Rabu, Juli 29, 2009
Tuhanpun berpuasa
Puasa dalam arti istilah adalah menahan dan puasa menurut bahasa adalah menahan lapar dan haus dari mulai sahur sampai berbuka. Fisik puasa terletak dibulan ramadhan yang mengahampar dari subuh ke maghrib, suasana hatinya menyebar dan bertaburan di malam hari hingga fajar, tetapi ruhaninya, alam pikirannya, maknanya, hikmah dan hakiki nyawa kehidupannya, sangatlah takjub untuk direnungkan.
Jika para pelakunya memiliki kecerdasan dan kesetiaan; mendobrak dinding bulan ramadhan menembus segala ruang dan waktu memasuki kebudayaan manusia hingga disetiap gerak perilaku semua hamba Allah, menagih kehidupan social manusia. Bertanya keras kepada pangggung-panggung politik, menyerap hak-haknya dari mekanisme ekonomi, serta mempertanyakan bukti aktualisasinya di setiap jengkal (kreativitas sejarah manusia).
Bagi kaum muslimin kebanyakan datangnya bulan ramadhan menggiring mereka untuk merasakkan kekusyukan khusus setahun sekali selama sebulan, dan segala gagasan serta penghayatan mereka mengenai puasa, mereka limpahkan didalam mangkuk ramadhan sebulan itu. Bagi mereka puasa adalah pekerjaan ringan tak makan tak minum serta menahan segala kemaksiatan sejak pagi hingga senja hari.
Bagi mereka iklim ramadhan adalah kepuasan berbuka, romantisme tarawih bersama, perjuang tadarus, kekangenan tarkhim sesudah makan sahur serta rasa memulai ketahanan diri melawan nafsu begitu bedug subuh ditabuh. Bagi mereka puasa dan ramadhan adalah sebuah keasyikan religius dan kemesraan uluhiyah yang diujungi oleh pesta idul fitri.
Ketika Allah memberi pernyataan bahwa ibadah puasa merupakan suatu jenis pengabdian yang khas dan berbeda dari ibadah-ibadah lainnya, karena oleh-Nya ditentukan “ khusus untuk-Ku” apakah kita menganggap bahwa dengan demikian Allah sangat membutuhkan puasa kita? Sehingga ia memonopoli hikmah dan makna puasa kita?
Dan karena itu pula kita menyangka bahwa yang memperoleh manfaat dari puasa kita bukanlah kita melainkan Allah.Kemudian dengan demikian kita juga beranggapan bahwa dengan ibadah ini kita memang bekerja untuk Allah (yang kita sebut Lillahii Ta’aalla).
Saya ingin mengatakan kepada anda sebuah jawaban atas pertanyaan-pertanyya itu yakni tidak sungguh-sungguh tidak. Allah maha agung dan tidak membutuhkan apa-apa dari kekerdilan kita. Tidak perlu manfaat apapun dari kelemahan kita, dan Allah maha tak terhingga san sema sekali tidak memiliki ketergantungan apapun kepada ketololan kita.Manusia hendaknya tau diri, belajarlah bertawadlu’ dan coba mengenali rahasia fitrah dari firmannya denga kata lain manusia jangan “ Ge-Er ”. Kalau Allah mengatakan bahwa ibadah puasa itu khusus baginya, kita biasa membaca maksud dibalik “ retorika pergaulan ” Nya bahwa betapa ibadah puasa itu sangat penting dan memilki makna khusus bagi manusia, betapa Allah sangat mencintai hamba-hambanya yang bersedia, bertasbih dan memiliki kesangupan menahan diri.
Bahwa puasa adalah metode kedisiplinan yang diperlukan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari, bahwa puasa adalah suatu modal thorikot (cara hidup) yang sangat menentukan selamat tidaknya manusia didunia maupun diakhirat, pandanglah sekelilingmu, lihatlah bagaimana kemewahan-kemewahan diproduksi, lihatlah bagaimana orang berkuasa dan dengan segala cara mempertahankan kekuasaanya.
Bacalah Koran, tontonlah televise, saksikanlah peperangan, perebutan, penggusuran, pembongkaran dan penindasan, mengobrolah dengan tetanggamu, dengan sahabat-sahabatmu dan rekan kerjamu, berbicaralah tentang segala keadaan dimuka bumi ini kemudian tidaklah engkau menemukan pertanyaan yang sama :” kenapa manusia sangat tidak biasa menahan diri ”? padahal Allah selalu sedemikian menahan diri?
Dengan dosa-dosa kita yang sedemikian baertumpuk, baik dosa pribadi maupun dosa kolektif baik dosa personal maupun dosa structural – tidak pantaskah kalau sejak dulu Allah murka dan melindas kita semua?
Tapi bukankah ia sangat menahan diri? Tetap memperkenankanmu berbadan sehat, bernafas dan bergerak, ? bukankah ia sangat menahan diri, dengan tetap menerbitkan matahari, mengalirkan air dan menghembuskan angina seolah-olah tidak perduli betapa malingnya kita, betapa munafik dan kufurnya kita?
