Selasa, Februari 03, 2009

TINIMBANG NIKU, NIKI MAWON

Judul di atas, saya ambil dari slogan poster salah satu kandidat caleg yang terpasang di pinggir jalan lengkap dengan fotonya. Slogan atau tulisan itu memang tampak lain. Jika lainnya mengusung peduli dengan rakyat, tapi slogan ini cukup menggelikan Tinimbang Niku, Niki Mawon. Yang artinya, DARIPADA YANG LAIN, PILIH SAYA SAJA.

Di sepanjang jalan, foto-foto bertebaran dengan aneka senyum yang menawan dan berukuran minimal seukuran poster. Dan tentu saja dengan jargon-jargon semua untuk rakyat. Saya pernah menulis di blog ini juga dengan judul PARADE FOTO. Kalau saya menulis lag, ini karena ada jargon yang unik tadi. TINIMBANG NIKU, NIKI MAWON. Lugas, terus terang dan apa adanya. Barangkali si pembuat jargon berpikir, semua sudah menabur janji untuk rakyat, maka cukuplah dengan ucapan sapu jagad itu tadi. Yang bisa diartikan, semua cuma gombal mukio, yang ini dijamin pasti!

Seperti lagunya Krisdayanti,

Pilihlah aku jadi pacarmu (jadi calegmu)

Yang slalu setia menemanimu

Jangan kau salah pilih yang lain

Yang lain belum tentu setia

Jadi pilihlah aku…..


Nah, ternyata yang berpikir kayak aku, banyak juga, diantaranya mbak tantri. Mau tahu komentarnya mbak Tantri? Nih aku cuplikan :


Orang dikenali karena “sesuatu” yang ada pada dirinya. Tak kenal maka tak sayang, begitu kata pepatah. “Sesuatu” tadi bisa berupa apa saja, biasanya sih kesan pertama adalah wajah atau penampilannya. Kalau penampilannya baik biasanya sih menimbulkan kesan yang baik juga, bahkan bisa mempesona hanya pada pandangan pertama, padahal kalau sudah mengenal lebih jauh kadang penampilan dan kesan pertama tadi belum tentu benar. Jadi wajah dan penampilan rasanya bukan faktor utama yang memberi ciri dan kesan apalagi nilai tentang pribadi orang tersebut, ada hal lain yang perlu diketahui untuk mengenal seseorang.

Akhir-akhir ini aku suka jengah memperhatikan banyaknya banner atau baliho yang bertebaran disegala penjuru kota, yang berisikan gambar para caleg dari berbagai partai politik. Awalnya waktu baru muncul satu-dua dan mereka itu adalah para tokoh lokal yang kukenal, aku masih maklum, kiprah mereka meskipun di tingkat lokal telah diketahui sebagian besar warga kota. Tapi, begitu mulai bermunculan lebih banyak wajah-wajah lain yang asing aku mulai bertanya dalam hati saat melihatnya, siapa sih dia ini? Wajahnya terpampang di tempat umum tapi bukan wajah yang familiar, bukan orang terkenal, bukan bintang iklan suatu produk, mending kalau wajahnya enak dilihat…(hihi) Memangnya apa “sesuatu” yang dimilikinya sehingga aku dan orang lain yang melihat gambarnya harus mengenalnya?

Waktu aku mulai sewot, sisi pikiranku yang lain mencoba mengimbanginya, kenapa harus protes, ini kan tempat umum, siapa saja boleh memanfaatkannya.. Iya sih, tapi justru karena tempat umum itu bukankah harus dijaga untuk bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan bersama?

Lalu aku mencoba berpikir lagi, pada dasarnya ini sama saja seperti iklan yang lain kan, ada terpampang gambar seseorang yang sedang menawarkan ‘sesuatu’. Benar juga sih, tapi ada bedanya, orang yang dipakai sebagai bintang iklan suatu produk itu biasanya adalah sosok yang dikenal karena ‘sesuatu’ yang dimilikinya, yang akan membuat orang tertarik untuk mengetahui tentang produk yang dibawanya. Sedang para caleg ini, oke-lah dalam satu sisi dia membawa misi partainya tapi bukankan tujuannya adalah mempromosikan dirinya sendiri agar dipilih?

Bagaimana aku bisa memlilihnya kalau aku tidak tahu apa-apa tentang dia? Seorang teman mengoreksi pendapatku, nah makanya para caleg itu memasang wajahnya di baliho-baliho itu, agar aku dan orang lain yang belum tahu siapa dia bisa mengenalnya. Oh, jadi begitu yah? Lihat saja, mereka memasang foto diri mereka dengan pose terbaik, diambil secara close up, ditulis namanya besar-besar lengkap dengan titel kesarjanaan yang entah diperoleh dari universitas mana.

Tapi aku tidak bisa menilai seseorang hanya dari melihat wajah dan penampilan luarnya, I never judge a book by its cover. Aku akan menghargai seseorang bila mengetahui pandangan dan pemikirannya. Meskipun tanpa melihat wajahnya aku akan lebih menghargai seseorang dari ide, pemikiran dan pendapatnya yang diutarakan dalam bentuk lisan atau tulisan, terutama kalau itu suatu kiprah yang memberikan sumbangsih besar bagi kemanusiaan, apalagi kalau itu berupa suatu prestasi yang bisa dijadikan teladan. Kalau hanya sebentuk wajah, sebuah nama yang ditampilkan, apakah itu ada artinya? Apakah sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan, yang mungkin bisa dialokasikan untuk hal-hal lain yang lebih berguna?

Pepatah mengatakan “padi semakin berisi semakin menunduk”. Entah mungkin ini hanya aku (atau orang lain merasakan juga?) apakah tidak sungkan ‘menonjolkan diri’ dengan memajang foto pribadi dan ingin supaya kita dinilai dan dipilih berdasarkan itu? Lebih jauh lagi aku berpikir, seperti apakah kita ingin dikenal oleh orang lain? Apakah tidak lebih bermakna kalau yang dilihat dan dinilai orang lain itu adalah karya nyata yang memberi manfaat bagi sesama?

Ah tapi baiklah, fenomena ini mungkin ini memang konsekuensi logis dari makin mudah dan maraknya sarana komunikasi dan promosi saat ini. Akupun tidak terlalu paham dengan psikologi massa, mungkin eranya memang telah berubah, entahlah. Aku hanya berharap, orang-orang yang terpilih sebagai wakil rakyat adalah orang-orang dengan kompetensi dan kapabilitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Semoga aku dan kita semua tidak salah pilih !