Seperti biasa, ketika hari libur dan tidak ada rutinitas kantor, saya menyempatkan diri bongkar rumah. Dan kesibukan ini bisa seharian penuh, maklum banyak kertas berceceran di meja komputer, tempat tidur, dan buku-buku yang terserak di berbagai sudut rumah. Mulai dari komik, novel, kamus, koran, majalah, dan berbagai buku ngajar milik mas Dwi dan punya saya sendiri.
HAri ini, saya membersihkan berbagai buku, dan bendaa-benda berdebu di atas lemari pakaian. Dan di sana pula saya menemukan kenangan yang membuat saya menangis keras, seseunggukan... Yang membuat saya menangis adalah tiga pucuk surat yang saya taruh di album perkawinan. Surat itu tertulis 23 tahun lalu, ketika saya belum kawin. Dulu ketika saya menerima surat itu saya tidak saja menangis tapi juga bingung antara menerima cintanya dan menolaknya. Sebab saya tidak tahu apakah si penulis surat itu betul-betul mencintai saya atau hanya kasihan... Dan kini setelah saya membacanya lagi, saya merasakan betapa bodohnya saya, selalu mencurigai dirinya. Dan pada surat itu pula entah mengapa saya merasakan betapa dia mencintai saya... maka air mata saya tertumpah ruah baga air bah...
Surat itu
yang pertama tertanggal 25 Mei 1986, begini bunyinya :
Bogor, 25 Mei 1986
Puri,
Suratmu sing isine etungan bon-bonanmu wis tak tampa, engko nek aku bali nang Suroboyo bon-bonn iku arep tak tagih, siapno ae NB-ne.... keadaan mbakyumu apik-apik ae. Foto karo surat kelakun baik ora sido ilang. SUrat-suratm yo wis ditompo (aku mbko ilokno opo Pur nang surat kanggo mbakyumu...awas engko tak bales).... dst.
surat itu sebetulnya dua halaman,dan isinya memberi semangat pada saya agar tetap tabah, dan selalu membuat keajaiban positif. ADa pesan pada surat itu, saya diminta untuk tidak terlalu sering berkorban untuk orang lain.... Ada juga kekecewaan, karena saya tidak mau ikut bersamanya ke Bogor, walaupun sudah dibelikan tiket KA.
Surat ke dua ditulis pada 1 Nopember 1986
Bogor, 1 Nopember 1986
Puri.
Suratmu sudah kuterima, maaf aku terlambat membalasnya bukan arena apa-apa, aku sudah berusaha untuk menulis surat berkali-kali tetapi nggak jadi jadi...dst.
Isi surat itu singkat saja, hanya satu lembar tapi isinya sarat makna. Ada kerinduan pada isi surat itu... (tapi mengapa saat itu saya pura-pura tidak paham...?)
Dan surat yang ke tiga tertulis tanggal 23 Januari 1988
College Park, 23 Januari 1988
Puri sayang,
Akhirnya sampai juga aku di College Park, Maryland setelah melampui perjalanan yang sangat melelahkan selama lk 24 jam dari Jakarta-Hongkong-Tokio-Detroid-Balltimore-College Park....dst.
Surat ini adalah surat yang sangat istimewa, karena dia sudah berani menggambarkan perasaan dan isi hatinya (Sayang, saat itu aku cuma bisa tersenyum.... ketika membaca apalagi jarak yang sangat jauh, aku sempat berpikir, apakah dia akan kembali menemui aku atau jatuh cinta pada mahasiswa di Maryland?. Karena itu selama dua tahun dia kuliah di sana, aku biasa saja, seakan tidak pernah menunggu sang bangau terbang pulang kembali. Aku selalu berusaha untuk tidak berharap terlalu banyak pada dirinya.
Tapi ternyata dugaanku meleset jauh, aku terkesima dia ternyata menemui aku, dan melamar... Dan siang ini ketika aku membaca ulang surat-surat itu yang kusimpan pada album perkawinan kami, aku menangis, dan merasakan betapa besar dan tulus cinta mas Dwi ini.... ketika aku utarakan padanya, dia bilang "Kok baru tahu setelah hampir 25 tahun, sudah punya anak 2 lagi......?"
