak tantri. Mau tahu komentarnya mbak Tantri? Nih aku cuplikan :


Orang dikenali karena “sesuatu” yang ada pada dirinya. Tak kenal maka tak sayang, begitu kata pepatah. “Sesuatu” tadi bisa berupa apa saja, biasanya sih kesan pertama adalah wajah atau penampilannya. Kalau penampilannya baik biasanya sih menimbulkan kesan yang baik juga, bahkan bisa mempesona hanya pada pandangan pertama, padahal kalau sudah mengenal lebih jauh kadang penampilan dan kesan pertama tadi belum tentu benar. Jadi wajah dan penampilan rasanya bukan faktor utama yang memberi ciri dan kesan apalagi nilai tentang pribadi orang tersebut, ada hal lain yang perlu diketahui untuk mengenal seseorang.

Akhir-akhir ini aku suka jengah memperhatikan banyaknya banner atau baliho yang bertebaran disegala penjuru kota, yang berisikan gambar para caleg dari berbagai partai politik. Awalnya waktu baru muncul satu-dua dan mereka itu adalah para tokoh lokal yang kukenal, aku masih maklum, kiprah mereka meskipun di tingkat lokal telah diketahui sebagian besar warga kota. Tapi, begitu mulai bermunculan lebih banyak wajah-wajah lain yang asing aku mulai bertanya dalam hati saat melihatnya, siapa sih dia ini? Wajahnya terpampang di tempat umum tapi bukan wajah yang familiar, bukan orang terkenal, bukan bintang iklan suatu produk, mending kalau wajahnya enak dilihat…(hihi) Memangnya apa “sesuatu” yang dimilikinya sehingga aku dan orang lain yang melihat gambarnya harus mengenalnya?

Waktu aku mulai sewot, sisi pikiranku yang lain mencoba mengimbanginya, kenapa harus protes, ini kan tempat umum, siapa saja boleh memanfaatkannya.. Iya sih, tapi justru karena tempat umum itu bukankah harus dijaga untuk bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan bersama?

Lalu aku mencoba berpikir lagi, pada dasarnya ini sama saja seperti iklan yang lain kan, ada terpampang gambar seseorang yang sedang menawarkan ‘sesuatu’. Benar juga sih, tapi ada bedanya, orang yang dipakai sebagai bintang iklan suatu produk itu biasanya adalah sosok yang dikenal karena ‘sesuatu’ yang dimilikinya, yang akan membuat orang tertarik untuk mengetahui tentang produk yang dibawanya. Sedang para caleg ini, oke-lah dalam satu sisi dia membawa misi partainya tapi bukankan tujuannya adalah mempromosikan dirinya sendiri agar dipilih?

Bagaimana aku bisa memlilihnya kalau aku tidak tahu apa-apa tentang dia? Seorang teman mengoreksi pendapatku, nah makanya para caleg itu memasang wajahnya di baliho-baliho itu, agar aku dan orang lain yang belum tahu siapa dia bisa mengenalnya. Oh, jadi begitu yah? Lihat saja, mereka memasang foto diri mereka dengan pose terbaik, diambil secara close up, ditulis namanya besar-besar lengkap dengan titel kesarjanaan yang entah diperoleh dari universitas mana.

Tapi aku tidak bisa menilai seseorang hanya dari melihat wajah dan penampilan luarnya, I never judge a book by its cover. Aku akan menghargai seseorang bila mengetahui pandangan dan pemikirannya. Meskipun tanpa melihat wajahnya aku akan lebih menghargai seseorang dari ide, pemikiran dan pendapatnya yang diutarakan dalam bentuk lisan atau tulisan, terutama kalau itu suatu kiprah yang memberikan sumbangsih besar bagi kemanusiaan, apalagi kalau itu berupa suatu prestasi yang bisa dijadikan teladan. Kalau hanya sebentuk wajah, sebuah nama yang ditampilkan, apakah itu ada artinya? Apakah sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan, yang mungkin bisa dialokasikan untuk hal-hal lain yang lebih berguna?