Jadi sebagaimana kita ketahui bersama : islam adalah agama pembebasan (dari nafsu keduniawian yang memerosokkan manusia didalam kebinasaan) atau penyelamatan (berdasarkan konsep takdir-Nya). Dan puasa ditunjukkan oleh sikap Allah itu sebagai metode yang paling praktis – tapi mendasar bagi proses pembebasan dan penyelamatan manusia atas dirinya sendiri.
Syahadat adalah fundamen keselamatan sholat adalah tiang yang berdiri statis puasa adalah pedoman menagemen kehidupan disetiap rumah, masyarakat, Negara, kebudayaan, dan peradaban. Zakat adalah “minyak pelumas” bekerjanya “mesin hidup” dan penyeimbang mekanisme sementara haji adalah “mahkota” puncak –puncak pencapaian ibadah kehidupan manusia.
Dengan demikian Allah menunjukkan kepada manusia bahwa puasa adalah prinsip dasar untuk menjalani kehidupan. Puasa adalah menahan diri mengendalikan dan menyaring. Prinsip dasar kehidupan bukanlah melampiaskan, meloloskan, atau menghabiskan. Metode pembebasan bagi kehidupan justru melalui cara mengendalikan, menyadari batas-batas, kesangupan menyaring, menyeleksi dan mensublimasikan. Ini berlaku dalam hal apa saja, dari soal berdagang mengurusi kekuasaan politik, mengelola rumah tangga dan lain sebagainya.
Allah sendiri memberi contoh-contoh dahsyat dan luar biasa soal mengendalikan diri dengan amat setia Allah menerbitkan matahari tanpa perduli apakah kita pernah mensyukuri terbitnya matahari atau tidak. Allah memancarkan cahaya matahari tanpa memperhitungnya dengan pengkhianatan yang kita lakukan atas-Nya setiap hari. Allah memelihara kesehatan tubuh kita dari detik ke detik, meski kita bangun pagi hanya ada satu atau dua saja hamba-Nya yang mengucapkan syukur bahwa matanya masih bisa melek. Allah sendiri”berpuasa” kalau tidak kita sudah dilenyapkan oleh-Nya hari ini, karena sangat banyak alasan rasional untuk itu.
Ibunda
Ibunda
Emha Ainun Nadjib
Ibumu adalah
Ibunda darah dagingmu
Tundukkan mukamu
Bungkukkan badanmu
Raih punggung tangan beliau
Ciumlah dalam-dalam
Hiruplah wewangian cintanya
Dan rasukkan ke dalam kalbumu
Agar menjadi jimat bagi rizki
dan kebahagiaanmu
Tanah air adalah Ibunda alammu
Lepaskan alas kaki keangkuhanmu
Agar setiap pori-pori kulitmu
menghirup zat kimia kasih
sayangnya
Sentuhkan keningmu pada
hamparan debu
Reguklah air murni dari
kandungan kalbunya
Karena Ibunda tanah airmu itulah
pasal pertama setiap kata ilmu dan
lembar pembangunan hidupmu
Rakyat adalah Ibunda sejarahmu
Rakyat bukan bawahanmu,
melainkan atasanmu
Jangan kau tengok mereka ke bawah
kakimu, karena justru engkau
adalah alas kaki mereka yang
bertugas melindungi kaki mereka
dari luka-luka
Rakyat bukan anak buahmu
yang engkau berhak
menyuruh-nyuruh dan mengawasi
Rakyat adalah Tuanmu,
yang di genggaman tangannya terletak
hitam putih nasibmu
di hadapan mata Tuhan
Rakyat adalah
Ibunda yang menyayangimu
Takutlah kepada air matanya, karena
jika Ibunda menangis karena engkau
tusuk perasaannya,
Tuhan akan mengubah peranNya dari
Sang Penabur Kasih Sayang
menjadi Sang Pengancam,
Sang Penyiksa yang maha dahsyat
Ibunda darahmu
Ibunda tanah airmu
Ibunda rakyatmu
Adalah sumber nafkahmu,
kunci kesejahteraanmu serta mata air
kebahagiaan hidupmu
Pejamkanlah mata,
rasakan kedekatan cintanya
Sebab ketika itu Tuhan sendiri yang
mengalir dalam kehangatan
darahnya
Kalau Ibunda membelai rambutmu
Kalau Ibunda mengusap keningmu,
memijiti kakimu
Nikmatilah dengan syukur
dan batin yang bersujud
Karena sesungguhnya Allah sendiri
yang hadir dan maujud
Kalau dari tempat yang jauh engkau
kangen kepada ibunda
Kalau dari tempat yang jauh ibunda
kangen kepada engkau,
dendangkanlah nyanyian puji-puji
untuk Tuhanmu
Karena setiap bunyi
kerinduan hatimu adalah
Sebaris lagu cinta Allah kepada segala
ciptaanNya
Kalau engkau menangis
Ibundamu yang meneteskan air mata
Dan Tuhan yang akan mengusapnya
Kalau engkau bersedih
Ibundamu yang kesakitan
Dan Tuhan yang menyiapkan
hiburan-hiburan
Menangislah banyak-banyak
untuk Ibundamu
Dan jangan bikin satu kalipun
Ibumu menangis karenamu
Kecuali engkau punya keberanian
untuk membuat
Tuhan naik pitam kepada hidupmu
kalau ibundamu menangis,
para Malaikat menjelma jadi butiranbutiran
air matanya
Dan cahaya yang memancar dari
airmata ibunda membuat para
