Tius. Namanya singkat saja. Nama sebenarnya ehhhh siapa ya aku kok lali...barangkali Ign. Sancoyo Raharjo..anehnya dia juga lupa kalo namanya itu Tius. Padahal selama ini aku manggilnya Tius... atau aku yang salah nyebut nama ke dia ya? Entahlah... yang jelas aku bersahabat dengan dia. Banyak cerita lucu tentang kami berdua. Mulai dari dilempar kapur oleh dosen, gara-gara kami ngobrol pas dosen itu nerangkan. Kok ya tahu to dosen itu kalau Tius dan aku ngoborol.. padahal mahasiswa demikian banyak dan aku duduk di deretan bangku tengah, yang aku yakin tubuhku yang waktu itu mungil tertutup oleh punggungnya Darsono yang kekar. Tapi kok ya dosen itu tahu ya kalo Tius dan aku ngobrol. Ternyata pas kami ngoborol itu kepala Tius dekat sekali di kupingku... kemudian teman-teman bilang pak dosennya cemburu... he he he... Sampai kami nonton film The Killing Fields (1984) di Bioskop Istana sebelah kampus yang saat itu cukup bagus walaupun kursinya dari tampar plastik (sekarang nggak ada lagi kursi yang model begini....)Sayangnya Tius lupa kalo pernah nonton film ini. Lha terus aku dulu nonton sama siapa ya... atau jangan-jangan aku nonton tidak sama Tius he he he...
Film ini mendapatkan 3 oscar. Film yang merupakan kisah tentang ladang pembantaian ini adalah kisah nyata Dith Pran seorang dokter yang berjuang hidup lolos dari kekejaman rezim Pol Pot. Selain itu film ini memberikan pesan yang mendalam untuk arti persahabatan, kesetiaan dan juga perjuangan untuk hidup.
Kemana-mana aku selalu digonceng Tius, pulang dari kampus, ke rumah teman, ke tempat kondangan teman yang kawin dan sebagainya. Tapi satu yang aku lupa... apa aku pernah makan berdua sama Tius ya? entahlah... barangkali saking seringnya makan bareng aku jadi lupa... bukan momen bagus sih, beda dengan yang dilempar kapur sama dosen tadi.
Tentu ada pertanyaan apakah kami pacaran? Aku merasa selama ini kami bersahabat saja, walaupun kata Tius ibu-ku pernah memberi peringatan : "Jangan pacaran sama Puri...kalian beda agama…” Aku tidak tahu bagaimana reaksi Tius ketika ibu mengatakan demikian.Tapi nyatanya selama ini kami tidak pacaran,walaupun kemana-mana selalu runtang runtung berdua. Bahkan seuatu ketika Tius pernah bilang naksir sahabatku si Endang cewek manis, tinggi, kacamata rambutnya ekor kuda… siapa namanya…? He he kayak lagu saja.
Tapi memang si Endang ini manis berkacamata, tinggi dan berambut panjang. Kira-kira pas kalau jalan sama Tius yang badannya menjulang. Endang juga sudah aku kasih tahu waktu itu kalau di taksir Tius… tapi entah kenapa kok gak berlanjut. Barangkali si Endang bingung yang sering diboncengi Tius kok aku he he he… Padahal aku pernah bilang ke Endang, kalau aku nggak suka punya pacar teman satu kampus… bosen ketemu terus. Aku lebih suka bersahabat.
Dan bersama Tius ini aku bisa bersahabat dan ngobrol enak tanpa harus terbebani hal yang lain di luar urusan persahabatan. Anehnya sampai sekarang aku belum tahu dimana Tius tinggal selama di Surabaya…padahal dia satu alumni waktu di SMA dulu cuma beda kelas. Aku baru tahu dia satu SMA denganku waktu di kampus itu… dunia yang aneh atau barangkali aku yang bebal ya...
Akhirnya si Tius bercerita kalau naksir tetangganya di Blitar sana. Aku dikasih tahu fotonya, manis, mungil rambutnya ikal (yang sekarang sudah disunting, dan mereka memiliki 3 orang putri yang cakep). Singkat cerita kami sudah mulai jarang bersama apalagi sejak KKL di Bromo kami tidak satu kelompok. Tiba-tiba saja kami tidak lagi dekat…hanya say hello saja. Sampai akhirnya aku lulus dahulu, kemudian aku kerja di kampus, jadi asisten dosen dan ngajar.
Saat itu aku kehilangan seorang sahabat, untung ada Endang yang selalu bersama, kita ngoborol bareng, saling curhat. Sementara itu Tius entah kemana….padahal saat-saat itu waktu yang teramat sulit bagiku untuk melanjutkan hidup, aku butuh teman yang bisa aku percaya untuk aku ajak cerita… saat itu aku berada di titik yang sungguh sulit. Di depan teman-teman aku tampak ceria terutama di depan Endang sahabatku, tapi ketika aku masuk kamar… hanya airmata yang tercurah. Aku tidak berani cerita ke Endang walaupun kami sering bersama, aku tidak ingin membebabni sahabatku ini yang juga mengalami problem tentang kehidupan pribadinya. Saat itu aku hanya bersujud kepada Allah, memohon kekuatan dan mujizat… Aku tidak bisa cerita ke Tius, karena dia sudah tidak pernah terdengar kabar beritanya… yang aku tahu dia ada di Jakarta bekerja menjadi waratwan di salah satu kantor berita di sana. Sepertinya dia pernah mengabari aku ketika menikah, karena ada undangan yang dikirim lewat pos. Kemudian dia mengirimi foto pernikahannya. Tentu saja aku tidak berani berbagi cerita ke Tius, apalagi cerita yang membuatku berurai air mata…
Ketika ngajar (kadang aku masih ingat dia.) Dulu di kampus ini aku dan Tius pernah dilempar kapur oleh dosen, dan itu tidak akan aku lakukan. Karena memang ngajarnya saat ini tidak pakai kapur, pakai laptop... eman-eman laptop-nya kalau dilempar. Mahasiswa disayang saja, seperti ketika aku ambil S-2.. dosen banyak yang sayang he he he... tapi ketika dapat beasiswa unggulan S-3 anakku protes katanya kalau aku mati tidak ditanya lulusan apa, tapi ditanya ngopeni anak-anaknya nggak? weleh... Setelah meminta maaf kepada ITS dan Dikti Pusat akhirnya kesempatan itu tidak aku ambil. Karena memang ada perkuliahan ke LN yang harus aku tempuh dan itu berarti aku akan kehilangan momen penting begi kehidupan anak-anakku... hiks.
Dan Tiba-tiba minggu ini, aku bertemu kembali dengan Tius di fb. Ku coba meng-add sebuah foto yang bergambar ferrari, fellingku mengatakan ini dia temanku yang hilang, karena dia suka ngebut kalau naik motor. Padahal dari sekian nama yang mirp dengan namanya tidak ada satupun yang meguatkan fellingku kecuali si motor ferrari itu... ternyata fellingku masih kuat, benarlah dia si Tius ini. Tapi tidak ada lagi poni yang berserakan di dahinya. Dia ternyata berhasil ber-metamorfosis, aku sampai takjub dan hampir tidak mngenalinya. Tapi ketika dia menelponku... suaranya masih dulu... gayanya dan humornya belum hilang. Kami saling cerita, termasuk kuceritakan juga perjalanan sekolahku S2- dan rencana S-3 yang tidak aku ambil (entah enak rasanya bisa cerita apa saja ke dia... )
Selamat Datang lagi Tius di dunia yang tidak menentu ini (kadang menyebalkan, kadang menyenangkan...) 35 tahun waktu yang cukup lama untuk menggerusku menjadi ekspayet dan kadaluwarsa... hiks.
Kamis, April 29, 2010
Senin, April 19, 2010
Yaya'
Nama sebenarnya Supartien Komaladewi, aku biasa manggil Yaya'. Kami bersahabat sejak kecil. ibuku dan ibunya juga bersahabat. Kami tinggal di Kompleks Angkatan Laut, aku di Ikan Lumba-lumba sedangkan dia di Ikan Cumi-Cumi, karena bapak kami dinas di AL. Bapakku dinas di Biak - Irian Jaya, dan hanya setahun sekali pulang. Ibunya kalo gak salah perawat di rumah sakit AL. Namun demikian, kalo aku sakit ibuku selalu membawaku ke rumahnya untuk disuntik.. atau hanya sekedar memeriksa kondisiku. Aku selalu takut kalo ibuku membawaku ke sana. Aku takut di suntik, karena jarum suntiknya besar dan sakit. Aku suka ditakut-takuti ibuku..."Nanti di suntik Bu Parlan lho..."
Yaya' usianya sebaya denganku, dia anak yang pandai. Aku sering belajar bersama dia terutama bahasa Inggris pelajaran yang aku benci. Sebaliknya dia sangat suka bahasa Inggris. Selain itu Yaya tidak pelit membagi materi ulangan. Di SMP kami tidak sekelas, jika ulangan harian tiba, aku sering tanya soal apa yang akan keluar kepada Yaya. Ini karena kadang kelasnya dia lebih dahulu ulangan sejarah, dan kelasku ulangan matematika. Jadinya kami saling bertukar materi ulangan.
Saking akrabnya, kami hampir setiap hari main bersama. Masa kecil bersama Yaya adalah masa kecil yang terindah... aku ingat kami makan daun kedondong muda, diremas dengan garam. Cari capung dengan lidi yang ujungnya sudah dikasih lem karet, cari kunang-kunang yang menurut orang berasal dari kuku orang mati. Tapi ketika aku dan Yaya memasukkan kunang-kunang kedalam botol, esoknya dia tetap merupakan kunang-kunang... tidak berubah menjadi kuku. Main bekel, main baksodor, main engkle, renang di Porakta Bumi Moro, tempat latihan renang para kadet AL. Mengaji bersama, tarawih, jum'at-an.. Walaupun kami perempuan tapi hampir setiap Jumat kami pergi jumatan di masjid Al IKlash di Tanjung Sadari. Sayangnya ketika SMA dia pindah ke Jakarta, rumah di Ikan cumi-cumi itu masih ditempati kakak-kakaknya. Namun aku dan dia masih melanjutkan pertemuan lewat surat... sampai akhirnya waktu betul-betul memisahkan aku dan dia. Dan aku kehilangan jejaknya....
Anehnya, aku masih sering bermimpi bermain dengannya, kembali ke masa kecilku dulu. Dan semalam aku brwosing kembali mencari namanya siapa tahu aku menemukan dia. Sekitar Jam sepuluh malam aku baru menemukan namanya di fb. Ternyata dia betul-betul sosok wanita mandiri, wanita karir yang luar biasa. Aku kirimi pesan kepadanya melalui fb, dan pagi ini dia kirimi aku e-mail juga menghubungi aku lewat telepon.... Dia dinas di Kementerian Kuangan, melanglang ke belahan dunia. Katanya Amerika, Laos dan Brunai yang belum disinggahi. Sedangkan pendidikan S-2- nya dia ambil di Perancis.... duhhh.... aku iri banget... Tetapi bisa bertemu di fb dan ngobrol sudah sangat melegakan... dia bilang tanggal 30 April ini akan ke surabaya kembali ke Cumi-cumi karena anaknya akan tes di Unair. Kami janjian ketemu. Terimakasih Tuhan...........
Kamis, April 15, 2010
Mbanyol Thokkk
I. Mari pegatan muntiyadi terus rujukan maneh karo romlah.
Masalahe muntiyadi cinta pol karo romlah.
Kapanane ndek kesatuanne muntiyadi, tentara diperintah baris.
Tapi komandan njaluk barisanne dibagi loro.
Barisan sing pertama tentara sing wedi karo bojone.
Barisan sing kedua tentara sing gak wedi karo bojone.
Pas komandan ngecek barisan.
Barisan sing pertama akeh pol…
Barisan sing kedua cuman siji yo muntiyadi
Komandanne takok nang muntiyadi :
Opo’o peno kok gak wedi karo bojo.
“Lho aku iki ndek barisan kedua, dikongkon karo bojoku” Jare muntiyadi
II.
Muntiyadi bingung nggoleki bojone. Mari munyer-munyer sepedaan, akhire ketemu.
Muntiyadi kuaget, tibake Romlah lagi ndhodhok ndhik tengah lapangan, waduh sempel wong iki pikire.
Seko pinggir embong Muntiyadi mbengoki bojone.
"Ooooiii !!! Laopo kon ndhik kono dik" jare Muntiyadi ambek bengok-bengok.
"Lho sampeyan gak kethok tah, aku lagi numpak perahu nang tengah segoro" jare Romlah.
"Waduh dik, mulakno wong ngarani awakmu ndlahom, wong kelakuanmu pancene koyok ngono. Ayok ndhang mulih, ojok ngisin-ngisini aku" jare Muntiyadi emosi.
"Gak gelem aku cak, wong aku lagi enak-enak golek iwak " jare Romlah.
"Mulih tah gak !!!" jare Muntiyadi muntap.
"Gak gelem!! " jare Romlah.
"Tak gibheng lho yo !!!" jare Muntiyadi.
"Rinio lho lek wani !!" jare Romlah.
"Oo... saking ae aku gak isok renang"
III.
Bunali pethuk Wonokairun lagi angon wedhus.
"Mbah, waduh wedhus sampeyan akeh yo ?" jare Bunali
"Yo lumayan " jare si Mbah
"Pira kabehe, Mbah ?" takon Bunali maneh
"Sing putih opo sing ireng ?"
"Sing putih, wis"
"Selawe"'
"Wik, cik akehe. Lha sing ireng?'"
"Podho..." jare Wonokairun ambek ngarit suket
Bunali takon maneh.
"Mangan sukete yo akeh pisan, Mbah.."
"Yo.."
"Pirang kilo mangane sakdino ?"
"Sing putih opo sing ireng ?"
'Sing ireng, wis'
"Yo kiro-kiro limang kiloan"
"Lha sing putih?"
"Podho . . ."
Bunali bingung, laopo lek ditakoni kok kudu mbedakno sing putih tah ireng, wong jawabane yo podho ae.
"Mbah, opoko lek tak takoni perkara wedusmu, sampeyan mesti leren takon sing putih tah sing ireng barang. Padahal masiyo putih utawa ireng, jawabanmu podho terus. Sakjane ngono onok opo?"
"Ngene lho, sing putih iku wehusku..."
"Lha sing ireng ?"
"Podho . . ."
.IV.
Brudin pethuk Wonokairun kate budhal nang sawah.
“Laopo isuk-isuk kok wis mlaku ambek bedhes lungset kumus-kumus ?” jarene Brudin.
“Ooo pancene picek, sing tak tuntun iki jenenge wedhus dhudhuk bedhes !!” jare Wonokairun.
“Lho aku gak takok peno!!. Aku pancene takok nang wedhuse.” jare Brudin. Ooo awas kon yo !! pikire Wonoklairun nggondhok.
Mulih seko sawah, arek loro pethukan maneh. Moro-moro Wonokairun ngentut mak dut !!. Brudin muring-muring.
“Damput, pancene dobol. Ngentut sembarangan” Brudin meh nggeblak gak kuat ambune.
“Saiki kon tak takoni, ngentut iku apik opo elek ?” jare Wonokairun.
“Yo mestine elek mbah..” jarene Brudin.
“Lha mulakno tak buak” jarene Wonokairun.
“Lek misale tak jawab ngentut iku apik, terus opoko ?” takok Brudin.
“Lha mulakno kon tak ke’i….”
V
Stasiun
Wonokairun teko nang stasiun Gubeng, pethukan ambek Brudin dhodholan es.
“Din, sepur nang jakarta wis liwat tah?” takok Wonokairun.
“Wah telat sampeyan mbah, wis budhal jam pitu mau . .” jare Brudin.
“Lek sepur nang banyuwangi wis liwat tah durung ..? takok Wonokairun.
“Lho sik tas ae Mbah, kiro-kiro sepulung menit kepungkur . .” jare Brudin.
