Pagi tadi setelah memasak buat sarapan, saya nyiapkan makan buat seekor kucing. Kucing ini barangkali generasi yang ke sekian puluh kali, karena induknya sudah meninggal satu bulan yang lalu. Sang induk sebetulnya adalah kucing yang cukup cantik, dengan bulu yang berwarna belang telon keciklatan dan memiliki mata yang indah. Bulu-bulunya juga lebat, dan lagi dia seekor kucing yang penurut dan tidak rakus. Anehnya, anak-anaknya semua pada rakus dan susah diatur. Karena dia kucing cantik itulah, maka hampir setiap hari ada kucing jantan yang menggodanya. Dan tidak lama kemudian kucing cantik ini hamil. Begitu seterusnya selama hampir 10 tahun. Bayangkan berapa ekor anak yang telah dilahirkan, apalagi sekali melahirkan antara 2-4 ekor. Tapi karena saya tidak mau beternak kucing, maka setiap kali dia melahirkan, dan setelah saya rasa mereka cukup besar dan tidak lagi menyusu pada induknya, maka selalu saya buang ke pasar atau saya berikan ke tetangga. Namun anehnya, anak-anaknya tidak ada yang memiliki sifat lembut seperti induknya. Menurut saya, anak-anaknya, semua kasar dan galak. Beberapa kali saya selalu dicakar.
Nah, kembali kepada peristiwa tadi pagi. Sang kucing seperti halnya saudara-saudaranya yang sudah saya buang, (sebetulnya dia juga pernah saya buang berkali-kali, tetapi selalu bisa menemukan jalan pulang ke rumah) juga memiliki sifat rakus. sepetinya dia tidak pernah merasa kenyang. Seperti pagi tadi, setelah menyelesaikan rutinitas memasak untuk sarapan, saya pun menyiapkan makan untuk sang kucing ini. Sang kucing lantas mengeong-ngeong dan berputar-putar diantara kaki saya. Berkali-kali dia meloncat ke meja untuk mencoba makanan yang sedang saya buat.
Tiba-tiba kucing ini menjerit keras, dan mencakar kaki saya. Tentu saja saya kaget, dan saya pun juga berteriak... memanggil suami saya. Ternyata ekorm kucing ini kejiret ujung daster saya yang tanpa saya sadari sudah sobek-sobek karena dicakar. Ujung sobekan itulah yang menjiret ekor kucing ini. Karena ekornya terjiret daster saya, dia tidak bisa lari, hanya mengeong dengan keras. Celakanya kaki dan tangan saya dicakar dan digigit sampai berdarah. Sayapun ketakutan dan berteriak lagi memanggil suami yang tidak muncul-muncul. Kucing ini juga mulai marah dan ketakutan karena ekornya tidak bisa lepas dari daster saya, dan barangkali juga takut mendengar teriakan saya. Jadilah pagi itu teriakan saya dan geraman kucing bersahutan.... saya tidak bisa melangkah karena setiap saya melangkah selalu kaki dan tangan saya dicakar. Sedangkan kucing itupun juga tidak bisa jalan karena ekornya semakin kencang terkait di daster saya yang semakin robek-robek. Saya panik, kucing itu juga semakin marah. Akhirnya suami saya datang dan hanya melihat dengan bengong melihat saya ribut dengan kucing. "Ambil Gunting Mas... tolong ambil gunting...gunting daster saya" teriak saya panik, karena kucing itu samakin buas mencakar dan menggigit kaki saya. Saya semakin jengkel, karena mas Dwi hanya diam saja tidak bereaksi, malah buka kulkas cari makanan kucing. Saya yang saat itu masih pegang pisau berusaha memutus daster yang terlilit di ekor kucing, tapi tidak berhasil malah kucing itu semakin buas. Akhirnya setelah hampir sekujur kaki saya berdarah dan daster robek disana sini, entah bagaimana akhirnya daster yang melilit ekor kucing terlepas... meninggalkan rasa perih dikaki dan darah yang menetes dari jari saya....
Aduh pagi ini saya betul-betul jengkel. Jengkel dengan suami yang bangong saja melihat saya panik. jengkel dengan kucing yang merobek daster dan mencakar serta menggigit kaki dan tangan saya.
Sebetulnya saya suka kucing, tapi bukan yang mencakar begini....