malaikat itu silau
dan marah kepadamu
Dan kemarahan para malaikat adalah
kemarahan suci sehingga Allah tidak
melarang mereka tatkala menutup
pintu sorga bagimu
Ibu kandungmu adalah
ibunda kehidupanmu
Jangan sakiti hatinya, karena ibundamu
akan senantiasa memaafkanmu
Tetapi setiap permaafan ibundamu atas
setiap kesalahanmu akan digenggam
erat-erat oleh para malaikat untuk
mereka usulkan kepada Tuhan agar
dijadikan kayu bakar nerakamu
Rakyat negerimu adalah
ibunda sejarahmu
Demi nasibmu sendiri jangan
pernah injak kepala mereka
Demi keselamatanmu sendiri jangan
curi makanan mereka
Demi kemashlahatan anak cucumu
sendiri jangan pernah hisap darah
mereka
Jangan pernah rampok tanah mereka
Sebab engkau tidak bisa menang
atas Ibundamu sendiri
Dan ibundamu tidak pernah
ingin mengalahkanmu
Sebab pemerintahmu tidak akan
bisa menang atas rakyatmu
Sebab rakyatmulah
ibunda yang melahirkanmu
Serta ia pulalah yang nanti akan
menguburkanmu sambil menangis,
karena ia tidak menjadi bahagia
oleh deritamu
karena ibu sejarahmu itu
tidak bergembira oleh kejatuhanmu
Ibundamu,
tanah airmu,
rakyatmu
Tak akan pernah bisa engkau kalahkan
Engkau merasa menang sehari semalam
Esok pagi engkau tumbang
Sementara Ibundamu,
tanah airmu, rakyatmu
Tetap tegak di singgasana kemuliaan
Emha Ainun Nadjib
Senin, 15.12.1992
GUSTI ALLAH TIDAK NDESO
Emha Ainun Nadjib: Gusti Allah Tidak “Ndeso”
Beragama yang Tidak Korupsi
Oleh: Faisal
Suatu kali Emha Ainun Nadjib ditodong pertanyaan beruntun. “Cak Nun,” kata sang penanya, “misalnya pada waktu bersamaan tiba-tiba sampeyan menghadapi tiga pilihan, yang harus dipilih salah satu: pergi ke masjid untuk shalat Jumat, mengantar pacar berenang, atau mengantar tukang becak miskin ke rumah sakit akibat tabrak lari, mana yang sampeyan pilih?“
Cak Nun menjawab lantang, “Ya nolong orang kecelakaan.”
“Tapi sampeyan kan dosa karena tidak sembahyang?” kejar si penanya.
“Ah, mosok Gusti Allah ndeso gitu,” jawab Cak Nun.
“Kalau saya memilih shalat Jumat, itu namanya mau masuk surga tidak ngajak-ngajak, ” katanya lagi. “Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke surga orang yang
memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi.
Bagi kita yang menjumpai orang yang saat itu juga harus ditolong, Tuhan tidak berada di mesjid,
melainkan pada diri orang yang kecelakaan itu. Tuhan mengidentifikasikan dirinya pada sejumlah orang. Kata Tuhan: kalau engkau menolong orang sakit, Akulah yang sakit itu. Kalau engkau menegur orang yang kesepian, Akulah yang kesepian itu. Kalau engkau memberi makan orang kelaparan, Akulah yang kelaparan itu.
Seraya bertanya balik, Emha berujar, “Kira-kira Tuhan suka yang mana dari tiga orang ini. Pertama, orang yang shalat lima waktu, membaca al-quran, membangun masjid, tapi korupsi uang negara.
Kedua, orang yang tiap hari berdakwah, shalat, hapal al-quran, menganjurkan hidup sederhana, tapi dia sendiri kaya-raya, pelit, dan mengobarkan semangat permusuhan. Ketiga, orang yang tidak shalat, tidak membaca al-quran, tapi suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang?”
Kalau saya, ucap Cak Nun, memilih orang yang ketiga. Kalau korupsi uang negara, itu namanya membangun neraka, bukan membangun masjid. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya bukan membaca al-quran, tapi menginjak-injaknya. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya tidak sembahyang, tapi menginjak Tuhan. Sedang orang yang suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang, itulah orang yang sesungguhnya sembahyang dan membaca al-quran.
Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya. Standar kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya dia hadir di kebaktian atau misa. Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output sosialnya: kasih sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan dengan orang lain, memberi, membantu sesama. Idealnya, orang beragama itu mesti shalat, misa, atau ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan memiliki perilaku yang santun dan berkasih sayang.
Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma puasa, shalat,
baca al-quran, pergi kebaktian, misa, datang ke pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama.
Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari kesalehan personalnya, melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan pribadi, tapi kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa menggembirakan tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati orang lain, meski beda agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan sosial pada kaum mustadh’afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya. Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa sosial tinggi. Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan.
Ekstrinsik VS Intrinsik
Dalam sebuah hadis diceritakan, suatu ketika Nabi Muhammad SAW mendengar berita perihal seorang yang shalat di malam hari dan puasa di siang hari, tetapi menyakiti tetangganya dengan lisannya. Nabi Muhammad SAW menjawab singkat, “Ia di neraka.” Hadis ini memperlihatkan kepada kita bahwa ibadah ritual saja belum cukup. Ibadah ritual mesti dibarengi ibadah sosial.
Pelaksanaan ibadah ritual yang tulus harus melahirkan kepedulian pada lingkungan sosial.
Hadis di atas juga ingin mengatakan, agama jangan dipakai sebagai tameng memperoleh kedudukan dan citra baik di hadapan orang lain. Hal ini sejalan dengan definisi keberagamaan dari Gordon W Allport. Allport, psikolog, membagi dua macam cara beragama: ekstrinsik dan intrinsik.
Yang ekstrinsik memandang agama sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Agama dimanfaatkan demikian rupa agar dia memperoleh status darinya. Ia puasa, misa, kebaktian, atau membaca kitab suci, bukan untuk meraih keberkahan Tuhan, melainkan supaya orang lain menghargai dirinya. Dia beragama demi status dan harga diri. Ajaran agama tidak menghujam ke dalam dirinya.
Yang kedua, yang intrinsik, adalah cara beragama yang memasukkan nilai-nilai agama ke dalam dirinya. Nilai dan ajaran agama terhujam jauh ke dalam jiwa penganutnya. Adanya internalisasi nilai spiritual keagamaan. Ibadah ritual bukan hanya praktik tanpa makna. Semua ibadah itu memiliki pengaruh dalam sikapnya sehari-hari. Baginya, agama adalah penghayatan batin kepada Tuhan. Cara beragama yang intrinsiklah yang mampu menciptakan lingkungan yang bersih dan penuh kasih sayang.
Keberagamaan ekstrinsik, cara beragama yang tidak tulus, melahirkan egoisme. Egoisme bertanggungjawab atas kegagalan manusia mencari kebahagiaan, kata Leo Tolstoy. Kebahagiaan tidak terletak pada kesenangan diri sendiri. Kebahagiaan terletak pada kebersamaan. Sebaliknya, cara beragama yang intrinsik menciptakan kebersamaan. Karena itu, menciptakan kebahagiaan dalam diri penganutnya dan lingkungan sosialnya. Ada penghayatan terhadap pelaksanaan ritual-ritual agama.
Cara beragama yang ekstrinsik menjadikan agama sebagai alat politis dan ekonomis. Sebuah sikap beragama yang memunculkan sikap hipokrit; kemunafikan. Syaikh Al Ghazali dan Sayid Quthb pernah berkata, kita ribut tentang bid’ah dalam shalat dan haji, tetapi dengan tenang melakukan bid’ah dalam urusan ekonomi dan politik. Kita puasa tetapi dengan tenang melakukan korupsi. Juga kekerasan, pencurian, dan penindasan.
Indonesia, sebuah negeri yang katanya agamis, merupakan negara penuh pertikaian. Majalah Newsweek edisi 9 Juli 2001 mencatat, Indonesia dengan 17.000 pulau ini menyimpan 1.000 titik api yang sewaktu-waktu siap menyala. Bila tidak dikelola, dengan mudah beralih menjadi bentuk kekerasan yang memakan korban. Peringatan Newsweek lima tahun lalu itu, rupanya mulai memperlihatkan kebenaran. Poso, Maluku, Papua Barat, Aceh menjadi contohnya. Ironis.
Jalaluddin Rakhmat, dalam Islam Alternatif , menulis betapa banyak umat Islam disibukkan dengan urusan ibadah mahdhah (ritual), tetapi mengabaikan kemiskinan, kebodohan, penyakit, kelaparan, kesengsaraan, dan kesulitan hidup yang diderita saudara-saudara mereka. Betapa banyak orang kaya Islam yang dengan khusuk meratakan dahinya di atas sajadah, sementara di sekitarnya tubuh-tubuh layu digerogoti penyakit dan kekurangan gizi.
Kita kerap melihat jutaan uang dihabiskan untuk upacara-upacara keagamaan, di saat ribuan anak di sudut-sudut negeri ini tidak dapat melanjutkan sekolah. Jutaan uang dihamburkan untuk membangun rumah ibadah yang megah, di saat ribuan orang tua masih harus menanggung beban mencari sesuap nasi. Jutaan uang dipakai untuk naik haji berulang kali, di saat ribuan orang sakit menggelepar menunggu maut karena tidak dapat membayar biaya rumah sakit. Secara ekstrinsik mereka beragama, tetapi secara intrinsik tidak beragama. [ed.AYS]
TOKO dalam TOKO KELONTONG
Dalam forum Maiyahan, tempat pemeluk berbagai agama berkumpul melingkar, sering saya bertanya kepada forum:
"Apakah anda punya tetangga?".