“Lek sepur sing nang semarang wis liwat tah durung . .?” takok Wonokairun.
“Oooh lek iku mengko awan jam rolas budhale. Sik tah Mbah, ben sepur sampeyan takokno !! Sampeyan iku sakjane arep nang endhi ? ” Brudin bingung.
“Arep nyabrang . .”
VI
Dhuwik sewu
Wonokairun mbecak mulai isuk sampek awan gak oleh penumpang. Dhuwike kari sewu tapi kerongkongane ketelak pol.
Moro-moro Brudin lewat nyurung rombong es gronjong. “Din, dhuwikku mek sewu, iso gawe tuku es tah ?” jare Wonokairun.
“Iso mbah, tapi es batu thok gathik setrup.” jare Brudin. Medhite rek pikire Wonokairun, uawas kon yo..
Sisuke Wonokairun pethukan ambek Brudin mulih pasar mari kulakan. “Mbah, dhuwikku kari sewu, iso gawe numpak becak tah ?” takok Brudin.”Iso Din, tapi tak pancal thok gathik ngerem…”
VII.
Cegatan
Wonokairun kepingin ngojek, soale lek mbecak royokan penumpang kalah terus. Isuk-isuk Wonokairun wis sliwar-sliwer belajar numpak bronpit. Lagek mlaku sedhiluk, dhadhak wis dicegat pulisi. Tibake pulisine ikut Bunali, tonggone dhewe.
“Mbah, tulung ndelok SIM ambek STNKne ! ” jare Bunali.
“Ono nang dompetku” jare Wonokairun.
“Lek aku mbadhek, sampeyan mesti lali nggak nggowo SIM” jare Bunali.
Mari buka dompet ambek rogoh-rogoh kesak, tibake temenan Wonokairun lalu nggak nggowo SIM.
“Waduh iyo, aku lali nggak nggowo SIM . .” jare Wonokairun.
“Lek ngono sampeyan kudhu tak tilang Mbah” jare Bunali.
“Kon ojo athik ngelamak ambek aku lho yo !!!. Sik tas lulus Watukosek ae wis kemenyek atene nilang !! Gak isok !!!” Wonokairun nguamuk.
Timbangane gegeran, akhire Bunali ngalah, Wonokairun diculno gak sidho ditilang.
Sisuke Wonokairun belajar bronpit maneh.Lagek mlaku sedhiluk, dhadhak wis dicegat Bunali maneh.
“Mbah, tulung ndelok SIM ambek STNKne ! ” jare Bunali.
“Ono nang dompetku” jare Wonokairun.
“Lek aku mbadhek, sampeyan mesti lali nggowo STNK” jare Bunali.
Mari buka dompet ambek rogoh-rogoh kesak, tibake temenan Wonokairun lalu nggak nggowo STNK.
“Waduh iyo, aku lali nggak nggowo STNK . .” jare Wonokairun.
“Lek ngono sampeyan kudhu tak tilang Mbah, iki wis ping pindho sampeyan pelanggaran” jare Bunali.
“Gak isok !!!! Tak pongor mencelat mbalik nang watukosek kon yo !!! ” Wonokairun nguamuk maneh.
Timbangane gegeran, akhire Bunali ngalah, Wonokairun diculno maneh gak sidho ditilang. Sisuke Wonokairun belajar bronpit maneh, saiki wis wani rodho adhoh. Bareng mlaku wis oleh 5 km, dhadhak pethuk Bunali maneh.
“Ayo minggir !!!, Aku saiki wis gak lali, STNK, SIM lengkap kuabeh. Iki lho dheloken, helm, jaket ambek sarung tanganku yo anyar kuabeh. Hayo kate lapo kon !!! ” jare Wonokairun suombong.
“Yo wis mbah, aku yo gak katene nilang sampeyan, tapi aku mbadhek sampeyan sik ono sing lali maneh ” jare Bunali.
“Gak mungkin !! Lali opone . .?” Wonokairun bingung,
“Laopo sampeyan mancal becak ? Lha bronpite endhi ?”
VII
Sore-sore Wonokairun nangis gerung-gerung ndhik pinggir embong ambek napuki sirahe. Gak sui Bunali liwat, begitu ndhelok onok wong tuwek nangis langsung mandhek nakoni.
"Mbah, laopo sampeyan nangis ndhik pinggir embong ?" takok Bunali.
"Aku ndhuwe bojo anyar ndhik omah, sik tas ae tak rabi, umure 20 taun, sik enom, ayu, semlohe. " jare Wonokairun ambek nangis.
"Lho lak enak se sampeyan, laopo kok nangis lho ?" Bunali mulai bingung.
"Ngene lho cak, wis ayu, bojoku iku yo pinter masak. Opo ae kari njaluk, jangan asem, rawon, brengkes, sembarang sing enak-enak pokoke. " jare Wonokairun.
"Lha kurang opo maneh sampeyan Mbah. Ngono kok sik mewek ae." Bunali tambah bingung.
"Mari ngono yo, bojoku iku setia pol ambek aku. Lek onok sing nggudho langsung dikandhakno aku. " jare Wonokairun maneh.
"Lek ngono ceritane, lha terus opoko sampeyan kok nangis gerung-gerung gak mari-mari ?" Bunali wis gak sabar meneh.
"Aku lali ndhik endhi omahku . . . ."
Masalahe muntiyadi cinta pol karo romlah.
Kapanane ndek kesatuanne muntiyadi, tentara diperintah baris.
Tapi komandan njaluk barisanne dibagi loro.
Barisan sing pertama tentara sing wedi karo bojone.
Barisan sing kedua tentara sing gak wedi karo bojone.
Pas komandan ngecek barisan.
Barisan sing pertama akeh pol…
Barisan sing kedua cuman siji yo muntiyadi
Komandanne takok nang muntiyadi :
Opo’o peno kok gak wedi karo bojo.
“Lho aku iki ndek barisan kedua, dikongkon karo bojoku” Jare muntiyadi
II.
Muntiyadi bingung nggoleki bojone. Mari munyer-munyer sepedaan, akhire ketemu.
Muntiyadi kuaget, tibake Romlah lagi ndhodhok ndhik tengah lapangan, waduh sempel wong iki pikire.
Seko pinggir embong Muntiyadi mbengoki bojone.
"Ooooiii !!! Laopo kon ndhik kono dik" jare Muntiyadi ambek bengok-bengok.
"Lho sampeyan gak kethok tah, aku lagi numpak perahu nang tengah segoro" jare Romlah.
"Waduh dik, mulakno wong ngarani awakmu ndlahom, wong kelakuanmu pancene koyok ngono. Ayok ndhang mulih, ojok ngisin-ngisini aku" jare Muntiyadi emosi.
"Gak gelem aku cak, wong aku lagi enak-enak golek iwak " jare Romlah.
"Mulih tah gak !!!" jare Muntiyadi muntap.
"Gak gelem!! " jare Romlah.
"Tak gibheng lho yo !!!" jare Muntiyadi.
"Rinio lho lek wani !!" jare Romlah.
"Oo... saking ae aku gak isok renang"
III.
Bunali pethuk Wonokairun lagi angon wedhus.
"Mbah, waduh wedhus sampeyan akeh yo ?" jare Bunali
"Yo lumayan " jare si Mbah
"Pira kabehe, Mbah ?" takon Bunali maneh
"Sing putih opo sing ireng ?"
"Sing putih, wis"
"Selawe"'
"Wik, cik akehe. Lha sing ireng?'"
"Podho..." jare Wonokairun ambek ngarit suket
Bunali takon maneh.
"Mangan sukete yo akeh pisan, Mbah.."
"Yo.."
"Pirang kilo mangane sakdino ?"
"Sing putih opo sing ireng ?"
'Sing ireng, wis'
"Yo kiro-kiro limang kiloan"
"Lha sing putih?"
"Podho . . ."
Bunali bingung, laopo lek ditakoni kok kudu mbedakno sing putih tah ireng, wong jawabane yo podho ae.
"Mbah, opoko lek tak takoni perkara wedusmu, sampeyan mesti leren takon sing putih tah sing ireng barang. Padahal masiyo putih utawa ireng, jawabanmu podho terus. Sakjane ngono onok opo?"
"Ngene lho, sing putih iku wehusku..."
"Lha sing ireng ?"
"Podho . . ."
.IV.
Brudin pethuk Wonokairun kate budhal nang sawah.
“Laopo isuk-isuk kok wis mlaku ambek bedhes lungset kumus-kumus ?” jarene Brudin.
“Ooo pancene picek, sing tak tuntun iki jenenge wedhus dhudhuk bedhes !!” jare Wonokairun.
“Lho aku gak takok peno!!. Aku pancene takok nang wedhuse.” jare Brudin. Ooo awas kon yo !! pikire Wonoklairun nggondhok.
Mulih seko sawah, arek loro pethukan maneh. Moro-moro Wonokairun ngentut mak dut !!. Brudin muring-muring.
“Damput, pancene dobol. Ngentut sembarangan” Brudin meh nggeblak gak kuat ambune.
“Saiki kon tak takoni, ngentut iku apik opo elek ?” jare Wonokairun.
“Yo mestine elek mbah..” jarene Brudin.
“Lha mulakno tak buak” jarene Wonokairun.
“Lek misale tak jawab ngentut iku apik, terus opoko ?” takok Brudin.
“Lha mulakno kon tak ke’i….”
V
Stasiun
Wonokairun teko nang stasiun Gubeng, pethukan ambek Brudin dhodholan es.
“Din, sepur nang jakarta wis liwat tah?” takok Wonokairun.
“Wah telat sampeyan mbah, wis budhal jam pitu mau . .” jare Brudin.
“Lek sepur nang banyuwangi wis liwat tah durung ..? takok Wonokairun.
“Lho sik tas ae Mbah, kiro-kiro sepulung menit kepungkur . .” jare Brudin.
“Lek sepur sing nang semarang wis liwat tah durung . .?” takok Wonokairun.
“Oooh lek iku mengko awan jam rolas budhale. Sik tah Mbah, ben sepur sampeyan takokno !! Sampeyan iku sakjane arep nang endhi ? ” Brudin bingung.
“Arep nyabrang . .”
VI
Dhuwik sewu
Wonokairun mbecak mulai isuk sampek awan gak oleh penumpang. Dhuwike kari sewu tapi kerongkongane ketelak pol.
Moro-moro Brudin lewat nyurung rombong es gronjong. “Din, dhuwikku mek sewu, iso gawe tuku es tah ?” jare Wonokairun.
“Iso mbah, tapi es batu thok gathik setrup.” jare Brudin. Medhite rek pikire Wonokairun, uawas kon yo..
Sisuke Wonokairun pethukan ambek Brudin mulih pasar mari kulakan. “Mbah, dhuwikku kari sewu, iso gawe numpak becak tah ?” takok Brudin.”Iso Din, tapi tak pancal thok gathik ngerem…”
VII.
Cegatan
Wonokairun kepingin ngojek, soale lek mbecak royokan penumpang kalah terus. Isuk-isuk Wonokairun wis sliwar-sliwer belajar numpak bronpit. Lagek mlaku sedhiluk, dhadhak wis dicegat pulisi. Tibake pulisine ikut Bunali, tonggone dhewe.
“Mbah, tulung ndelok SIM ambek STNKne ! ” jare Bunali.
“Ono nang dompetku” jare Wonokairun.
“Lek aku mbadhek, sampeyan mesti lali nggak nggowo SIM” jare Bunali.
Mari buka dompet ambek rogoh-rogoh kesak, tibake temenan Wonokairun lalu nggak nggowo SIM.
“Waduh iyo, aku lali nggak nggowo SIM . .” jare Wonokairun.
“Lek ngono sampeyan kudhu tak tilang Mbah” jare Bunali.
“Kon ojo athik ngelamak ambek aku lho yo !!!. Sik tas lulus Watukosek ae wis kemenyek atene nilang !! Gak isok !!!” Wonokairun nguamuk.
Timbangane gegeran, akhire Bunali ngalah, Wonokairun diculno gak sidho ditilang.
Sisuke Wonokairun belajar bronpit maneh.Lagek mlaku sedhiluk, dhadhak wis dicegat Bunali maneh.
“Mbah, tulung ndelok SIM ambek STNKne ! ” jare Bunali.
“Ono nang dompetku” jare Wonokairun.
“Lek aku mbadhek, sampeyan mesti lali nggowo STNK” jare Bunali.
Mari buka dompet ambek rogoh-rogoh kesak, tibake temenan Wonokairun lalu nggak nggowo STNK.
“Waduh iyo, aku lali nggak nggowo STNK . .” jare Wonokairun.
“Lek ngono sampeyan kudhu tak tilang Mbah, iki wis ping pindho sampeyan pelanggaran” jare Bunali.
“Gak isok !!!! Tak pongor mencelat mbalik nang watukosek kon yo !!! ” Wonokairun nguamuk maneh.
Timbangane gegeran, akhire Bunali ngalah, Wonokairun diculno maneh gak sidho ditilang. Sisuke Wonokairun belajar bronpit maneh, saiki wis wani rodho adhoh. Bareng mlaku wis oleh 5 km, dhadhak pethuk Bunali maneh.
“Ayo minggir !!!, Aku saiki wis gak lali, STNK, SIM lengkap kuabeh. Iki lho dheloken, helm, jaket ambek sarung tanganku yo anyar kuabeh. Hayo kate lapo kon !!! ” jare Wonokairun suombong.
“Yo wis mbah, aku yo gak katene nilang sampeyan, tapi aku mbadhek sampeyan sik ono sing lali maneh ” jare Bunali.
“Gak mungkin !! Lali opone . .?” Wonokairun bingung,
“Laopo sampeyan mancal becak ? Lha bronpite endhi ?”
VII
Sore-sore Wonokairun nangis gerung-gerung ndhik pinggir embong ambek napuki sirahe. Gak sui Bunali liwat, begitu ndhelok onok wong tuwek nangis langsung mandhek nakoni.
"Mbah, laopo sampeyan nangis ndhik pinggir embong ?" takok Bunali.
"Aku ndhuwe bojo anyar ndhik omah, sik tas ae tak rabi, umure 20 taun, sik enom, ayu, semlohe. " jare Wonokairun ambek nangis.
"Lho lak enak se sampeyan, laopo kok nangis lho ?" Bunali mulai bingung.
"Ngene lho cak, wis ayu, bojoku iku yo pinter masak. Opo ae kari njaluk, jangan asem, rawon, brengkes, sembarang sing enak-enak pokoke. " jare Wonokairun.
"Lha kurang opo maneh sampeyan Mbah. Ngono kok sik mewek ae." Bunali tambah bingung.
"Mari ngono yo, bojoku iku setia pol ambek aku. Lek onok sing nggudho langsung dikandhakno aku. " jare Wonokairun maneh.
"Lek ngono ceritane, lha terus opoko sampeyan kok nangis gerung-gerung gak mari-mari ?" Bunali wis gak sabar meneh.
"Aku lali ndhik endhi omahku . . . ."
Senin, April 12, 2010
HUMOR SUROBOYOAN
Iki banyolan khas Suroboyo, aku download soko internet, mbuh sopo sakjane sing ngarang... lucu polll ha ha ha... aku sampek dikirakno sempel ngguyu dhewe... lah sing nulis sempel, sing moco sempel sisian... iki tak tulis nang blogku.. nek sampeyan nguguyu iku mung onok loro sebabe. Pertama ceritane pancen lucu, kedua sampeyan gak ngerti bahasane... he he he
Kata Pengantar
Derek-derek sedoyo,
Pancene wis diakoni lek arek Suroboyo iku mbanyolan, gak ndhik omah, tandhang
gawe utowo cangkruk. Lha banyolan sing onok ndhik buku iki asale yo seko ngrungokno
omongane konco-konco, sanak kadhang lan tonggo teparo. Embuh mbujuk opo temenan aku
yo gak njamin, sing penting lucu yo tak catet. Banyolan
-banyolan iki yo wis tau disebarno
ndhik mailing list Suroboyoan pimpinan Cak Mujaya Kertadi.