Pepatah mengatakan “padi semakin berisi semakin menunduk”. Entah mungkin ini hanya aku (atau orang lain merasakan juga?) apakah tidak sungkan ‘menonjolkan diri’ dengan memajang foto pribadi dan ingin supaya kita dinilai dan dipilih berdasarkan itu? Lebih jauh lagi aku berpikir, seperti apakah kita ingin dikenal oleh orang lain? Apakah tidak lebih bermakna kalau yang dilihat dan dinilai orang lain itu adalah karya nyata yang memberi manfaat bagi sesama?

Ah tapi baiklah, fenomena ini mungkin ini memang konsekuensi logis dari makin mudah dan maraknya sarana komunikasi dan promosi saat ini. Akupun tidak terlalu paham dengan psikologi massa, mungkin eranya memang telah berubah, entahlah. Aku hanya berharap, orang-orang yang terpilih sebagai wakil rakyat adalah orang-orang dengan kompetensi dan kapabilitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Semoga aku dan kita semua tidak salah pilih !

Reuni Kacang Godhok

Judul itu bukan sarkasme, tapi betul-betul makan kacang godhok yang rasanya dahsayat mak nyusss... Kacang godhok ini menjadi santapan primadona bagi kami-kami ini yang sedang reuni, yang usianya sudah separuh perjalanan. Saya katakan separuh perjalanan, karena usia kami yang sama-sama satu atap di SMPN 5 Surabaya, yang masuknya dulu tahun 1977, sudah mendekati 45 tahun. Kalau diambil usia rata-rata penduduk Indonesia yang 70 tahun, maka usia kita tinggal seperempat jalan malahan, itupun kalau kita sampai di usia 70 tahun.

Tapi ya itulah namanya reuni, yang siang itu diadakan di rumah Gunawan (anak kelas IIIB). Semua terasa muda, melupakan sejenak usia yang sebetulnya sudah beranjak. Ini adalah reuni yang ke empat. Yang pertama dulu di rumah Oka, lalu di rumah Emi, dan ketiga di rumah Budi. Dan reuni yang ke lima yang insyaallah pada bulan Mei di rumaha Djoko Hendro Kusgiarto, Jl Airlangga . Saat itu Iawan tanya kapan di rumahku? sepertinya ini adalah pertanyaan Iwan sing paling sering. Sebetulnya aku seneng bisa kedatangan temem-teman, tapi barangkali belum rejeki, selalu ada yang lebih dulu menawarkan tempat.

Siang itu pertemuan ini memang sangat luar biasa, terutama bagi aku sendiri. Luar biasa karena, yang datang lumayan banyak. Bisa jadi karena banyak teman-teman alumni yang kerja di petro, dan pertemuan diadakan di rumah Gunawan di Gresik, yang juga kerja di Petro. Luar biasa, karena sebagian teman-teman yang di Petro juga alumni SMAN 8. Jadilah siang itu waktu seakan mundur kebalakang, mundur 20 tahun lalu...

Namanya saja reuni, maka banyak usul, mau dikemanakan reuni ini. Bahkan ada yang usul pake visi misi... persis kayak mau caleg pake vivi misi. Lha wong reuni aja kok pake bahas visi misi, yang penting kan bisa ketemu, bisa nostalgia, kalau ada teman yang perlu bantuan syukur ada yang bisa membantu. Kalau pake visi misi, ribet... hidup udah ribet kok ditambahi keribetan.

Ada juga yang menolak kalau pake urunan 10.000... yang dimasukkan ke kaleng. Lha iyalah, ternyata reuni ini bener-bener penuh dinamika, ternyata usia tidak menyurutkan pola pikir yang saya pikir sudah tergerus oleh waktu. Akhirnya. disepakati saja, mau ngisi boleh nggak ya nggak masalah. Toh tidak ada pengumuman, siapa yang ngisi dan siapa yang tidak ngisi. Akhirnya, setelah sang kaleng berjalan mondar-mandir, maka terkumpullah uang sebanyak 435.000,- Sebagai pengganti kacang godhok yang luar biasa mak nyusss tadi, kami hanya bisa mengganti 110.000 untuk Gunawan. Sisanya masuk ke kas 325.000,-. Jadi uang yang terkumpul sudah 575.000,-.

Siapa yang merasa alumni SMPN5? Silahkan bergabung di sini. Kirimkan data anda ke email so_puri@yahoo.com