Biasanya dijawab: "Tentu punya"
"Punya istri enggak tetangga Anda?"
"Ya, punya dong"
"Pernah lihat kaki istri tetangga Anda itu?"
"Secara khusus, tak pernah melihat "
" Jari-jari kakinya lima atau tujuh? "
"Tidak pernah memperhatikan"
"Body-nya sexy enggak?"
Hadirin biasanya tertawa.
Dan saya lanjutkan tanpa menunggu jawaban mereka:
"Sexy atau tidak bukan urusan kita, kan? Tidak usah kita perhatikan,tak usah kita amati, tak usah kita dialogkan,diskusika n atau perdebatkan. Biarin saja".
Keyakinan keagamaan orang lain itu ya ibarat istri orang lain. Ndak usah diomong-omongkan, ndak usah dipersoalkan benar salahnya, mana yang lebih unggul atau apapun.Tentu, masing-masing suami punya penilaian bahwa istrinya begini begitu dibanding istri tetangganya, tapi cukuplah disimpan didalam hati.
Bagi orang non-Islam, agama Islam itu salah.
Dan itulah sebabnya ia menjadi orang non-Islam.
Kalau dia beranggapan atau meyakini bahwa Islam itu benar, ngapain dia jadi non-Islam?
Demikian juga, bagi orang Islam, agama lain itu salah.Justru berdasar itulah maka ia menjadi orang Islam.Tapi, sebagaimana istri tetangga, itu disimpan saja didalam hati, jangan diungkapkan, diperbandingkan, atau dijadikan bahan seminar atau pertengkaran. Biarlah setiap orang memilih istri sendiri-sendiri, dan jagalah kemerdekaan masing-masing orang untuk menghormati dan mencintai istrinya masing-masing, tak usah rewel bahwa istri kita lebih mancung hidungnya karena Bapaknya dulu sunatnya pakai calak dan tidak
pakai dokter,umpamanya.
Dengan kata yang lebih jelas, teologi agama-agama tak usah dipertengkarkan, biarkan masing-masing pada keyakinannya. Sementara itu orang muslim yang mau melahirkan padahal motornya gembos, silakan pinjam motor tetangganya yang beragama Katolik untuk mengantar istrinya ke rumah sakit.
Atau, Pak Pastor yang sebelah sana karena baju misanya kehujanan,padahal waktunya mendesak, ia boleh pinjam baju koko tetangganya yang NU maupun yang Muhamadiyah. Atau ada orang Hindu kerjasama bikin warung soto dengan tetangga Budha, kemudian bareng-bareng bawa colt bak ke pasar dengan tetangga Protestan untuk kulakan bahan-bahan jualannya.
Berbagai parpol, golongan, aliran, kelompok, atau
apapun, silakan bekerja sama di bidang usaha
perekonomian, sosial, kebudayaan, sambil saling
melindungi koridor teologi masing-masing.
Bisa memperbaiki pagar bersama-sama, bisa gugur gunung membersihi kampung, bisa pergi mancing bareng bisa main gaple dan remi bersama.
Tidak ada masalah lurahnya Muslim, cariknya Katolik,kamituwonya Hindu, kebayannya Gatholoco, atau apapun.Jangankan kerja sama dengan sesama manusia, sedangkandengan kerbau dan sapi pun kita bekerja sama nyingkal dan nggaru sawah.
Itulah lingkaran tulus hati dengan hati.
Itulah Maiyah.
SERIBU MASJID SATU JUMLAHNYA, (emha ainun nadjib)
Satu
Masjid itu dua macamnya
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati
Tak boleh hilang salah satunyaa
Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu
Dua
Masjid selalu dua macamnya
Satu terbuat dari bata dan logam
Lainnya tak terperi
Karena sejati
Tiga
Masjid batu bata
Berdiri di mana-mana
Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya
Timbul tenggelam antara ada dan tiada
Mungkin di hati kita
Di dalam jiwa, di pusat sukma
Membisikkannama Allah ta’ala
Kita diajari mengenali-Nya
Di dalam masjid batu bata
Kita melangkah, kemudian bersujud
Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa
Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna
Empat
Sangat mahal biaya masjid badan
Padahal temboknya berlumut karena hujan
Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban
Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan
Masjid badan gmpang binasa
Matahari mengelupas warnanya
Ketika datang badai, beterbangan gentingnya
Oleh gempa ambruk dindingnya
Masjid ruh mengabadi
Pisau tak sanggup menikamnya
Senapan tak bisa membidiknya
Politik tak mampu memenjarakannya
Lima
Masjid ruh kita baw ke mana-mana
Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya
Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota
Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya
Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya
Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala
Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya
Sebab majid ruh adalah semesta raya
Jika kita berumah di masjid ruh
Tak kuasa para musuh melihat kita
Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya
Mereka menembak hanya bayangan kita
Enam
Masjid itu dua macamnya
Masjid badan berdiri kaku
Tak bisa digenggam
Tak mungkin kita bawa masuk kuburan
Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita
Melampaui ujung waktu nun di sana
Terbang melintasi seribu alam seribu semesta
Hinggap di keharibaan cinta-Nya
Tujuh
Masjid itu dua macamnya
Orang yang hanya punya masjid pertama
Segera mati sebelum membusuk dagingnya
Karena kiblatnya hanya batu berhala
Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua
Berkeliaran sebagai ruh gentayangan
Tidak memiliki tanah pijakan
Sehingga kakinya gagal berjalan
Maka hanya bagi orang yang waspada
Dua masjid menjadi satu jumlahnya
Syariat dan hakikat
Menyatu dalam tarikat ke makrifat
Delapan
Bahkan seribu masjid, sjuta masjid
Niscaya hanya satu belaka jumlahnya
Sebab tujuh samudera gerakan sejarah
Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah
Sesekali kita pertengkarkan soal bid’ah
Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah
Itu sekedar pertengkaran suami istri
Untuk memperoleh kemesraan kembali
Para pemimpin saling bercuriga
Kelompok satu mengafirkan lainnya
Itu namanya belajar mendewasakan khilafah
Sambil menggali penemuan model imamah
Sembilan
Seribu masjid dibangun
Seribu lainnya didirikan
Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun
Tagihan masa depan kita cicilkan
Seribu orang mendirikan satu masjid badan
Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan
Hadir engkau semua menyodorkan kawruh
Seribu masjid tumbuh dalam sejarah
Bergetar menyatu sejumlah Allah
Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan
Melainkan dengan hikmah kepemimpinan
Allah itu mustahil kalah
Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah
Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah
Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya ‘Alal Falah!
1987
Selasa, Juli 21, 2009
maaf aku marah
Hari ini saya marah pada mas Al, tepatnya tidak hanya marah, tapi jengkel... Tapi bagus juga saya bisa marah, artinya saya sadar bahwa selama ini apa yang ada dibenakku, ternyata terjawab tuntas tas tas.... APa yang menyebabkan saya marah? RAsanya tidak perlu saya jelaskan lebih lanjut sebab musabab kemarahan saya sebab bisa jadi dia hanya guyonan saja layaknya para lelaki, namun saya menangkapnya bukan suatu guyonan tapi pelecehan.... di sinilah parameter sikap yang jauh jelas berbeda antara saya dan mas Al. Tuhan menciptakan hati manusia sungguh tidak sama, hati yang terdiri dari segumpal darah itu ternyata memiliki akar yang bisa menjalar kemana-mana. Celakanya akar ini bisa menjalar dengan cepat di ulu hati, di jantung, di otak dan di aliran darah. Efeknya sungguh luar biasa, hanya dalam hitungan detik... perasaan tidak enak, sedih, galau, dengan cepat merasuk dan tetesan air matapun hampir tertumpah ruah, akibat tekanan menahan marah.
UNtungnya Hati yang terdiri dari gumpalan darah ini bisa dikendalikan manakala otak mengirim sinyal untuk mendinginkan. Setelah helaan nafas panjang, dan memilah, akhirnya hikmah yang di dapat adalah rasa syukur, bahwa ternyata dugaan saya terhadap sikap mas Al meleset sangat jauh.... apa yang membuat saya marah adalah cerminan rasa bersalah saya terhadap Mas Al juga. Artinya, saya mensyukuri bahwa saya bisa menangkap maksud dari sikap Mas Al yang tersembunyi, walaupun dugaan ini bisa saja salah. Tapi paling tidak itu adalah premis saya sementera ini. Hipotesanya adalah Ada hubungan antara kemarahan saya dengan kesimpulan yang saya dapat, sehingga jawaban sementara yang saya dapatkan inilah yang membuat saya marah. Memang harus dibuktikan antara dugaan saya dan penyangkalan Mas Al. Biarkan waktu yang membuktikan apakah saya benar atau mas Al yang kukuh dengan komitmennya itu, aku tunggu saja. Namun, saya akan memenuhi janjiku untuknya, jika mas Al bisa membuktikan bahwa premis saya salah... tapi saya berharap dia tidak pernah bisa membuktikannya.
Apakah maaf yang ditulis lewat smsnya mampu mendinginkan hati saya juga? Entahlah... yang jelas saya berharap dengan menulis ini, saya bisa melupakan soal itu, biasanya apa yang saya tulis akan hilang juga memory itu, semua memory... jadi semacam angin, kenangan akan segera terhapus tak berbekas, setelah semuanya sudah saya tulis, ya semacam angin... semacam angin...
phusss hilang....
Jumat, Juli 17, 2009
Aku benci
Aku benci ketika logika aku bersuara dan mengingatkan, “Hey! Ini hanya ketertarikan fisik semata, pada akhirnya kamu akan tahu, kalian berdua tidak punya anything in common,” harus dimentahkan oleh hati yang berkata, “Jangan hiraukan logikamu.”
Aku benci harus mencari-cari kesalahan kecil yang ada di dalam diri kamu. Kesalahan yang secara desperate aku cari dengan paksa karena aku benci untuk tahu bahwa kamu bisa saja sempurna, kamu bisa saja tanpa cela, dan aku, bisa saja benar-benar jatuh hati kepadamu.