Buku iki dibagi dhadhi papat bagian. Bagian pertama iku isine cerito-cerito khayal.
Ceritone gak masuk akal tapi sing penting lucu. Bagian kedua isine banyolan wong urip
rumah tangga. Peno sing wis rabi koyoke kudhu moco iki, cik gak dibujuki ambek bojo
sampeyan. Sing bagian k
etiga iku isine cerito Wonokairun ambek Bunali. Wonokairun iku
wonge masio tuwek tapi mbethik gak gelem kalah ambek Bunali. Lek sampeyan tau
ngrungokno acara Trio Buluru Radio Susanna, mungkin kenal ambek Wonokairun. Sing
terakhir iku bagian papat sing nyeritakno keluarga Pak Imron sing ndhuwe anak wedho ayu
jenenge Romlah. Keluarga Imron iku kiro-kiro nggambarno keluarga rata -rata wong
Suroboyo sing biasane isine guyon thok.
Umpomo sampeyan isok ngguyu moco buku iki, aku yo melok seneng.
Suwun
1 - Salesman
Kapanane onok Salesman Vaccum Cleaner teko nhik omahku.
Ewangku durung sempet ngomong opo-opo moro-moro salesman iku mau langsung
nyebarno tembelek wedhus ndhik karpet.
Jarene ngene ''Wis pokoke buk, lek sampek vaccum cle anerku iki gak isok nyedot,
tak jamin tak emploke sithok-sithok tembeleke wedhus iku."
Jare ewangku "Peno kepingin didhulit sambel tha ngemploke ?".
"Lho opoko masalae ?'' salesmane takok.
"Lha peno gak ndhelok tha saiki lampu mati ..."
2 – Rasa Stroberi tah . . .?
Pas acara perpisahan arek TK, setiap murid nggowo kado gawe bu gurune.
Sing pertama maju anake pedagang bunga. Bu gurune ngambung kadone ambek
mbedhek,
"Isine kembang yo....".
"Seratus buat bu guru.." jare anake pedagang bunga.
Sing kedua maju anake wong dhodhol mracang. Ambek bu gurune kadone
dikocok-kocok. Wah iki rodok angel mbedheke, pikire.
"Isine permen yo...".
"Pinter bu guru.." jare anake wong dhodhol mracang.
Mari ngono, maju anake wong dhodhol es krim. Pas kadone diangkat, dhadhak
netes. Ambek bu gurune tetesane diincipi.
"Es krime rasa anggur yo..." jare bu gurune kemeruh.
"Salah..." jare areke.
"Rasa stroberi tah...?" bu gurune kemeruh maneh.
"Salah .." jare areke.
"Wis aku nyerah, rasa opo sih iku" takok b u gurune.
"Isinya anak anjing kok bu guru..."
3 - Ngentutan
Yuk Jah lungo perikso nang dokter.
"Opoko sampeyan ning ?'' Jare doktere.
Yuk Jah terus cerito, "Iki lho dok, wis sak wulan iki aku malih ngentutan.
Sak jam isok ping sepuluh aku ngentut. Cumak untunge, entutku iku gak mambu
ambek gak onok suorone, dhadhi gak onok sing ngerti. Lha iki pas aku longgo ndhik
ngarepe sampeyan ae wis ping telu aku ngentut. Tapi sampeyan gak ngerti tho,
mergo iku mau, entutku gak muni ambek gak mambu. Cumak aku malih gak enak
dhewe, mosok arek wedhok ngentutan ".
"Oh, ngono tah.. Lek ngono tebusen resep iki. Seminggu maneh mbaliko rene
maneh" jare doktere.
Pas wis seminggu yuk Jah mbalik maneh nang doktere.
"Wis enakan tah ?" takok doktere.
"Aku gak ngert i obat opo sing dokter kekno wingi, cumak entutku saiki kok
ambune malih bosok gak karuan. Sampek kudhu nggeblak aku. Tapi untunge
entutku sik tetep gak muni", jare yuk Jah.
"Berarti saiki irung sampeyan wis gak buntu maneh. Saiki tebusen resep iki
yo" jare doktere.
"Obat opo maneh iku pak dokter ?" takok yuk Jah.
"Obat kopok.."
4 - Lobang
Sakri ambek Nasip mlaku budhal mancing. Moro-moro Nasip ndhelok onok lobang
guedhe.
"Eh ayok dites jerune sak piro se lobang iki" jare Nasip.
Sakri njupuk watu kali terus diuncalno ndhik lobang mau.
Sui gak onok suorone blas...
"Whuik jerune...," jare Sakri
"Watune kurang gedhe be'e, cobak kelopo" jare Nasip.
Sakri njupuk kelopo terus diuncalno maneh ndhik lobang.
Sepiii gak onok suorone....
"Whuik jerune...," jare Sakri
"Sik golek sing luwih gedhe maneh," jare Nasip.
Mari golek-golek, arek loro iku akhire nemu beton bekas bantalane rel sepur.
Berhubung abhot, betone digotong wong loro terus disurung mlebu lobang.
Tapi yo ngono, suiii gak onok suorone...
"Cik jerune lobang iki.." jare Sakri
Moro-moro seko semak-semak, onok wedhus mlayu katene nubruk arek loro.
Selamete arek loro iku isok ngelesi, tapi sakno wedhuse sing kecemplung lobang.
Kagete jik durung ilang, moro-moro onok Wak Dri nggowo arit takok nang arek loro
iku.
"He rek, kon ndhelok sing nyolong wedhusku tah ? Tak bacoke wonge !!!'',
takok Wak Dri.
"Wah gak ngerti Wak Dri, cumak sik tas ae onok wedhus kecemplung lobang iku"
jare Nasip.
"Oo gak mungkin.. dhudhuk wedhusku lek sing iku, wedhusku mau tak cancang
ndhik betone rel sepur "
5 - Avtur
Uwar ambek Joko koncoan apik, karo-karone kerjo ndhik Lanud Juanda bagian
pengisian BBM Pesawat.
Bengi-bengi pas udhan deres, Juanda sepi gak onok pesawat sing wani mudhun,
wong loro iku malih nganggur gak onok gawean.
"Adem-adem ngene enake ngombe yo" jare Uwar.
"Wah iyo tepak iki. Awakmu tau krungu tah lek avtur iku isok diombe ?" jare
Joko.
"Yo tau se, jarene lek ngombe avtur isok mak busss !!..kon wani nyobak tah
?" Uwar mulai gunggungan.
Mari ngono arek loro mbukak krane truk tanki avtur.
Wis tuwuk ngombe arek loro iku mulih terus keturon.
Isuke pas Uwar tangi, rasane awake sueger kuat.
Moro-moro onok tilpun muni, tibake Joko sing nilpun.
"Yok opo kon War..?" jare Joko
"Wah whuenak, kon yok opo ?" jare Uwar.
"Awakku yo sueger pisan. Kon gak teler tah ?" jare Joko.
"Gak blas, aku yo gak ngelu blas. Wis pokoke enak. Mene nyobak maneh tah ?" jare
Uwar.
"Yo setuju, cumak aku kate takok, kon wis ngentut dhurung ?" takok Joko.
"Dhurung.." jare Uwar.
"Wah gawat iki. Wis pokoke kon ojok sampek ngentut yo. Diempet ae sak
kuatmu. ." jare Joko.
"Lho opoko masalae ..?" Uwar bingung.
"Soale aku saiki ndhik Banjarmasin.."
6 - Argowilis
Onok wong papat podho gak kenale numpak sepur Argowilis jurusan Suroboyo
Bandung.
Sing pertama ibu-ibu umure sekitar 60an. Ketokane termasuk keluarga ningrat lek
ndhelok pacakane.
Sebelahe ibu-ibu iku onok cewek ayu koyok covergirl majalah umure sekitar
20an.
Ndhik ngarepe ibu-ibu iku mau onok tentara berseragam dinas, lengkap karo
tanda jasane. Pokoke berwibawa, umure 50an.
Sebelahe tentara mau onok arek lanang gondrong umure 25an. Ketokane rocker.
Selama perjalanan, wong papat iku ngobrol macem-macem.
Sampek moro-moro sepure mlebu terowongan athik lampune mati, dhadhi petengan
pol. Wong papat iku malih meneng kabeh.
Gak sui moro -moro onok suoro pipi disun terus mari ngono suorone wong
dikaplok PLAK..!!!.
Wis mari ngono sepi maneh.
Sing ibu-ibu iku mau mbatin," Wah hebat arek wedhok sebelahku iki, isok
menjaga harga diri, gak gelem diperlakukan sembarangan".
Sing arek wedhok sebelae yo mbatin pisan,"Gak salah tah, sing ngesun mau
iku, wong onok arek ayu koyok aku kok malah nenek-nenek tuwek sing disun".
Lha sing tentara iku ambek ngusap-ngusap pipine sing kenek kaplok melok
mbatin pisan,"Jangkrik, gak melok ngesun tapi kenek kaplok. Dikiro aku
pengecut tah, lek aku gelem gak usah ngenteni peteng. Wah tersinggung aku".
Arek rocker iku karo ngempet ngguyu melok mbatin pisan,"Kapan maneh rek,
isok ngaplok kolonel gathik konangan. Padahal sing tak sun mau iku tanganku
dhewe".
7 – Mbah Jo
Mbah Jo dirawat ndhik rumah sakit. Jare doktere asmane wis kronis, irunge
sampek dipasangi selang.
Wis pirang-pirang dino iki mbah Jo meneeng ae koyok wong koma, mripate thok sing
ketap-ketip.
Dikiro wis wayahe mangkat, anake nyelukno mudhin ben didungakno.
Pas mudhine enak-enak ndungo, moro-moro Mbah Jo megap-megap gak isok
ambekan, raine pucet, tangane gemeter.
Nganggo bahasa isyarat mbah Jo nirokno wong nulis.
Anake ngerti maksute, langsung dijupukno kertas ambek pulpen. Ambek
megap-megap, mbah Jo nulis surat.
Karo siso-siso tenogone mbah Jo ngekekno surate iku mau nang pak Mudhine.
Ambek Pak Mudhine kertase iku mau langsung disaki, rasane kok gak tepak moco
surat wasiat saiki, pikire pak Mudhin.
Mari ngesaki surat pak Mudhin nerusno ndungone.
Gak sui mari ngono mbah Jo mangkat. Akeh wong sing kelangan, soale masio
sangar, mbah Jo iku wonge apikan.
Pas selametan pitung dinane Mbah Jo, Pak Mudhin diundang maneh.
Mari mimpin ndungo, Pak Mudhin lagek iling lek dhe'e nganggo klambi batik
sing digawe pas mbah Jo mangkat.
Lha ndhik sake lak onok titipan surate Mbah Jo tah, waduh selamet iling aku
rek, pikire pak Mudhin.
"Derek-derek sedoyo, onok surat seko almarhum Mbah Jo sing durung tak
sampekno nang peno kabeh. Lek ndhelok mbah Jo pas uripe, isine mestine nasehat
kanggo anak putune kabeh. Ayok diwoco bareng-bareng isi surate".
Mari ngono pak Mudhin ngerogoh surat ndhik sake, bareng diwoco tibake munine..
HE.. NGALIO DHIN !!! OJOK NGADHEK NDHIK SELANG OXIGENKU !!!
8 - Jin
Mari kekeselen ngerombeng gak oleh-oleh, Kayat katene ngaso ngisore wit
asem, mripate nguantuk, sikile kemeng, wetenge lue.
Sik tas katene keturon, dhadhak sikile ngincak botol. Bareng botole
dijupuk dhadhak metu beluke, Kayat mencolot kuaget.
"Hua ha ha ha, jenengku jin botol, telu panjalukmu bakal tak turuti," jare
jine.
"Gak percoyo aku, paling kon kate mbujuki aku. Biyen aku iki guanteng lan
sugih, lha saiki aku malih ireng mlarat koyok ngene iki mergo dibujuki
ambek jin" jare Kayat.
"Lho biyen iku be'e awakmu pethuk ambek jin kaspo, lha aku iki lak jin
apikan tah, dhadhi wis gak usah khawatir.
Opo maneh awakmu wis kadung koyok ngono, gak bakal isok luwih soro maneh, wis
tah gak rugi pokoke.
Lek gak percoyo, cobaken dhisik ae njaluk opo" jare jine maneh.
"Yo wis, awas lek awakmu mbujuki. Tak gibheng kon !!!. Sing pertama, aku
kepingin ndhuwe dhuwik sak karung," jare Kayat
"Meremo dhiluk.." jare jine. Ting... Pas melek moro -moro ndhik ngarepe
Kayat wis onok dhuwik sak karung, seket ewuan kabeh.
"Sik gak percoyo tah awakmu, saiki njaluk opo maneh .. ?" jare jine.
"Saiki .... aku njaluk omah mewah sak montore, pokoke lengkap sembarange."
jarene Kayat.
"Meremo dhiluk.." jare jine. Ting... Pas melek moro -moro Kayat wis nang
njero omah mewah. Kayat sueneng gak karuan.
"Lha saiki kari sithok panjalukmu sing isok tak turuti, pikiren sing
temenan cik gak getun" jare jine.
Ambek merem-merem mbayangno, Kayat njaluk,"Aku kepingin kulitku malih
putih wudho dirubung wong wedhok akeh".
Pas katene melek, samar-samar Kayat krungu suorone wong wedhok rame ambek
keroso awake dicekel-cekel. Tapi kok mambu iwak pindang, pikire Kayat mulai
curiga.
Bareng melek, Kayat kuaget lha kok wis nang tengah pasar, tibake Kayat wis
dhadhi tahu. . .
Bagian 2 – Urip Bebojoan
1 – Kaspo thok ! ! !
Sudjak pamitan ambek bojone kate tuku rokok sedhiluk.
Mari tuku rokok, dhadhak Sudjak kepethuk bekas pacare biyen.
Gak keroso enak-enak sir siran dhadhak wis jam rolas bengi.
"Waduh blaen iki, isok mencak-mencak bojoku. Aku njaluk wedhakmu sithik." jare
Sudjak ndhik bekas pacare.
Mari njaluk wedhak, Sudjak pamitan mulih.
"Ndhik endhi ae peno iku Cak, tuku rokok nang Hongkong tah ?" bojone mulai purik.
"Ngene lho dhik, mari tuku rokok aku pethuk cewek ayu terus dijak sir siran sampek
lali mulih" jare Sudjak.
"Cak.. cak.. modelmu ae athik sir siran barang.. sik ndhelok tanganmu !!!" jare bojone
Sudjak.
Pas didhelok, tangane Sudjak putih kabeh.
"Kaspo thok . .!!! Mene sampek konangan karambol maneh awas kon yo !!!"
2 – “Rp. 200,000”
Sore-sore jam 3 onok tamu teko omahe Cak No.
"Kulo nuwun. Aku Kusen ning. Cacakmu onok tah ?" jare tamune.
"Sik durung mulih.. diluk ngkas paling, pinarak sik cak.." jare bojone Cak No.
Mari ngono arek loro malih asik ngobrol ambek ngenteni Cak No mulih.
"Sik tah ning, lek tak sawang-sawang sampeyan iku ayu lho athik seksi
pisan'' Kusen mulai ngerayu.
"Peno jok macem-macem lho, tak kandakno bojoku tebhal sampeyan" jare bojone
Cak No.
"Ngene lho ning, aku wis gak tahan maneh. Lek aku oleh sun pipi sampeyan
pisan ae, dhuwik satus ewu iki jupuken" jare Kusen ambek ngetokno seket
ewuan loro.
Pikire bojone Cak No, mek disun thok ae, gak bakal konangan, opomaneh jamane
krismon lak lumayan tah.
"Yo wis, tapi diluk ae yo". jare bojone Cak No. Mari ngesun, Kusen
ngekekno dhuwike.