Ah mas Dwi, maafkan aku....
HAri ini, saya membersihkan berbagai buku, dan bendaa-benda berdebu di atas lemari pakaian. Dan di sana pula saya menemukan kenangan yang membuat saya menangis keras, seseunggukan... Yang membuat saya menangis adalah tiga pucuk surat yang saya taruh di album perkawinan. Surat itu tertulis 23 tahun lalu, ketika saya belum kawin. Dulu ketika saya menerima surat itu saya tidak saja menangis tapi juga bingung antara menerima cintanya dan menolaknya. Sebab saya tidak tahu apakah si penulis surat itu betul-betul mencintai saya atau hanya kasihan... Dan kini setelah saya membacanya lagi, saya merasakan betapa bodohnya saya, selalu mencurigai dirinya. Dan pada surat itu pula entah mengapa saya merasakan betapa dia mencintai saya... maka air mata saya tertumpah ruah baga air bah...
Surat itu
yang pertama tertanggal 25 Mei 1986, begini bunyinya :
Bogor, 25 Mei 1986
Puri,
Suratmu sing isine etungan bon-bonanmu wis tak tampa, engko nek aku bali nang Suroboyo bon-bonn iku arep tak tagih, siapno ae NB-ne.... keadaan mbakyumu apik-apik ae. Foto karo surat kelakun baik ora sido ilang. SUrat-suratm yo wis ditompo (aku mbko ilokno opo Pur nang surat kanggo mbakyumu...awas engko tak bales).... dst.
surat itu sebetulnya dua halaman,dan isinya memberi semangat pada saya agar tetap tabah, dan selalu membuat keajaiban positif. ADa pesan pada surat itu, saya diminta untuk tidak terlalu sering berkorban untuk orang lain.... Ada juga kekecewaan, karena saya tidak mau ikut bersamanya ke Bogor, walaupun sudah dibelikan tiket KA.
Surat ke dua ditulis pada 1 Nopember 1986
Bogor, 1 Nopember 1986
Puri.
Suratmu sudah kuterima, maaf aku terlambat membalasnya bukan arena apa-apa, aku sudah berusaha untuk menulis surat berkali-kali tetapi nggak jadi jadi...dst.
Isi surat itu singkat saja, hanya satu lembar tapi isinya sarat makna. Ada kerinduan pada isi surat itu... (tapi mengapa saat itu saya pura-pura tidak paham...?)
Dan surat yang ke tiga tertulis tanggal 23 Januari 1988
College Park, 23 Januari 1988
Puri sayang,
Akhirnya sampai juga aku di College Park, Maryland setelah melampui perjalanan yang sangat melelahkan selama lk 24 jam dari Jakarta-Hongkong-Tokio-Detroid-Balltimore-College Park....dst.
Surat ini adalah surat yang sangat istimewa, karena dia sudah berani menggambarkan perasaan dan isi hatinya (Sayang, saat itu aku cuma bisa tersenyum.... ketika membaca apalagi jarak yang sangat jauh, aku sempat berpikir, apakah dia akan kembali menemui aku atau jatuh cinta pada mahasiswa di Maryland?. Karena itu selama dua tahun dia kuliah di sana, aku biasa saja, seakan tidak pernah menunggu sang bangau terbang pulang kembali. Aku selalu berusaha untuk tidak berharap terlalu banyak pada dirinya.
Tapi ternyata dugaanku meleset jauh, aku terkesima dia ternyata menemui aku, dan melamar... Dan siang ini ketika aku membaca ulang surat-surat itu yang kusimpan pada album perkawinan kami, aku menangis, dan merasakan betapa besar dan tulus cinta mas Dwi ini.... ketika aku utarakan padanya, dia bilang "Kok baru tahu setelah hampir 25 tahun, sudah punya anak 2 lagi......?"
Ah mas Dwi, maafkan aku....