Aku benci jatuh cinta, terutama kepada kamu. Demi Tuhan, aku benci jatuh cinta kepada kamu. Karena, di dalam perasaan menggebu-gebu ini; di balik semua rasa kangen, takut, canggung, yang bergumul di dalam dan meletup pelan-pelan…
aku takut sendirian.
*Tulisan ini terdapat dalam buku Kepada Cinta (Gagasmedia, 2009), buku kumpulan surat cinta dari berbagai macam penulis.ahhh
Gacela of Desperate Love
Federico Garcia Lorca
Translated by W.S. Merwin
The night does not wish to come
so that you cannot come
and I cannot go.
But I will go,
though a scorpion sun should eat my temple.
But you will come
with your tongue burned by the salt rain.
The day does not wish to come
so that you cannot come
and I cannot go.
But I will go
yeilding to the toads my chewed carnation.
But you will come
through the muddy sewers of the darkness.
Neither night nor day wishes to come
so that I may die for you
and you die for me.
Indonesian Version
Note:
This is the version featured in the translated novel
"The Sands of Time" by Sidney Sheldon.
It is only a part of the original.
Malam tak ingin datang
agar kau tak bisa datang
dan aku tak bisa pergi.
Tapi kau akan datang
dengan lidah terbakar hujan garam.
Siang tak ingin menjelang
agar kau tak bisa datang
dan aku tak bisa pergi.
Tapi kau akan datang
lewat lorong-lorong kumuh penuh kegelapan.
Baik siang maupun malam ingin datang
agar aku bisa mati untukmu
dan untukku.
doa
Do'a
Chairil Anwar
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
MengingatMu penuh seluruh
CahayaMu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintuMu aku mengetuk
Aku tak bisa berpaling
aku ingin
AKU INGIN
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Sapardi Djoko Damono)
ADUH KUCING ....
Nah, kembali kepada peristiwa tadi pagi. Sang kucing seperti halnya saudara-saudaranya yang sudah saya buang, (sebetulnya dia juga pernah saya buang berkali-kali, tetapi selalu bisa menemukan jalan pulang ke rumah) juga memiliki sifat rakus. sepetinya dia tidak pernah merasa kenyang. Seperti pagi tadi, setelah menyelesaikan rutinitas memasak untuk sarapan, saya pun menyiapkan makan untuk sang kucing ini. Sang kucing lantas mengeong-ngeong dan berputar-putar diantara kaki saya. Berkali-kali dia meloncat ke meja untuk mencoba makanan yang sedang saya buat.
Tiba-tiba kucing ini menjerit keras, dan mencakar kaki saya. Tentu saja saya kaget, dan saya pun juga berteriak... memanggil suami saya. Ternyata ekorm kucing ini kejiret ujung daster saya yang tanpa saya sadari sudah sobek-sobek karena dicakar. Ujung sobekan itulah yang menjiret ekor kucing ini. Karena ekornya terjiret daster saya, dia tidak bisa lari, hanya mengeong dengan keras. Celakanya kaki dan tangan saya dicakar dan digigit sampai berdarah. Sayapun ketakutan dan berteriak lagi memanggil suami yang tidak muncul-muncul. Kucing ini juga mulai marah dan ketakutan karena ekornya tidak bisa lepas dari daster saya, dan barangkali juga takut mendengar teriakan saya. Jadilah pagi itu teriakan saya dan geraman kucing bersahutan.... saya tidak bisa melangkah karena setiap saya melangkah selalu kaki dan tangan saya dicakar. Sedangkan kucing itupun juga tidak bisa jalan karena ekornya semakin kencang terkait di daster saya yang semakin robek-robek. Saya panik, kucing itu juga semakin marah. Akhirnya suami saya datang dan hanya melihat dengan bengong melihat saya ribut dengan kucing. "Ambil Gunting Mas... tolong ambil gunting...gunting daster saya" teriak saya panik, karena kucing itu samakin buas mencakar dan menggigit kaki saya. Saya semakin jengkel, karena mas Dwi hanya diam saja tidak bereaksi, malah buka kulkas cari makanan kucing. Saya yang saat itu masih pegang pisau berusaha memutus daster yang terlilit di ekor kucing, tapi tidak berhasil malah kucing itu semakin buas. Akhirnya setelah hampir sekujur kaki saya berdarah dan daster robek disana sini, entah bagaimana akhirnya daster yang melilit ekor kucing terlepas... meninggalkan rasa perih dikaki dan darah yang menetes dari jari saya....
Aduh pagi ini saya betul-betul jengkel. Jengkel dengan suami yang bangong saja melihat saya panik. jengkel dengan kucing yang merobek daster dan mencakar serta menggigit kaki dan tangan saya.
Sebetulnya saya suka kucing, tapi bukan yang mencakar begini....