"Tapi ning, aku sik gak lego lek gak ngesun karo-karone. Lek oleh ngesun
sitoke, tak kei satus ewu maneh" jare Kusen.
Pikire bojone Cak No, yo gak opo-opo se, paling mek diluk koyok mau. Mari
ngesun, Kusen ngetokno satus ewu maneh.
Bojone Cak No sueneng gak karuan, "Sing iki pisan cak... gae bonus", jarene.
Mari ngono Kusen terus pamitan alasane kesuwen ngenteni Cak No gak teko-teko
soale ka tene arep onok urusan liyo.
Gak sui, Cak No mulih. "Cak mau onok konco sampeyan teko jenenge Kusen,
wonge antik pol.." bojone cerito.
"Oh iyo pancen mbethik arek iku.. Jarene kate nyaur utang rongatus ewu, wis
dibayar tah ?."
3 – Mulih Gasik
Munawar, Sapari ambek Kelik kerjo ndhik pabrik paralon.
Arek telu iki wis sui koncoan apik, cumak sayang Kelik wonge rodhok ndlahom sitik.
Arek telu iki niteni, ben dino bosse mesti mulih ndhisiki, jam loro awan
ngono wis amblas.
Sui-sui arek telu iki mangkel kate melok-melok.
"Wis ngene ae rek, mene lek boss moleh awan, kene yo melok mulih awan pisan"
jare Munawar.
Menene temenan, jam loro awan bosse wis mulih. Langsung ae arek telu iku
melok amblas.
Munawar gak moleh tapi langsung nang bengkel mbenakno sekok sepeda montore.
Lek Sapari mek salin thok terus budhal mancing.
Kelik thok sing mulih omah, langsung njujug kamar.
Lawang kamare dibukak alon -alon, karepe kate ngageti bojone.
Dhadhak malah Kelik dhewe sing kaget.
Masalae pas lawange dibukak Kelik ndhelok bojone lagi turu ambek bosse.
Mari ndhelok ngono, Kelik nutup lawange maneh alon-alon terus minggat.
Menene Sapari ngejak mulih gasik maneh, "Lumayan rek aku wingi oleh tombro
gedhe-gedhe".
"Ayok wis, aku tak melok kon mancing ae" jare Munawar.
Kelik thok sing gak gelem "Gak wis, gathik!!!. Kapok aku".
"Lho opoko kon iku.?" takok konco-koncone.
"Soale wingi aku meh konangan.."
4 - Babaran
Bojone Turkan mbobhot guedhe, wis kari ngitung dino.
Jare konco-koncone, onok dukun sekti jenenge Wak So sing isok mindahno
lorone wong ngelairno seko ibuke ndhik bapake jabang bayi.
Mergo kepingin nyenengno bojo, Turkan manut opo jare konco-koncone.
Pas wis wayahe, Turkan ngeterno bojone ndhik nggone Wak So.
Karo Wak So, Turkan ditakoni kiro-kiro sak piro kuate nanggung lorone wong
babaran.
Gawe permulaan Turkan njaluk seprapat dhisik.
Ambek Wak So, Turkan sikile dicancang tali rapia terus dikongkon cekelan
amben sing kuat, soale masio mek seprapat, lorone wis gak ketulungan.
Mari moco aji-aji, Wak So mulai mindahno lorone bojone Turkan sing wis
tambah mules.
Tibake Turkan menter gak bengok-bengok blas. Wak So bingung, cik kuate arek iki.
Malah Turkan njaluk ditambah maneh lorone.
Ambek Wak So dipindahno maneh lorone sampek separo.
Tibake Turkan tetep menter gak keroso loro blas.
Mergo sik keroso kuat, Turkan njaluk ditambah maneh lorone sampek telung
prapat.
Masio bingung Wak So tetep nuruti panjaluke Turkan iku.
Tibake Turkan sik pancet menter, cumak rodhok pucet sitik.
Jarene Turkan, "W is Wak So, lorone kekno aku kabeh ae, cik bojoku gak usah
ngerasakno loro blas".
Mari ambekan dhowo, Wak So ngepolno tenogone gawe mindahno lorone ndhik
Turkan kabeh.
Gak sui ngono bayeke langsung lahir.
Bojone Turkan ketok seger mergo gak loro blas, baye ke yo seger, Turkan yo
sik isok mesam-mesem.
Ambek Wak So, Turkan disalami, "Hebat awakmu nak".
Gak sui Turkan sak keluarga pamitan mulih.
Bareng katene mlebu montor, supire Turkan digugah mueneng ae, tibake wis
mati .....
5 – Bakul Bakwan
Enak-enak turu tengah wengi, anake cak Srondhol nuangis koyok wong kewedhen.
"Aku ngimpi mbah Kakung mati ..." jare anake.
"Wis gathik mewek, turuo maneh, iku ngono mek ngimpi" jare cak Srondhol.
Isuke onok interlokal ngabari lek Bapake Cak Srondhol kenek serangan jantung,
mati.
Minggu ngarepe, anake nangis maneh tengah wengi.
"Aku ngimpi mbah Putri mati...." jare anake.
"Wis tha percoyo aku, iku ngono mek ngimpi, age ndhang turuo maneh" jare cak
Srondhol.
Menene onok interlokal maneh lek ibuke cak Srondhol tibo kepleset ndhik jedhing,
mati pisan.
Mari pitung dhinone ibuke, anake nangis maneh tengah wengi.
"Aku mimpi bapakku mati... " jare anake.
"Koen ojok percoyo ambek ngimpi, wis kono turuo maneh" jare cak Srondhol.
Mari anake turu maneh, genti cak Srondhol sing gak isok turu.
Ketap-ketip, pucet kewedhen dhewe, pas temenan aku kate mati pikire.
Isuke bojone cak Srondhol genti sing nangis berok-berok.
"Opoko koen iku isuk-isuk wis mbrebes mili ?" jare cak Srondhol.
"Iku lho Cak.... bakul bakwan langgananku mati...."
6 - Purik
Sumar lagi enak-enak nontok bal-balan ndhik tv, moro -moro bojone ngeriwuki
"Cak, lampu terase pedhot, tulung pasangno sing anyar po'o".
"Masang lampu ?!!!. Kon kiro aku iki PLN tah...!!! " jare Sumar
muring-muring.
"Yo wis lek gak gelem, ngene ae cak, tulung benakno kran banyu ndhik jeding
po'o cak, eman banyune amber-amber" takok bojone maneh.
"Mbenakno kran ?!!!. Kon kiro aku iki PDAM tah ...!!! " jare Sumar ambek
menteleng.
"Lengo gase yo entek pisan cak, lek sampeyan tuku rokok aku tulung tukokno
pisan po'o cak.."
"Dikandani jek nambeng ae arek iki, kon kiro aku iki PERTAMINA tah ..!!! "
Sumar tambah mangkel.
Mergo mangkel diriwuki terus, Sumar minggat nontok bal-balan ndhik omah
koncone.
Mulih jam loro isuk, Sumar kaget terase wis padhang. Pas wisuh ndhik jeding
banyune yo wis gak amber maneh.
Sumar yo ndhelok lek jerigen lengo gase wis diisi full.
Isuke Sumar takok ambek bojone sopo sing nulungi.
"Ngene lo cak, mari sampeyan minggat mau, aku nuangis ndhik ngarep omah. Mari
ngono onok arek lanang ngganteng teko. De'e takok opoko kok nangis. Aku yo
cerito lek lampuku pedhot, kranku bocor,lengo gasku entek, bojoku purik. Lha de'e
nawakno kate nulungi cumak onok sarate.... " bojone cerito.
"Opo sarate ?" Sumar mulai curiga.
"Sarate iku aku isok milih, nggawekno roti utowo nglencer karo de'e " jare
bojone.
"Lha terus kon nggawekno roti opo..? " Sumar takok maneh.
"Nggawekno roti ?!!!. Kon kiro aku iki Pabrik Roti tah !!!..."
Bagian 3 – Wonokairun ambek Bunali
1 – Ngumbah Kucing
Wonokairun tuku rinso ndhik tokone Bunali.
“Mbah, kok dengaren sampeyan umbah-umbah dhewe ?” takok Bunali.
“Aku katene ngumbah kucing” jare Wonokairun.
“Gak salah tah Mbah.” Bunali bingung.
“Iyo soale kucingku akeh tumane.” Jare Wonokairun.
“Wah yo isok mati kucing sampeyan Mbah” Bunali ngilingno.
“Lho koncoku wingi ngono, yo gak opo-opo” jare Wonokairun.
Mari mbayar, Wonokairun mulih katene ngumbah kucinge.
Sisuke, Wonokairun teko maneh ndhik tokone Bunali kate tuku rokok.
“Yok opo kucing sampeyan Mbah ?” takok Bunali.
“Kucingku mati “ jare Wonokairun.
“Lho lak temen tah. Sampeyan iku tak kandhani gak percoyo. Laopo kucing atik
diumbah ambek rinso, wong onok obat tumo” jare Bunali nyeneni.
“Kucingku mati gak mergo rinso” jare Wonokairun njelasno.
“Opoko lho ??” Bunali gak sabar.
“Tak peres . . . .”
2–Yuyu
Sore-sore Wonokairun dijak ngobrol ambek Bunali.
"Mbah. Jare arek-arek sampeyan wis rabi ping telu. Yo tah ? " takok Bunali.
"Yo bener. Tapi bojoku wis tebhal kabeh. " jare Wonokairun.
"Lho kok isok ?" jare Bunali.
"Sing pertama mati nguntal yuyu. " jare Wonokairun
"Lha sing kedua ?" takok Bunali
"Sing kedua mati nguntal yuyu. " jare Wonokairun.
"Lha sing ketiga yo nguntal yuyu pisan " jare Bunalu kemeruh.
"Gak. Matine mergo tak gibheng." jare Wonokairun.
"Lho opoko ?" takok Bunali.
"Soale gak gelem nguntal yuyu . . ."
3 - Mancing
Sore-sore mari udhan, Wonokairun mancing nang got cilik ndhik ngarepe warunge
Mbok Ten.
Ambek rokokan klobhot, Wonokairun ndhodhok sarungan nyekeli pancinge.
Wong-wong sing katene andhok mesti ndhelok Wonokairun.
Onok sing sakno, onok sing kudhu ngguyu, onok sing ngiro wong gendheng yo onok
sing cuek ae.
Gak sui Bunali teko katene andhok pisan. Bareng ndhelok Wonokairun koyok ngono
langsung gak mentolo.
"Mbah, ayok melok aku mangan, wis tah tak bayari ojok kawatir. " jare Bunali.
Pertama Wonokairun isin-isin gak gelem, tapi mari dibujuk-bujuk akhire gelem.
"Sampeyan pesen panganan opo ae sak senenge," jare Bunali.
Mari mangan warek, Bunali ngejak Wonokairun ngobrol.
"Sampeyan mancing ndhik peceren kono mau mosok onok iwake ?" takok Bunali.
"Yo onok rek !! Lek gak, lha lapo tak belani ndhodhok sarungan sak uwen-uwen. "
jare Wonokairun.
"Mosok se Mbah. Wis oleh iwak piro Sampeyan ?" jare Bunali gak percoyo.
"Awakmu sing ke limo . . ."
4 - Minimarket
Wonokairun lagi blonjo ndhik minimarket cedhak omahe.
Sing dituku tibake daging kalengan gawe pakane kucing.
Pas katene mbayar, Wonokairun ditakoni kasire.
"Mbah, lek sampeyan katene tuku pakan kucing iki, sampeyan kudhu mbuktekno
lek sampeyan iku ndhuwe kucing.
Aku khawatir lek tibake pakan kucing iki sampeyan emplok dhewe. " jare Bunali,
kasire.
Wonokairun gak protes, mulih diluk, mbalike nggendhong kucing dipamerno ndhik
Bunali.
"Iki kucingku " jare Wonokairun ambek mbayar daging kalengan gawe kucinge.
Sisuke Wonokairun teko maneh ndhik minimarket, saiki tuku biskuit balung
pakane asu.
Pas katene mbayar, ditakoni maneh ambek Bunali.
"Mbah, sampeyan ndhuwe asu tah ?. Aku khawatir lek tibake pakan asu iki
sampeyan emplok dhewe. " jare Bunali, kasire.
Wonokairun gak protes, mulih diluk, mbalike nuntun asu dipamerno ndhik Bunali.
"Iki asuku " jare Wonokairun ambek mbayar biskuit balung gawe asune.
Sisuke Wonokairun teko maneh ndhik minimarket, saiki nenteng kardus bekase
indomi sing pinggire dibolongi sak driji.
"Mbah, sampeyan katene tuku pakane ulo tah ? " jare Bunali.
"Iki isine dhudhuk ulo. Cobaken tanganmu lebokno kene lek pingin ngerasakno.
Wis tah tak jamin gak bakal nyatek. " jare Wonokairun.
Pertama Bunali rodhok wedhi, tapi mari dibujuk Wonokairun akhire Bunali
kendhel. Drijine dilebokno ndhik bolongane kerdus.
Tibake njerone onok gembuk-gembuke. Pas drijine ditarik maneh, ambune malih
gak whuenak.
Bunali misuh-misuh gak karuan, " Damput, ancene wong dhobhol, lha laopo aku
sampeyan kongkon ndhemok tembelek."
"Saiki, oleh tah aku tuku tisu kamar mandi ? ".
5 - Pikun
Sore-sore Wonokairun nangis gerung-gerung ndhik pinggir embong ambek
napuki sirahe.
Gak sui Bunali liwat, begitu ndhelok onok wong tuwek nangis langsung mandhek
nakoni.
"Mbah, laopo sampeyan nangis ndhik pinggir embong ?" takok Bunali.
"Aku ndhuwe bojo anyar ndhik omah, sik tas ae tak rabi, umure 20 taun, sik
enom, ayu, semlohe. " jare Wonokairun ambek nangis.
"Lho lak enak se sampeyan, laopo kok nangis lho ?. " Bunali mulai bingung.
"Ngene lho cak, wis ayu, bojoku iku yo pinter masak. Opo ae kari njaluk, jangan
asem, rawon, brengkes, sembarang sing enak-enak pokoke. " jare Wonokairun.
"Lha kurang opo maneh sampeyan Mbah. Ngono kok sik mewek ae. " Bunali
tambah bingung.
"Mari ngono yo, bojoku iku setia pol ambek aku. Lek onok sing nggudho langsung
dikandhakno aku. " jare Wonokairun maneh.
"Lek ngono ceritane, lha terus opoko sampeyan kok nangis gerung-gerung gak
mari-mari ?" Bunali wis gak sabar meneh.
"Masalae aku lali ndhik endhi omahku . . . ."
Bagian 4 – Romlah
1 - Kulit Mungsuh Kulit
Pak Imron ndhuwe anak wedok jenenge Romlah. Anake iki waduh uwayune pol.
Selain iku Pak Imron yo nduwe pembantu jenenge Soleh. Pembantune iki areke
mbethik.
Masio Nakal tapi Soleh iku areke sregep, dikongkon sembarang mesti gelem.
Lha Soleh iku wis suwe ngesir Romlah. Berhubung de'e pembantu dadi Soleh gak
wani nggudho langsung.
Akhire Soleh oleh kesempatan. Pas Romlah turu ndhik kamar, Bapake Romlah
nyeluk Soleh tekok kamare,
"Leh . . Soleh, Bapak jupukno sandal ndhik kamare Romlah cepetan".
"Iyo pak, tak jupukno" jare Soleh, mari ngono Soleh mlebu Nang kamare Romlah
"Lah . . Romlah, aku dikongkon bapak ngesun pipimu" jare Soleh.
Romlah kaget lan gak percoyo, "Leh.. koen ojok kurang ajar lho. Engkok koen tak
kandakno Bapak."
Soleh terus mbengok banter," Pak..pak.. Romlah gak gelem pak."