Rabu, Juli 15, 2009
Berkah Malang di Malang
Namun, keesokan harinya Pak Anas tiba-tiba membatalkan untuk ikut, ada acara keluarga alasan dia. Maka, saya pun membatalkan untuk berangkat hari Minggu, rencana tetap seperti di awal, berangkat hari Senin pagi jam 05.00 WIB. Cuma siapa yang sekaligus bisa mengantarkan saya pagi-pagi begini ke Malang? PAk Gafar meminta saya untuk berangkat diantar Pak Mul dengan kendaraan Dinas. Tapi kalau berangkat dengan pak Mul, itu berarti saya tetap merasa berangkat sendiri, karena saya tidak bisa diskusi dengan Pak Mul, karena dia cuma konsentrasi nyupir tok... sedangkan saya butuh orang yang bisa mengurus SPPD 15 lembar itu.
Untunglah ada sohib yang dengan senang hati mau mengantarkan.... sekaligus mengurus SPPD yang 15 lembar itu, namun setelah itu saya mendapatkan berkah malang... ah, berkah kok malang, biasanya berkah kan untung, atau setidaknya mendapatkan sesuatu yang menyenangkan... tapi memang di Malang itu saya mendapatkan berkah malang...saya katakan berkah karena saya kaget dan saya menikmatinya, dan malangnya... ah,biarlah untuk saya sendiri saja...
Minggu, Juli 12, 2009
CINTA Mas DWI.
HAri ini, saya membersihkan berbagai buku, dan bendaa-benda berdebu di atas lemari pakaian. Dan di sana pula saya menemukan kenangan yang membuat saya menangis keras, seseunggukan... Yang membuat saya menangis adalah tiga pucuk surat yang saya taruh di album perkawinan. Surat itu tertulis 23 tahun lalu, ketika saya belum kawin. Dulu ketika saya menerima surat itu saya tidak saja menangis tapi juga bingung antara menerima cintanya dan menolaknya. Sebab saya tidak tahu apakah si penulis surat itu betul-betul mencintai saya atau hanya kasihan... Dan kini setelah saya membacanya lagi, saya merasakan betapa bodohnya saya, selalu mencurigai dirinya. Dan pada surat itu pula entah mengapa saya merasakan betapa dia mencintai saya... maka air mata saya tertumpah ruah baga air bah...
Surat itu
yang pertama tertanggal 25 Mei 1986, begini bunyinya :
Bogor, 25 Mei 1986
Puri,
Suratmu sing isine etungan bon-bonanmu wis tak tampa, engko nek aku bali nang Suroboyo bon-bonn iku arep tak tagih, siapno ae NB-ne.... keadaan mbakyumu apik-apik ae. Foto karo surat kelakun baik ora sido ilang. SUrat-suratm yo wis ditompo (aku mbko ilokno opo Pur nang surat kanggo mbakyumu...awas engko tak bales).... dst.
surat itu sebetulnya dua halaman,dan isinya memberi semangat pada saya agar tetap tabah, dan selalu membuat keajaiban positif. ADa pesan pada surat itu, saya diminta untuk tidak terlalu sering berkorban untuk orang lain.... Ada juga kekecewaan, karena saya tidak mau ikut bersamanya ke Bogor, walaupun sudah dibelikan tiket KA.
Surat ke dua ditulis pada 1 Nopember 1986
Bogor, 1 Nopember 1986
Puri.
Suratmu sudah kuterima, maaf aku terlambat membalasnya bukan arena apa-apa, aku sudah berusaha untuk menulis surat berkali-kali tetapi nggak jadi jadi...dst.
Isi surat itu singkat saja, hanya satu lembar tapi isinya sarat makna. Ada kerinduan pada isi surat itu... (tapi mengapa saat itu saya pura-pura tidak paham...?)
Dan surat yang ke tiga tertulis tanggal 23 Januari 1988
College Park, 23 Januari 1988
Puri sayang,
Akhirnya sampai juga aku di College Park, Maryland setelah melampui perjalanan yang sangat melelahkan selama lk 24 jam dari Jakarta-Hongkong-Tokio-Detroid-Balltimore-College Park....dst.
Surat ini adalah surat yang sangat istimewa, karena dia sudah berani menggambarkan perasaan dan isi hatinya (Sayang, saat itu aku cuma bisa tersenyum.... ketika membaca apalagi jarak yang sangat jauh, aku sempat berpikir, apakah dia akan kembali menemui aku atau jatuh cinta pada mahasiswa di Maryland?. Karena itu selama dua tahun dia kuliah di sana, aku biasa saja, seakan tidak pernah menunggu sang bangau terbang pulang kembali. Aku selalu berusaha untuk tidak berharap terlalu banyak pada dirinya.
Tapi ternyata dugaanku meleset jauh, aku terkesima dia ternyata menemui aku, dan melamar... Dan siang ini ketika aku membaca ulang surat-surat itu yang kusimpan pada album perkawinan kami, aku menangis, dan merasakan betapa besar dan tulus cinta mas Dwi ini.... ketika aku utarakan padanya, dia bilang "Kok baru tahu setelah hampir 25 tahun, sudah punya anak 2 lagi......?"
Ah mas Dwi, maafkan aku....