Bapake Romlah emosi dibengoki Soleh, mari ngono ngomong banter,
"Romlah kekno ae, ojo nbantah perintahe Bapak."
Romlah terpaksa manut, terus pipine disun karo Soleh.
Mari ngesun pipine Romlah, Soleh njupuk sandale terus mblayu nang kamare
Bapak, "Pak.. pak, iki lho sandale sampeyan," jare Soleh.
Mari ngono Pak Imron metu tekok kamar. Pak Imron kaget ndhelok Romlah Nangis,
"Lah.. Romlah awakmu opoko kok Nangis".
"Aku mari diambung karo Soleh", jare Romlah.
"Opoo !!!" jare Bapake Romlah ngamuk, saking ngamuke sampek ngentut duuut.
"Leh ... Soleh koen kok wani ngesun Romlah !!!".
"Pak .. pak, sampeyan ngono ae kok ngamuk, iki lak cuma kulit mongso kulit " jare
Soleh.
Akhire Bapake Romlah gak sidho ngamuk didem-demi Soleh.
Gak suwe ibuke Romlah mulih tekan pasar. Ibuke Romlah kaget pisan ndhelok
Romlah nangis.
Bareng ngerti lek Romlah disun Soleh, Ibuke Romlah terus muntap, duren sing sik
tas dituku dijupuk terus digebekno nang raine Soleh.
Soleh nangis gerung-gerung ngrasakno lorone. Mari ngono Bapake Romlah
ngomong Nang Soleh, "Leh . Soleh, iku lak cumak kulit mongso kulit ae. Mosok
ngono ae wis Nangis".
"Pancene sampeyan iku gendeng Pak !! " jare Soleh ambek nangis.
2 - Gantine Soleh
Mari raine digebeg duren, akhire Soleh njaluk metu. Mari ngono, Pak Imron oleh
ewang anyar jenenge Sutaji. Lha Sutaji iku awake dempal cumak wonge ndlahom,
lek diperentah musti ngelakonine kewalik.
Isuk-isuk, Romlah ambek mboke ngrasani Sutaji.
"Mak, ewange Bapak iku lho wuantik poll wonge. Wingi lak dikongkon Bapak
ngedhuk sumur cik tambah jeru, lha terus lempunge digawe nguruk pekarangan.
Lha pas sore kate ngangsu, Bapak iku muring-muring nggoleki sumure gak onok.
Tibake jare Sutaji, sumure wis diuruk roto. Pekarangane sing malah bogang kabeh.
Ngono Bapak gak wani, jarene wedhi digibheng ".
Mboke Romlah cerito pisan.
"Iku sik gak sepiro, lha wingi iku Sutaji tak kongkon tuku pithik. Aku pesen tulung
brutune buaken, terus susuke simpenen ngisore bantalku.
Dhadhak pas aku katene turu, bantalku kok mbendhol. Tibake bantalku diganjel
brutu. Bareng tak takoni endhi dhuwik susuke. Wis tak buak, jarene."
Pas enak-enak cerito, moro-moro krungu suoro Pak Imron berok-berok ndhik pawon.
"Tulung ! ! Tulung ! ! "
"Waduh blaen iki. Age cepetan, bapakmu selak mlonyoh kabeh" jare mboke
Romlah.
"Lho Bapak lak sik mbangkong se" jare Romlah.
"Iyo. Tapi Sutaji mau tak kongkon nggodhok pohong gawe sarapane Bapakmu !!".
3 – Nginceng
Kamut, Gempil ambek Togog enak-enak cangkruk di sore hari.
Moro-moro Romlah, anake Pak Imron, liwat numpak sepeda.
Arek telu iku langsung ngowo ndhelokno.
" Arek ayune koyok ngono lek turu yok opo yo ?" jare Kamut.
"Lek turu yo merem rek. Lak mosok koyok awakmu, lek turu nyengir koyok jaran"
jare Gempil.
"Maksudku, klamben tah gak ngono lo". jare Kamut.
"Lek ngono, engkok bengi diinceng tah ?" jare Gempil gunggungan.
"Wah iyo rek tepak rek." jare Kamut.
Lha Togog iku awake gedhe tapi wonge gocik.
"Gak melok-melok aku. Mboke sangar rek. Kapanane Soleh digebeg duren raine
bundhas kabeh" jare Togog.
"Omahe lak tingkat. Ngene ae. Awakmu lak gedhe tah. Tugasmu nggendhong aku
ambek Gempil. Aku sing ndhik ndukur.
Lek wis ketok, aku nyeritakno nang Gempil, terus Gempil nyeritakno nang awakmu."
jare Kamut maneh.
"Yo wis setuju." mari ngono arek telu iku buyar ngenteni bengi.
Bengine, sesuai rencana Togog sing paling ngisor, mari ngono Gempil ndhik tengah
terus Kamut paling ndukur.
"Areke lagi surian" Kamut mulai cerito.
"Areke lagi surian" Gempil nerusno ndhik Togog.
"Yo tah?." jarene Togog.
"Areke lagi bukak klambi" Kamut mulai cerito.
"Areke lagi bukak klambi" Gempil nerusno ndhik Togog.
"Mosok se?." jarene Togog, ambek sikile mulai kemeng.
Moro-moro Togog ndhelok onok sentolop seko kadhoan.
"He rek onok Hansip, age cepetan" mari ngono arek telu iku semburat ndhelik.
Mari ngono, Hansipe nggoleki gak ketemu. Onoke mek karung telu.
Ambek Hansipe karunge disuadhuk.
Sing pertama isine Kamut, pas disadhuk munine "Meeoong."
"Oooh kucing tibake" pikire hansipe
Sing keloro isine Gempil, pas disadhuk munine "Guk..guk!."
"Oooh kirik tibake"
Lha sing terakhir iku isine Togog, bingung katene muni opo.
Bareng disadhuk dhadhak munine " Kentaaang !".
4 - Telulas
Sore-sore Sutaji mlebu omah berok-berok, ambek raine ditutupi. Sak omah melok
gupuh kabeh.
Ambek mboke Romlah ditakoki, "Opoko awakmu iku, penc ilakan koyok tandhak
bedhes ?"
Sutaji gak langsung njawab, pas tangane dibukak raine bundhas abang kabeh.
Lambene njedhir getien.
Mari diombeni banyu, Sutaji rodhok adem terus isok cerito ndhik Romlah.
"Ngene lho. Aku lak mari ngandangno wedhuse Bapak ta. Lha aku krungu akeh
arek cilik-cilik bengok-bengok ambek kotekan ngene..telulas teng teng teng... telulas
crek crek crek... telulas teng teng teng . . . terus ae dibolan-baleni. Tak goleki
suarane tibake ndhik njero gardu hansip. Tak dhelok gedheke bolong persis sak
ndhasku.
Saking penasaran onok opo, gardhune tak cedaki, tibake suorone tambah banter...
telulas teng teng teng ... telulas crek crek crek ...terus ae.
Tak pikir paling iku arek-arek lagi totoan. Lagek ae ndhas ku njengongok ndhik
bolongan iku mau, moro -moro arek-arek iku nggepuki raiku ambek kulit duren,
godhong blarak, sapu, panci gosong, kentes hansip sembarang kalir sampek
bundhas kabeh koyok ngene. Pas aku isok narik ndhasku, aku langsung plencing,
mlayu sipat kuping.
Lha mari ngono arek-arek iku mau mbengok maneh . .pat belas teng teng teng... pat
belas crek crek crek...pat belas teng teng teng"
5 - Maling
Mari ngunci kandang sapi, Sutaji mergoki onok arek menek ondho katene mlebu
kamare Romlah.
Ambek Sutaji, ondhone digedrok-gedrok sampek malinge ceblok.
Mari ngono, malinge diseret dilebokno kandang ndhik mburi omah.
Mari klambine dicopoti kabeh, malinge iku mau dicancang nang cagak.
"Kapokmu kapan !!, mene isuk tak lapurno juraganku, saiki turuo ae sing kepeNak"
jare Sutaji.
Isuke Sutaji ngejak bapake Romlah marani maling sing dicancang Sutaji.
Bareng diparani tibake malinge semaput, awake pucet, peok, ambune basin, ambek
dhodhone abhang kabeh.
"Lho Ji, iki Na Togog sing mbiyen nginceng anakku. Waduh saknone arek iki Ji, mari
kon kelamuti tah Ji ?".
"Lha lapo aku ngelamuti maling !!!, sampeyan takokno dhewe Nang areke".
Mari diguyang banyu, malinge tangi maneh. "Opoko kon iku Le?" jare Bapake
Romlah.
"Ampun Pak... sak wengi aku bengok-bengok gak onok sing nulungi. Pedhet
sampeyan iku gak onok mboke tah ?".
6 – Mo Limo
Mari dikelamuti pedhet, Togog dilapurno nang polisi ambek bapake Romlah.
Ambek polisine Togog terus dilebokno penjara.
Tibake penjarane wonge sangar-sangar, brewokan, dempal-dempal akeh tatone.
Isine kiro-kiro satus, onok preman, jagal, bromocorah, korak lan sak panunggalane.
Togog malih wedhi, opo maneh durung tau mlebu penjara.
Pas wayahe antri mangan, Togog mulai oleh konco.
"Awakmu wong anyar yo ?" jare konco anyar iku.
"Iyo . . ." jare Togog.
"Wis gak usah pusing, ndhik penjara iku malah enak. Mangan ditanggung, klambi
dijatah, turu gak mbayar.
Opo maneh ndhik penjara iki awakmu isok nglakoni sing jenenge Mo Limo sak
tuwukmu." jare koncone Togog.
"Lho cik enake. Opo ae acarane ndhik kene ? takon Togog.
"Bengi iki malem Senen, acarane maling. Kabeh Napi ndhik kene saling copet-
copetan. Lha dhuwike bakal digawe main malem Seloso sisuk.
Awakmu arek anyar kudhu isok nyopet dhuwik sing akeh, mergone biasane arek
anyar sing dikongkon dhadhi bandare ", jare koncone Togog.
"Oo gak masalah iku, ndhik kampung aku tau dhadhi bandar buntutan. Tapi lek
digerebeg polisi yok opo ?" jare Togog.
"Katene digerebeg yok opo maneh, wong awakmu wis ndhik penjara. Lha malem
Rebone iku acarane minum. Biasane arek anyar koyok awakmu dikongkon
ngentekno bir limang botol", jare koncone Togog.
"Oo gak masalah iku, sepuluh botol ae sik kuat aku" jare Togog.
"Mari ngono, malem Kemise iku acarane madhat. Pokoke sembarang onok, ganja,
sabu-sabu, heroin, sak tuwukmu", jare koncone Togog.
"Wah tepak wis, lek aku senenge sabu-sabu. Tapi lek kecekel polisi yok opo ?", jare
Togog.
"Lek awakmu nyabu ndhik hotel, pasti digerebeg terus dilebokno penjara. Lha wong
awakmu wis ndhik penjara, katene dilebokno endhi maneh. Wis tah, pokoke aman."
jare koncone Togog.
"Wah sip lek ngono. Lha malem Jum'at acarane opo ? jare Togog.
"Awakmu homo tah dhudhuk ?" takon koncone Togog.
"Ngawur ae, aku iki normal rek !!! " jare Togog.
"Wah berat iki cak ", jare koncone Togog.
"Lho opoko masalae ? " takon Togog.
"Soale malem Jum'at, malem Sabtu ambek malem minggu iku acarane madhon. Lha
biasane arek anyar iku sing dhadhi wedhoke ".
Kata Pengantar
Derek-derek sedoyo,
Pancene wis diakoni lek arek Suroboyo iku mbanyolan, gak ndhik omah, tandhang
gawe utowo cangkruk. Lha banyolan sing onok ndhik buku iki asale yo seko ngrungokno
omongane konco-konco, sanak kadhang lan tonggo teparo. Embuh mbujuk opo temenan aku
yo gak njamin, sing penting lucu yo tak catet. Banyolan
-banyolan iki yo wis tau disebarno
ndhik mailing list Suroboyoan pimpinan Cak Mujaya Kertadi.
Buku iki dibagi dhadhi papat bagian. Bagian pertama iku isine cerito-cerito khayal.
Ceritone gak masuk akal tapi sing penting lucu. Bagian kedua isine banyolan wong urip
rumah tangga. Peno sing wis rabi koyoke kudhu moco iki, cik gak dibujuki ambek bojo
sampeyan. Sing bagian k
etiga iku isine cerito Wonokairun ambek Bunali. Wonokairun iku
wonge masio tuwek tapi mbethik gak gelem kalah ambek Bunali. Lek sampeyan tau
ngrungokno acara Trio Buluru Radio Susanna, mungkin kenal ambek Wonokairun. Sing
terakhir iku bagian papat sing nyeritakno keluarga Pak Imron sing ndhuwe anak wedho ayu
jenenge Romlah. Keluarga Imron iku kiro-kiro nggambarno keluarga rata -rata wong
Suroboyo sing biasane isine guyon thok.
Umpomo sampeyan isok ngguyu moco buku iki, aku yo melok seneng.
Suwun
1 - Salesman
Kapanane onok Salesman Vaccum Cleaner teko nhik omahku.
Ewangku durung sempet ngomong opo-opo moro-moro salesman iku mau langsung
nyebarno tembelek wedhus ndhik karpet.
Jarene ngene ''Wis pokoke buk, lek sampek vaccum cle anerku iki gak isok nyedot,
tak jamin tak emploke sithok-sithok tembeleke wedhus iku."
Jare ewangku "Peno kepingin didhulit sambel tha ngemploke ?".
"Lho opoko masalae ?'' salesmane takok.
"Lha peno gak ndhelok tha saiki lampu mati ..."
2 – Rasa Stroberi tah . . .?
Pas acara perpisahan arek TK, setiap murid nggowo kado gawe bu gurune.
Sing pertama maju anake pedagang bunga. Bu gurune ngambung kadone ambek
mbedhek,
"Isine kembang yo....".
"Seratus buat bu guru.." jare anake pedagang bunga.
Sing kedua maju anake wong dhodhol mracang. Ambek bu gurune kadone
dikocok-kocok. Wah iki rodok angel mbedheke, pikire.
"Isine permen yo...".
"Pinter bu guru.." jare anake wong dhodhol mracang.
Mari ngono, maju anake wong dhodhol es krim. Pas kadone diangkat, dhadhak
netes. Ambek bu gurune tetesane diincipi.
"Es krime rasa anggur yo..." jare bu gurune kemeruh.
"Salah..." jare areke.
"Rasa stroberi tah...?" bu gurune kemeruh maneh.
"Salah .." jare areke.
"Wis aku nyerah, rasa opo sih iku" takok b u gurune.
"Isinya anak anjing kok bu guru..."
3 - Ngentutan
Yuk Jah lungo perikso nang dokter.
"Opoko sampeyan ning ?'' Jare doktere.
Yuk Jah terus cerito, "Iki lho dok, wis sak wulan iki aku malih ngentutan.
Sak jam isok ping sepuluh aku ngentut. Cumak untunge, entutku iku gak mambu
ambek gak onok suorone, dhadhi gak onok sing ngerti. Lha iki pas aku longgo ndhik
ngarepe sampeyan ae wis ping telu aku ngentut. Tapi sampeyan gak ngerti tho,
mergo iku mau, entutku gak muni ambek gak mambu. Cumak aku malih gak enak
dhewe, mosok arek wedhok ngentutan ".
"Oh, ngono tah.. Lek ngono tebusen resep iki. Seminggu maneh mbaliko rene
maneh" jare doktere.
Pas wis seminggu yuk Jah mbalik maneh nang doktere.
"Wis enakan tah ?" takok doktere.
"Aku gak ngert i obat opo sing dokter kekno wingi, cumak entutku saiki kok
ambune malih bosok gak karuan. Sampek kudhu nggeblak aku. Tapi untunge
entutku sik tetep gak muni", jare yuk Jah.
"Berarti saiki irung sampeyan wis gak buntu maneh. Saiki tebusen resep iki
yo" jare doktere.
"Obat opo maneh iku pak dokter ?" takok yuk Jah.
"Obat kopok.."
4 - Lobang
Sakri ambek Nasip mlaku budhal mancing. Moro-moro Nasip ndhelok onok lobang
guedhe.
"Eh ayok dites jerune sak piro se lobang iki" jare Nasip.
Sakri njupuk watu kali terus diuncalno ndhik lobang mau.
Sui gak onok suorone blas...
"Whuik jerune...," jare Sakri
"Watune kurang gedhe be'e, cobak kelopo" jare Nasip.
Sakri njupuk kelopo terus diuncalno maneh ndhik lobang.
Sepiii gak onok suorone....
"Whuik jerune...," jare Sakri
"Sik golek sing luwih gedhe maneh," jare Nasip.
Mari golek-golek, arek loro iku akhire nemu beton bekas bantalane rel sepur.
Berhubung abhot, betone digotong wong loro terus disurung mlebu lobang.
Tapi yo ngono, suiii gak onok suorone...
"Cik jerune lobang iki.." jare Sakri
Moro-moro seko semak-semak, onok wedhus mlayu katene nubruk arek loro.
Selamete arek loro iku isok ngelesi, tapi sakno wedhuse sing kecemplung lobang.
Kagete jik durung ilang, moro-moro onok Wak Dri nggowo arit takok nang arek loro
iku.
"He rek, kon ndhelok sing nyolong wedhusku tah ? Tak bacoke wonge !!!'',
takok Wak Dri.
"Wah gak ngerti Wak Dri, cumak sik tas ae onok wedhus kecemplung lobang iku"
jare Nasip.
"Oo gak mungkin.. dhudhuk wedhusku lek sing iku, wedhusku mau tak cancang
ndhik betone rel sepur "
5 - Avtur
Uwar ambek Joko koncoan apik, karo-karone kerjo ndhik Lanud Juanda bagian
pengisian BBM Pesawat.
Bengi-bengi pas udhan deres, Juanda sepi gak onok pesawat sing wani mudhun,
wong loro iku malih nganggur gak onok gawean.
"Adem-adem ngene enake ngombe yo" jare Uwar.
"Wah iyo tepak iki. Awakmu tau krungu tah lek avtur iku isok diombe ?" jare
Joko.
"Yo tau se, jarene lek ngombe avtur isok mak busss !!..kon wani nyobak tah
?" Uwar mulai gunggungan.
Mari ngono arek loro mbukak krane truk tanki avtur.
Wis tuwuk ngombe arek loro iku mulih terus keturon.
Isuke pas Uwar tangi, rasane awake sueger kuat.
Moro-moro onok tilpun muni, tibake Joko sing nilpun.
"Yok opo kon War..?" jare Joko
"Wah whuenak, kon yok opo ?" jare Uwar.
"Awakku yo sueger pisan. Kon gak teler tah ?" jare Joko.
"Gak blas, aku yo gak ngelu blas. Wis pokoke enak. Mene nyobak maneh tah ?" jare
Uwar.
"Yo setuju, cumak aku kate takok, kon wis ngentut dhurung ?" takok Joko.
"Dhurung.." jare Uwar.
"Wah gawat iki. Wis pokoke kon ojok sampek ngentut yo. Diempet ae sak
kuatmu. ." jare Joko.
"Lho opoko masalae ..?" Uwar bingung.
"Soale aku saiki ndhik Banjarmasin.."
6 - Argowilis
Onok wong papat podho gak kenale numpak sepur Argowilis jurusan Suroboyo
Bandung.
Sing pertama ibu-ibu umure sekitar 60an. Ketokane termasuk keluarga ningrat lek
ndhelok pacakane.
Sebelahe ibu-ibu iku onok cewek ayu koyok covergirl majalah umure sekitar
20an.
Ndhik ngarepe ibu-ibu iku mau onok tentara berseragam dinas, lengkap karo
tanda jasane. Pokoke berwibawa, umure 50an.
Sebelahe tentara mau onok arek lanang gondrong umure 25an. Ketokane rocker.
Selama perjalanan, wong papat iku ngobrol macem-macem.
Sampek moro-moro sepure mlebu terowongan athik lampune mati, dhadhi petengan
pol. Wong papat iku malih meneng kabeh.
Gak sui moro -moro onok suoro pipi disun terus mari ngono suorone wong
dikaplok PLAK..!!!.
Wis mari ngono sepi maneh.
Sing ibu-ibu iku mau mbatin," Wah hebat arek wedhok sebelahku iki, isok
menjaga harga diri, gak gelem diperlakukan sembarangan".
Sing arek wedhok sebelae yo mbatin pisan,"Gak salah tah, sing ngesun mau
iku, wong onok arek ayu koyok aku kok malah nenek-nenek tuwek sing disun".
Lha sing tentara iku ambek ngusap-ngusap pipine sing kenek kaplok melok
mbatin pisan,"Jangkrik, gak melok ngesun tapi kenek kaplok. Dikiro aku
pengecut tah, lek aku gelem gak usah ngenteni peteng. Wah tersinggung aku".
Arek rocker iku karo ngempet ngguyu melok mbatin pisan,"Kapan maneh rek,
isok ngaplok kolonel gathik konangan. Padahal sing tak sun mau iku tanganku
dhewe".
7 – Mbah Jo
Mbah Jo dirawat ndhik rumah sakit. Jare doktere asmane wis kronis, irunge
sampek dipasangi selang.
Wis pirang-pirang dino iki mbah Jo meneeng ae koyok wong koma, mripate thok sing
ketap-ketip.
Dikiro wis wayahe mangkat, anake nyelukno mudhin ben didungakno.
Pas mudhine enak-enak ndungo, moro-moro Mbah Jo megap-megap gak isok
ambekan, raine pucet, tangane gemeter.
Nganggo bahasa isyarat mbah Jo nirokno wong nulis.
Anake ngerti maksute, langsung dijupukno kertas ambek pulpen. Ambek
megap-megap, mbah Jo nulis surat.
Karo siso-siso tenogone mbah Jo ngekekno surate iku mau nang pak Mudhine.
Ambek Pak Mudhine kertase iku mau langsung disaki, rasane kok gak tepak moco
surat wasiat saiki, pikire pak Mudhin.
Mari ngesaki surat pak Mudhin nerusno ndungone.
Gak sui mari ngono mbah Jo mangkat. Akeh wong sing kelangan, soale masio
sangar, mbah Jo iku wonge apikan.
Pas selametan pitung dinane Mbah Jo, Pak Mudhin diundang maneh.
Mari mimpin ndungo, Pak Mudhin lagek iling lek dhe'e nganggo klambi batik
sing digawe pas mbah Jo mangkat.
Lha ndhik sake lak onok titipan surate Mbah Jo tah, waduh selamet iling aku
rek, pikire pak Mudhin.
"Derek-derek sedoyo, onok surat seko almarhum Mbah Jo sing durung tak
sampekno nang peno kabeh. Lek ndhelok mbah Jo pas uripe, isine mestine nasehat
kanggo anak putune kabeh. Ayok diwoco bareng-bareng isi surate".
Mari ngono pak Mudhin ngerogoh surat ndhik sake, bareng diwoco tibake munine..
HE.. NGALIO DHIN !!! OJOK NGADHEK NDHIK SELANG OXIGENKU !!!
8 - Jin
Mari kekeselen ngerombeng gak oleh-oleh, Kayat katene ngaso ngisore wit
asem, mripate nguantuk, sikile kemeng, wetenge lue.
Sik tas katene keturon, dhadhak sikile ngincak botol. Bareng botole
dijupuk dhadhak metu beluke, Kayat mencolot kuaget.
"Hua ha ha ha, jenengku jin botol, telu panjalukmu bakal tak turuti," jare
jine.
"Gak percoyo aku, paling kon kate mbujuki aku. Biyen aku iki guanteng lan
sugih, lha saiki aku malih ireng mlarat koyok ngene iki mergo dibujuki
ambek jin" jare Kayat.
"Lho biyen iku be'e awakmu pethuk ambek jin kaspo, lha aku iki lak jin
apikan tah, dhadhi wis gak usah khawatir.
Opo maneh awakmu wis kadung koyok ngono, gak bakal isok luwih soro maneh, wis
tah gak rugi pokoke.
Lek gak percoyo, cobaken dhisik ae njaluk opo" jare jine maneh.
"Yo wis, awas lek awakmu mbujuki. Tak gibheng kon !!!. Sing pertama, aku
kepingin ndhuwe dhuwik sak karung," jare Kayat
"Meremo dhiluk.." jare jine. Ting... Pas melek moro -moro ndhik ngarepe
Kayat wis onok dhuwik sak karung, seket ewuan kabeh.
"Sik gak percoyo tah awakmu, saiki njaluk opo maneh .. ?" jare jine.
"Saiki .... aku njaluk omah mewah sak montore, pokoke lengkap sembarange."
jarene Kayat.
"Meremo dhiluk.." jare jine. Ting... Pas melek moro -moro Kayat wis nang
njero omah mewah. Kayat sueneng gak karuan.
"Lha saiki kari sithok panjalukmu sing isok tak turuti, pikiren sing
temenan cik gak getun" jare jine.
Ambek merem-merem mbayangno, Kayat njaluk,"Aku kepingin kulitku malih
putih wudho dirubung wong wedhok akeh".
Pas katene melek, samar-samar Kayat krungu suorone wong wedhok rame ambek
keroso awake dicekel-cekel. Tapi kok mambu iwak pindang, pikire Kayat mulai
curiga.
Bareng melek, Kayat kuaget lha kok wis nang tengah pasar, tibake Kayat wis
dhadhi tahu. . .
Bagian 2 – Urip Bebojoan
1 – Kaspo thok ! ! !
Sudjak pamitan ambek bojone kate tuku rokok sedhiluk.
Mari tuku rokok, dhadhak Sudjak kepethuk bekas pacare biyen.
Gak keroso enak-enak sir siran dhadhak wis jam rolas bengi.
"Waduh blaen iki, isok mencak-mencak bojoku. Aku njaluk wedhakmu sithik." jare
Sudjak ndhik bekas pacare.
Mari njaluk wedhak, Sudjak pamitan mulih.
"Ndhik endhi ae peno iku Cak, tuku rokok nang Hongkong tah ?" bojone mulai purik.
"Ngene lho dhik, mari tuku rokok aku pethuk cewek ayu terus dijak sir siran sampek
lali mulih" jare Sudjak.
"Cak.. cak.. modelmu ae athik sir siran barang.. sik ndhelok tanganmu !!!" jare bojone
Sudjak.
Pas didhelok, tangane Sudjak putih kabeh.
"Kaspo thok . .!!! Mene sampek konangan karambol maneh awas kon yo !!!"
2 – “Rp. 200,000”
Sore-sore jam 3 onok tamu teko omahe Cak No.
"Kulo nuwun. Aku Kusen ning. Cacakmu onok tah ?" jare tamune.
"Sik durung mulih.. diluk ngkas paling, pinarak sik cak.." jare bojone Cak No.
Mari ngono arek loro malih asik ngobrol ambek ngenteni Cak No mulih.
"Sik tah ning, lek tak sawang-sawang sampeyan iku ayu lho athik seksi
pisan'' Kusen mulai ngerayu.
"Peno jok macem-macem lho, tak kandakno bojoku tebhal sampeyan" jare bojone
Cak No.
"Ngene lho ning, aku wis gak tahan maneh. Lek aku oleh sun pipi sampeyan
pisan ae, dhuwik satus ewu iki jupuken" jare Kusen ambek ngetokno seket
ewuan loro.
Pikire bojone Cak No, mek disun thok ae, gak bakal konangan, opomaneh jamane
krismon lak lumayan tah.
"Yo wis, tapi diluk ae yo". jare bojone Cak No. Mari ngesun, Kusen
ngekekno dhuwike.
"Tapi ning, aku sik gak lego lek gak ngesun karo-karone. Lek oleh ngesun
sitoke, tak kei satus ewu maneh" jare Kusen.
Pikire bojone Cak No, yo gak opo-opo se, paling mek diluk koyok mau. Mari
ngesun, Kusen ngetokno satus ewu maneh.
Bojone Cak No sueneng gak karuan, "Sing iki pisan cak... gae bonus", jarene.
Mari ngono Kusen terus pamitan alasane kesuwen ngenteni Cak No gak teko-teko
soale ka tene arep onok urusan liyo.
Gak sui, Cak No mulih. "Cak mau onok konco sampeyan teko jenenge Kusen,
wonge antik pol.." bojone cerito.
"Oh iyo pancen mbethik arek iku.. Jarene kate nyaur utang rongatus ewu, wis
dibayar tah ?."
3 – Mulih Gasik
Munawar, Sapari ambek Kelik kerjo ndhik pabrik paralon.
Arek telu iki wis sui koncoan apik, cumak sayang Kelik wonge rodhok ndlahom sitik.
Arek telu iki niteni, ben dino bosse mesti mulih ndhisiki, jam loro awan
ngono wis amblas.
Sui-sui arek telu iki mangkel kate melok-melok.
"Wis ngene ae rek, mene lek boss moleh awan, kene yo melok mulih awan pisan"
jare Munawar.
Menene temenan, jam loro awan bosse wis mulih. Langsung ae arek telu iku
melok amblas.
Munawar gak moleh tapi langsung nang bengkel mbenakno sekok sepeda montore.
Lek Sapari mek salin thok terus budhal mancing.
Kelik thok sing mulih omah, langsung njujug kamar.
Lawang kamare dibukak alon -alon, karepe kate ngageti bojone.
Dhadhak malah Kelik dhewe sing kaget.
Masalae pas lawange dibukak Kelik ndhelok bojone lagi turu ambek bosse.
Mari ndhelok ngono, Kelik nutup lawange maneh alon-alon terus minggat.
Menene Sapari ngejak mulih gasik maneh, "Lumayan rek aku wingi oleh tombro
gedhe-gedhe".
"Ayok wis, aku tak melok kon mancing ae" jare Munawar.
Kelik thok sing gak gelem "Gak wis, gathik!!!. Kapok aku".
"Lho opoko kon iku.?" takok konco-koncone.
"Soale wingi aku meh konangan.."
4 - Babaran
Bojone Turkan mbobhot guedhe, wis kari ngitung dino.
Jare konco-koncone, onok dukun sekti jenenge Wak So sing isok mindahno
lorone wong ngelairno seko ibuke ndhik bapake jabang bayi.
Mergo kepingin nyenengno bojo, Turkan manut opo jare konco-koncone.
Pas wis wayahe, Turkan ngeterno bojone ndhik nggone Wak So.
Karo Wak So, Turkan ditakoni kiro-kiro sak piro kuate nanggung lorone wong
babaran.
Gawe permulaan Turkan njaluk seprapat dhisik.
Ambek Wak So, Turkan sikile dicancang tali rapia terus dikongkon cekelan
amben sing kuat, soale masio mek seprapat, lorone wis gak ketulungan.
Mari moco aji-aji, Wak So mulai mindahno lorone bojone Turkan sing wis
tambah mules.
Tibake Turkan menter gak bengok-bengok blas. Wak So bingung, cik kuate arek iki.
Malah Turkan njaluk ditambah maneh lorone.
Ambek Wak So dipindahno maneh lorone sampek separo.
Tibake Turkan tetep menter gak keroso loro blas.
Mergo sik keroso kuat, Turkan njaluk ditambah maneh lorone sampek telung
prapat.
Masio bingung Wak So tetep nuruti panjaluke Turkan iku.
Tibake Turkan sik pancet menter, cumak rodhok pucet sitik.
Jarene Turkan, "W is Wak So, lorone kekno aku kabeh ae, cik bojoku gak usah
ngerasakno loro blas".
Mari ambekan dhowo, Wak So ngepolno tenogone gawe mindahno lorone ndhik
Turkan kabeh.
Gak sui ngono bayeke langsung lahir.
Bojone Turkan ketok seger mergo gak loro blas, baye ke yo seger, Turkan yo
sik isok mesam-mesem.
Ambek Wak So, Turkan disalami, "Hebat awakmu nak".
Gak sui Turkan sak keluarga pamitan mulih.
Bareng katene mlebu montor, supire Turkan digugah mueneng ae, tibake wis
mati .....
5 – Bakul Bakwan
Enak-enak turu tengah wengi, anake cak Srondhol nuangis koyok wong kewedhen.
"Aku ngimpi mbah Kakung mati ..." jare anake.
"Wis gathik mewek, turuo maneh, iku ngono mek ngimpi" jare cak Srondhol.
Isuke onok interlokal ngabari lek Bapake Cak Srondhol kenek serangan jantung,
mati.
Minggu ngarepe, anake nangis maneh tengah wengi.
"Aku ngimpi mbah Putri mati...." jare anake.
"Wis tha percoyo aku, iku ngono mek ngimpi, age ndhang turuo maneh" jare cak
Srondhol.
Menene onok interlokal maneh lek ibuke cak Srondhol tibo kepleset ndhik jedhing,
mati pisan.
Mari pitung dhinone ibuke, anake nangis maneh tengah wengi.
"Aku mimpi bapakku mati... " jare anake.
"Koen ojok percoyo ambek ngimpi, wis kono turuo maneh" jare cak Srondhol.
Mari anake turu maneh, genti cak Srondhol sing gak isok turu.
Ketap-ketip, pucet kewedhen dhewe, pas temenan aku kate mati pikire.
Isuke bojone cak Srondhol genti sing nangis berok-berok.
"Opoko koen iku isuk-isuk wis mbrebes mili ?" jare cak Srondhol.
"Iku lho Cak.... bakul bakwan langgananku mati...."
6 - Purik
Sumar lagi enak-enak nontok bal-balan ndhik tv, moro -moro bojone ngeriwuki
"Cak, lampu terase pedhot, tulung pasangno sing anyar po'o".
"Masang lampu ?!!!. Kon kiro aku iki PLN tah...!!! " jare Sumar
muring-muring.
"Yo wis lek gak gelem, ngene ae cak, tulung benakno kran banyu ndhik jeding
po'o cak, eman banyune amber-amber" takok bojone maneh.
"Mbenakno kran ?!!!. Kon kiro aku iki PDAM tah ...!!! " jare Sumar ambek
menteleng.
"Lengo gase yo entek pisan cak, lek sampeyan tuku rokok aku tulung tukokno
pisan po'o cak.."
"Dikandani jek nambeng ae arek iki, kon kiro aku iki PERTAMINA tah ..!!! "
Sumar tambah mangkel.
Mergo mangkel diriwuki terus, Sumar minggat nontok bal-balan ndhik omah
koncone.
Mulih jam loro isuk, Sumar kaget terase wis padhang. Pas wisuh ndhik jeding
banyune yo wis gak amber maneh.
Sumar yo ndhelok lek jerigen lengo gase wis diisi full.
Isuke Sumar takok ambek bojone sopo sing nulungi.
"Ngene lo cak, mari sampeyan minggat mau, aku nuangis ndhik ngarep omah. Mari
ngono onok arek lanang ngganteng teko. De'e takok opoko kok nangis. Aku yo
cerito lek lampuku pedhot, kranku bocor,lengo gasku entek, bojoku purik. Lha de'e
nawakno kate nulungi cumak onok sarate.... " bojone cerito.
"Opo sarate ?" Sumar mulai curiga.
"Sarate iku aku isok milih, nggawekno roti utowo nglencer karo de'e " jare
bojone.
"Lha terus kon nggawekno roti opo..? " Sumar takok maneh.
"Nggawekno roti ?!!!. Kon kiro aku iki Pabrik Roti tah !!!..."
Bagian 3 – Wonokairun ambek Bunali
1 – Ngumbah Kucing
Wonokairun tuku rinso ndhik tokone Bunali.
“Mbah, kok dengaren sampeyan umbah-umbah dhewe ?” takok Bunali.
“Aku katene ngumbah kucing” jare Wonokairun.
“Gak salah tah Mbah.” Bunali bingung.
“Iyo soale kucingku akeh tumane.” Jare Wonokairun.
“Wah yo isok mati kucing sampeyan Mbah” Bunali ngilingno.
“Lho koncoku wingi ngono, yo gak opo-opo” jare Wonokairun.
Mari mbayar, Wonokairun mulih katene ngumbah kucinge.
Sisuke, Wonokairun teko maneh ndhik tokone Bunali kate tuku rokok.
“Yok opo kucing sampeyan Mbah ?” takok Bunali.
“Kucingku mati “ jare Wonokairun.
“Lho lak temen tah. Sampeyan iku tak kandhani gak percoyo. Laopo kucing atik
diumbah ambek rinso, wong onok obat tumo” jare Bunali nyeneni.
“Kucingku mati gak mergo rinso” jare Wonokairun njelasno.
“Opoko lho ??” Bunali gak sabar.
“Tak peres . . . .”
2–Yuyu
Sore-sore Wonokairun dijak ngobrol ambek Bunali.
"Mbah. Jare arek-arek sampeyan wis rabi ping telu. Yo tah ? " takok Bunali.
"Yo bener. Tapi bojoku wis tebhal kabeh. " jare Wonokairun.
"Lho kok isok ?" jare Bunali.
"Sing pertama mati nguntal yuyu. " jare Wonokairun
"Lha sing kedua ?" takok Bunali
"Sing kedua mati nguntal yuyu. " jare Wonokairun.
"Lha sing ketiga yo nguntal yuyu pisan " jare Bunalu kemeruh.
"Gak. Matine mergo tak gibheng." jare Wonokairun.
"Lho opoko ?" takok Bunali.
"Soale gak gelem nguntal yuyu . . ."
3 - Mancing
Sore-sore mari udhan, Wonokairun mancing nang got cilik ndhik ngarepe warunge
Mbok Ten.
Ambek rokokan klobhot, Wonokairun ndhodhok sarungan nyekeli pancinge.
Wong-wong sing katene andhok mesti ndhelok Wonokairun.
Onok sing sakno, onok sing kudhu ngguyu, onok sing ngiro wong gendheng yo onok
sing cuek ae.
Gak sui Bunali teko katene andhok pisan. Bareng ndhelok Wonokairun koyok ngono
langsung gak mentolo.
"Mbah, ayok melok aku mangan, wis tah tak bayari ojok kawatir. " jare Bunali.
Pertama Wonokairun isin-isin gak gelem, tapi mari dibujuk-bujuk akhire gelem.
"Sampeyan pesen panganan opo ae sak senenge," jare Bunali.
Mari mangan warek, Bunali ngejak Wonokairun ngobrol.
"Sampeyan mancing ndhik peceren kono mau mosok onok iwake ?" takok Bunali.
"Yo onok rek !! Lek gak, lha lapo tak belani ndhodhok sarungan sak uwen-uwen. "
jare Wonokairun.
"Mosok se Mbah. Wis oleh iwak piro Sampeyan ?" jare Bunali gak percoyo.
"Awakmu sing ke limo . . ."
4 - Minimarket
Wonokairun lagi blonjo ndhik minimarket cedhak omahe.
Sing dituku tibake daging kalengan gawe pakane kucing.
Pas katene mbayar, Wonokairun ditakoni kasire.
"Mbah, lek sampeyan katene tuku pakan kucing iki, sampeyan kudhu mbuktekno
lek sampeyan iku ndhuwe kucing.
Aku khawatir lek tibake pakan kucing iki sampeyan emplok dhewe. " jare Bunali,
kasire.
Wonokairun gak protes, mulih diluk, mbalike nggendhong kucing dipamerno ndhik
Bunali.
"Iki kucingku " jare Wonokairun ambek mbayar daging kalengan gawe kucinge.
Sisuke Wonokairun teko maneh ndhik minimarket, saiki tuku biskuit balung
pakane asu.
Pas katene mbayar, ditakoni maneh ambek Bunali.
"Mbah, sampeyan ndhuwe asu tah ?. Aku khawatir lek tibake pakan asu iki
sampeyan emplok dhewe. " jare Bunali, kasire.
Wonokairun gak protes, mulih diluk, mbalike nuntun asu dipamerno ndhik Bunali.
"Iki asuku " jare Wonokairun ambek mbayar biskuit balung gawe asune.
Sisuke Wonokairun teko maneh ndhik minimarket, saiki nenteng kardus bekase
indomi sing pinggire dibolongi sak driji.
"Mbah, sampeyan katene tuku pakane ulo tah ? " jare Bunali.
"Iki isine dhudhuk ulo. Cobaken tanganmu lebokno kene lek pingin ngerasakno.
Wis tah tak jamin gak bakal nyatek. " jare Wonokairun.
Pertama Bunali rodhok wedhi, tapi mari dibujuk Wonokairun akhire Bunali
kendhel. Drijine dilebokno ndhik bolongane kerdus.
Tibake njerone onok gembuk-gembuke. Pas drijine ditarik maneh, ambune malih
gak whuenak.
Bunali misuh-misuh gak karuan, " Damput, ancene wong dhobhol, lha laopo aku
sampeyan kongkon ndhemok tembelek."
"Saiki, oleh tah aku tuku tisu kamar mandi ? ".
5 - Pikun
Sore-sore Wonokairun nangis gerung-gerung ndhik pinggir embong ambek
napuki sirahe.
Gak sui Bunali liwat, begitu ndhelok onok wong tuwek nangis langsung mandhek
nakoni.
"Mbah, laopo sampeyan nangis ndhik pinggir embong ?" takok Bunali.
"Aku ndhuwe bojo anyar ndhik omah, sik tas ae tak rabi, umure 20 taun, sik
enom, ayu, semlohe. " jare Wonokairun ambek nangis.
"Lho lak enak se sampeyan, laopo kok nangis lho ?. " Bunali mulai bingung.
"Ngene lho cak, wis ayu, bojoku iku yo pinter masak. Opo ae kari njaluk, jangan
asem, rawon, brengkes, sembarang sing enak-enak pokoke. " jare Wonokairun.
"Lha kurang opo maneh sampeyan Mbah. Ngono kok sik mewek ae. " Bunali
tambah bingung.
"Mari ngono yo, bojoku iku setia pol ambek aku. Lek onok sing nggudho langsung
dikandhakno aku. " jare Wonokairun maneh.
"Lek ngono ceritane, lha terus opoko sampeyan kok nangis gerung-gerung gak
mari-mari ?" Bunali wis gak sabar meneh.
"Masalae aku lali ndhik endhi omahku . . . ."
Bagian 4 – Romlah
1 - Kulit Mungsuh Kulit
Pak Imron ndhuwe anak wedok jenenge Romlah. Anake iki waduh uwayune pol.
Selain iku Pak Imron yo nduwe pembantu jenenge Soleh. Pembantune iki areke
mbethik.
Masio Nakal tapi Soleh iku areke sregep, dikongkon sembarang mesti gelem.
Lha Soleh iku wis suwe ngesir Romlah. Berhubung de'e pembantu dadi Soleh gak
wani nggudho langsung.
Akhire Soleh oleh kesempatan. Pas Romlah turu ndhik kamar, Bapake Romlah
nyeluk Soleh tekok kamare,
"Leh . . Soleh, Bapak jupukno sandal ndhik kamare Romlah cepetan".
"Iyo pak, tak jupukno" jare Soleh, mari ngono Soleh mlebu Nang kamare Romlah
"Lah . . Romlah, aku dikongkon bapak ngesun pipimu" jare Soleh.
Romlah kaget lan gak percoyo, "Leh.. koen ojok kurang ajar lho. Engkok koen tak
kandakno Bapak."
Soleh terus mbengok banter," Pak..pak.. Romlah gak gelem pak."
Bapake Romlah emosi dibengoki Soleh, mari ngono ngomong banter,
"Romlah kekno ae, ojo nbantah perintahe Bapak."
Romlah terpaksa manut, terus pipine disun karo Soleh.
Mari ngesun pipine Romlah, Soleh njupuk sandale terus mblayu nang kamare
Bapak, "Pak.. pak, iki lho sandale sampeyan," jare Soleh.
Mari ngono Pak Imron metu tekok kamar. Pak Imron kaget ndhelok Romlah Nangis,
"Lah.. Romlah awakmu opoko kok Nangis".
"Aku mari diambung karo Soleh", jare Romlah.
"Opoo !!!" jare Bapake Romlah ngamuk, saking ngamuke sampek ngentut duuut.
"Leh ... Soleh koen kok wani ngesun Romlah !!!".
"Pak .. pak, sampeyan ngono ae kok ngamuk, iki lak cuma kulit mongso kulit " jare
Soleh.
Akhire Bapake Romlah gak sidho ngamuk didem-demi Soleh.
Gak suwe ibuke Romlah mulih tekan pasar. Ibuke Romlah kaget pisan ndhelok
Romlah nangis.
Bareng ngerti lek Romlah disun Soleh, Ibuke Romlah terus muntap, duren sing sik
tas dituku dijupuk terus digebekno nang raine Soleh.
Soleh nangis gerung-gerung ngrasakno lorone. Mari ngono Bapake Romlah
ngomong Nang Soleh, "Leh . Soleh, iku lak cumak kulit mongso kulit ae. Mosok
ngono ae wis Nangis".
"Pancene sampeyan iku gendeng Pak !! " jare Soleh ambek nangis.
2 - Gantine Soleh
Mari raine digebeg duren, akhire Soleh njaluk metu. Mari ngono, Pak Imron oleh
ewang anyar jenenge Sutaji. Lha Sutaji iku awake dempal cumak wonge ndlahom,
lek diperentah musti ngelakonine kewalik.
Isuk-isuk, Romlah ambek mboke ngrasani Sutaji.
"Mak, ewange Bapak iku lho wuantik poll wonge. Wingi lak dikongkon Bapak
ngedhuk sumur cik tambah jeru, lha terus lempunge digawe nguruk pekarangan.
Lha pas sore kate ngangsu, Bapak iku muring-muring nggoleki sumure gak onok.
Tibake jare Sutaji, sumure wis diuruk roto. Pekarangane sing malah bogang kabeh.
Ngono Bapak gak wani, jarene wedhi digibheng ".
Mboke Romlah cerito pisan.
"Iku sik gak sepiro, lha wingi iku Sutaji tak kongkon tuku pithik. Aku pesen tulung
brutune buaken, terus susuke simpenen ngisore bantalku.
Dhadhak pas aku katene turu, bantalku kok mbendhol. Tibake bantalku diganjel
brutu. Bareng tak takoni endhi dhuwik susuke. Wis tak buak, jarene."
Pas enak-enak cerito, moro-moro krungu suoro Pak Imron berok-berok ndhik pawon.
"Tulung ! ! Tulung ! ! "
"Waduh blaen iki. Age cepetan, bapakmu selak mlonyoh kabeh" jare mboke
Romlah.
"Lho Bapak lak sik mbangkong se" jare Romlah.
"Iyo. Tapi Sutaji mau tak kongkon nggodhok pohong gawe sarapane Bapakmu !!".
3 – Nginceng
Kamut, Gempil ambek Togog enak-enak cangkruk di sore hari.
Moro-moro Romlah, anake Pak Imron, liwat numpak sepeda.
Arek telu iku langsung ngowo ndhelokno.
" Arek ayune koyok ngono lek turu yok opo yo ?" jare Kamut.
"Lek turu yo merem rek. Lak mosok koyok awakmu, lek turu nyengir koyok jaran"
jare Gempil.
"Maksudku, klamben tah gak ngono lo". jare Kamut.
"Lek ngono, engkok bengi diinceng tah ?" jare Gempil gunggungan.
"Wah iyo rek tepak rek." jare Kamut.
Lha Togog iku awake gedhe tapi wonge gocik.
"Gak melok-melok aku. Mboke sangar rek. Kapanane Soleh digebeg duren raine
bundhas kabeh" jare Togog.
"Omahe lak tingkat. Ngene ae. Awakmu lak gedhe tah. Tugasmu nggendhong aku
ambek Gempil. Aku sing ndhik ndukur.
Lek wis ketok, aku nyeritakno nang Gempil, terus Gempil nyeritakno nang awakmu."
jare Kamut maneh.
"Yo wis setuju." mari ngono arek telu iku buyar ngenteni bengi.
Bengine, sesuai rencana Togog sing paling ngisor, mari ngono Gempil ndhik tengah
terus Kamut paling ndukur.
"Areke lagi surian" Kamut mulai cerito.
"Areke lagi surian" Gempil nerusno ndhik Togog.
"Yo tah?." jarene Togog.
"Areke lagi bukak klambi" Kamut mulai cerito.
"Areke lagi bukak klambi" Gempil nerusno ndhik Togog.
"Mosok se?." jarene Togog, ambek sikile mulai kemeng.
Moro-moro Togog ndhelok onok sentolop seko kadhoan.
"He rek onok Hansip, age cepetan" mari ngono arek telu iku semburat ndhelik.
Mari ngono, Hansipe nggoleki gak ketemu. Onoke mek karung telu.
Ambek Hansipe karunge disuadhuk.
Sing pertama isine Kamut, pas disadhuk munine "Meeoong."
"Oooh kucing tibake" pikire hansipe
Sing keloro isine Gempil, pas disadhuk munine "Guk..guk!."
"Oooh kirik tibake"
Lha sing terakhir iku isine Togog, bingung katene muni opo.
Bareng disadhuk dhadhak munine " Kentaaang !".
4 - Telulas
Sore-sore Sutaji mlebu omah berok-berok, ambek raine ditutupi. Sak omah melok
gupuh kabeh.
Ambek mboke Romlah ditakoki, "Opoko awakmu iku, penc ilakan koyok tandhak
bedhes ?"
Sutaji gak langsung njawab, pas tangane dibukak raine bundhas abang kabeh.
Lambene njedhir getien.
Mari diombeni banyu, Sutaji rodhok adem terus isok cerito ndhik Romlah.
"Ngene lho. Aku lak mari ngandangno wedhuse Bapak ta. Lha aku krungu akeh
arek cilik-cilik bengok-bengok ambek kotekan ngene..telulas teng teng teng... telulas
crek crek crek... telulas teng teng teng . . . terus ae dibolan-baleni. Tak goleki
suarane tibake ndhik njero gardu hansip. Tak dhelok gedheke bolong persis sak
ndhasku.
Saking penasaran onok opo, gardhune tak cedaki, tibake suorone tambah banter...
telulas teng teng teng ... telulas crek crek crek ...terus ae.
Tak pikir paling iku arek-arek lagi totoan. Lagek ae ndhas ku njengongok ndhik
bolongan iku mau, moro -moro arek-arek iku nggepuki raiku ambek kulit duren,
godhong blarak, sapu, panci gosong, kentes hansip sembarang kalir sampek
bundhas kabeh koyok ngene. Pas aku isok narik ndhasku, aku langsung plencing,
mlayu sipat kuping.
Lha mari ngono arek-arek iku mau mbengok maneh . .pat belas teng teng teng... pat
belas crek crek crek...pat belas teng teng teng"
5 - Maling
Mari ngunci kandang sapi, Sutaji mergoki onok arek menek ondho katene mlebu
kamare Romlah.
Ambek Sutaji, ondhone digedrok-gedrok sampek malinge ceblok.
Mari ngono, malinge diseret dilebokno kandang ndhik mburi omah.
Mari klambine dicopoti kabeh, malinge iku mau dicancang nang cagak.
"Kapokmu kapan !!, mene isuk tak lapurno juraganku, saiki turuo ae sing kepeNak"
jare Sutaji.
Isuke Sutaji ngejak bapake Romlah marani maling sing dicancang Sutaji.
Bareng diparani tibake malinge semaput, awake pucet, peok, ambune basin, ambek
dhodhone abhang kabeh.
"Lho Ji, iki Na Togog sing mbiyen nginceng anakku. Waduh saknone arek iki Ji, mari
kon kelamuti tah Ji ?".
"Lha lapo aku ngelamuti maling !!!, sampeyan takokno dhewe Nang areke".
Mari diguyang banyu, malinge tangi maneh. "Opoko kon iku Le?" jare Bapake
Romlah.
"Ampun Pak... sak wengi aku bengok-bengok gak onok sing nulungi. Pedhet
sampeyan iku gak onok mboke tah ?".
6 – Mo Limo
Mari dikelamuti pedhet, Togog dilapurno nang polisi ambek bapake Romlah.
Ambek polisine Togog terus dilebokno penjara.
Tibake penjarane wonge sangar-sangar, brewokan, dempal-dempal akeh tatone.
Isine kiro-kiro satus, onok preman, jagal, bromocorah, korak lan sak panunggalane.
Togog malih wedhi, opo maneh durung tau mlebu penjara.
Pas wayahe antri mangan, Togog mulai oleh konco.
"Awakmu wong anyar yo ?" jare konco anyar iku.
"Iyo . . ." jare Togog.
"Wis gak usah pusing, ndhik penjara iku malah enak. Mangan ditanggung, klambi
dijatah, turu gak mbayar.
Opo maneh ndhik penjara iki awakmu isok nglakoni sing jenenge Mo Limo sak
tuwukmu." jare koncone Togog.
"Lho cik enake. Opo ae acarane ndhik kene ? takon Togog.
"Bengi iki malem Senen, acarane maling. Kabeh Napi ndhik kene saling copet-
copetan. Lha dhuwike bakal digawe main malem Seloso sisuk.
Awakmu arek anyar kudhu isok nyopet dhuwik sing akeh, mergone biasane arek
anyar sing dikongkon dhadhi bandare ", jare koncone Togog.
"Oo gak masalah iku, ndhik kampung aku tau dhadhi bandar buntutan. Tapi lek
digerebeg polisi yok opo ?" jare Togog.
"Katene digerebeg yok opo maneh, wong awakmu wis ndhik penjara. Lha malem
Rebone iku acarane minum. Biasane arek anyar koyok awakmu dikongkon
ngentekno bir limang botol", jare koncone Togog.
"Oo gak masalah iku, sepuluh botol ae sik kuat aku" jare Togog.
"Mari ngono, malem Kemise iku acarane madhat. Pokoke sembarang onok, ganja,
sabu-sabu, heroin, sak tuwukmu", jare koncone Togog.
"Wah tepak wis, lek aku senenge sabu-sabu. Tapi lek kecekel polisi yok opo ?", jare
Togog.
"Lek awakmu nyabu ndhik hotel, pasti digerebeg terus dilebokno penjara. Lha wong
awakmu wis ndhik penjara, katene dilebokno endhi maneh. Wis tah, pokoke aman."
jare koncone Togog.
"Wah sip lek ngono. Lha malem Jum'at acarane opo ? jare Togog.
"Awakmu homo tah dhudhuk ?" takon koncone Togog.
"Ngawur ae, aku iki normal rek !!! " jare Togog.
"Wah berat iki cak ", jare koncone Togog.
"Lho opoko masalae ? " takon Togog.
"Soale malem Jum'at, malem Sabtu ambek malem minggu iku acarane madhon. Lha
biasane arek anyar iku sing dhadhi wedhoke ".
Jumat, April 09, 2010
ke Gunung Ijen
Timut tiba-tiba bertanya "Mau ikut nggak..? " tanyanya selalu berteka-teki. "memangnya mau ajak ke mana?" Ganti aku yang tanya. "LHa ikut nggak"? mbulet ae dia tanya tanya tapi gak jelas. Inilah Timut-ku makhluk Tuhan yang cukup aneh... selalu bertanya tapi tidak menjawab kalo ditanya ... karena sudah mengenal dia berpuluh - puluh tahun, dan aku sendiri heran kok yo betah dan anehnya malah kangen jika nggak bau keringatnya. Maka aku jawab "Yo wesss mau...."
"Tapi nani nggak boleh bilanhg lha kok...." pesannya
"Ya lihat dulu, --- lha koknya ---
Maka subuh itu kami berangkat tanpa aku tahu ke arah mana mau diajak Timut. Perjalanan sudah ditempuh hampir lima jam dari SUrabaya, tapi aku dan anak-anak tetap saja belum tahu.
"Kemana Pak..." Tanya Ridho
"Bapak nggak jelas tujuannya" Celetuk si Ian
"Jalan tanpa ujung" Seruku...
Tapi Timut teteplah Timut, cuma bilang "lihat saja nanti". ?Mbencekno.
Setelah menempuh hampir enam jam perjalanan kami melewati Bondowoso, memutari bukit
dan berhenti di pinggir lembah yang namanya "ar
"Disini to kita Pak " Tanyaku. Timut cuma senyum, lihat saja nanti. Bolak balik lihat saja nanti.
Kami makan tahu goreng petis, hemmm enak tenan panas-panas sambil minum kelapa muda.
Ridho dan ian masih sibuk dengan potret sana-sini, ngeker sana-sini.
Perjalanan kemudian dilanjutkan lagi. Setelah menempuh satu jam kami memasuki desa namanya Jurang Sapi. Sampai di sini aku masih belum tahu akan diajak kemana sama Timut. Perjalanan ditempuh dengan menembus hutan jati, dengan kondisi jalan yang cukup parah. DItambah dengan hujan deras membuat aku gondok dan mangkel sama Timut.
"Maaaasssss ini kemana to... kok jalannya mengerikan, jalan nggak ada ujungnya nggak nyampe-nyampe... Mass kemana seeehhh"?! Aku sudah mulai panik dan cemas kuatir mobil akan mogok di tengah jalan hujan deras lagi.
"Pak Didik ini kemana to.." tanyaku ke sopir.
"Lha kulo mboten ngertos Bu, wong Pak Dwi ket wau cuma ngendikan belok kiri, belok kanan lurus...ngoten mawon..." Ihhhhh mbencekno poolll.
Ridho dan Ian juga mulai protes ke Bapaknya. "Pak nanti kalo mogok gimana..."
"Bapak iki mesti gak pernah ngomong mau ke mana..." anak-anak mulai mengikuti arus transformasi kecemasan dan kejengkelanku.
Ketika kami berpapasan dengan mobil kijang, Timut menyuruh Didik untuk berhenti dan menayakan apakah masih jauh arah perkebunan kopi. Sopir mobil kijang itu mengatakan tidak jauh lagi kira-kira lima belas menit sudah sampai, dan kondisi jalan sekitar 100 meter lagi sudah mulus beraspal.
Duh lega rasanya dapat penjelasan. Tapi YA APMYUNNNN.... tenyata yang dibilang lima belas menit itu hampir satu jam, dan yang dibilang jalan mulus 100 meter lagi, ternyata baru kami temui sekitar setengah kilo lagi....
Bertul-betul perjalanan tanpa ujung.... akhirnya kami sampai juga di perkebunan kopi milik Kab. Bondowoso. Dan di kebun kopi inilah kami bermalam dengan suhu yang hampir membekukan tulang. Malam harinya kami istirahat setelah makan nasi goreng, minum kopi, dan makan buah straberry yang segar karena baru saja dipetik dari perkebunan.
Basok paginya barulah kejutan dari Timut. Dengan mengendari mobil sekitar tiga puluh menit dari penginapan kami menuju area wisata gunung ijen. LHADHALAH lak tenan to Timut... karena Timut sejak awal pemberangkatan tidak memberitahu akan diajak kemana, maka aku dan anak-anak tidak mempersiapkan pakaian gunung, sandal gunung serta ransel.
Bayangkan aku pakai sandal Bucherry dengan hal sekitar 5cm, tas yang aku bawa tas yang pantas untuk dibawa jalan-jalan ke mall. Anak-anak tidak pakai sandal gunung, tidak bawa ransel, hanya bawa tas kecil untuk air puti dan pakai sandal jepit. Duh Timut ...
Maunya tas aku tinggal saja di mobil, tapi karena berisi dokumen maka tas itu terpaksa aku jinjing. Bayangkan naik gunung sambil njinjing tas... NGGILANI.
Penjaga pos keamanan menyarankan kami membawa ranting/kayu pohon dipakai sebagai tongkat untuk membantu jalan karena jalan akan licin dan menanjak. Nah, tangan kanan bawa tongkat kayu, tangan kiri njinjing tas... PAYAHHHHH.
Mulailah perjalanan yang cukup melelahkan, dengan perlahan kami menapaki jalan yang licin, dan terus naik. Tiga Puluh menit menapai jalan, nafas sudah ngos-ngosan. Beberapa kali kami sberpapoasan dengan bapak-bapak yang mengangkut belerang dari kawah gunung Ijen. Mereka sudah mulai mengangkuti belerang sejak pukul 23.00 wira-wiri... dengan memanggul sekitar 30 kilo belerang di pundak kanan-kirinya. LUARBIASA.
Pak masih jauh? tanyaku pada mereka. "Oooo... masih, 3 kilo lagi..." Haaa tiga kilo?
Dengan beberapa kali istirahat dan setelah menempuh 2 kilo perjalanan, akhirnya kami sampai di persinggahan tempat para penambang belerang menimbangkan belerangnya. Konon tempat ini peninggalan belanda. Di sini kami istirahat sejenak sambil makan mi instans gelas, dan minum kopi... hemmm lezat juga. Setelah itu perjalanan kembali kami tapaki satu kilo lagi hingga sampai di puncak gunung ijen. DUH LUAR BIASA... Pemandangan yang indah. Aroma belerang, hembusan angin serta kawah ijen yang tampak hijau kadang tertutup asap belerang, sungguh luar biasa.
Ini memang kejutan dari Timut. Setelah itu dia tanya..."LHO KOK nya Mana..." tanyanya sambil senyum-senyum... "Itu tadi lho koknya --pas jalan tidak berujung..." jawabku.
Jalan untuk balik menuju pos penjagaan relatif lebih cepat karena jalan menurun. Tapi karena sangat landai, sandal Bucherry-ku yang haknya lima centi aku lepas, jadiny
SERAGAM BARU Ni yeeee
Kaget juga hari Kamis kemarin lihat teman-teman dari Sekretariat memakai seragam batik coklat. Tak lama kemudian foto merekapun nongol di Facebooknya Rami... pantesan, aku lihat beberapa teman wira-wiri dari kamar mandi LH sampai ke kamar mandi Pemerintahan yang jaraknya sekitar 50 meteran.
"Walah buk, sopo seehhh sing wira wiri..."? Komen Rami di Fb-nya.
Memang mereka tampak tampil beda dengan seragam doreng coklat... manis, cakep, dan tentu saja gaya pooll ...
Fb Rami yang ada foto seragam rame-rame di ruangan bu wieke lantas aku komentari
"Suittt suiittt....Nggawe seragam dino kemis, tukune ndik Inggris (Cik adohe...), digawe karo meringis opo mari diseneni karo..... (biar dilanjutkan sendiri)
Tapi hari ini, Hari Jumat, mereka tidak pake seragam padahal hari jumat ini juga wajib berbatik untuk mencintai produk lokal.
Aku tulis parikan lagi " Sakiki dino Jumat, seragame kok gak sepakat padahal tukune ndik Amerka Serikat (Walah wingi nang Inggris saiki Amerika Serikat adoh mennn), ketemu Pak Camat lha kok dikiro dodol ketupat...."
Parikan ini aku kirimkan lewat SMS... ke beberapa teman di sekretariat... senang rasanya bisa nggoda mereka...
"Walah buk, sopo seehhh sing wira wiri..."? Komen Rami di Fb-nya.
Memang mereka tampak tampil beda dengan seragam doreng coklat... manis, cakep, dan tentu saja gaya pooll ...
Fb Rami yang ada foto seragam rame-rame di ruangan bu wieke lantas aku komentari
"Suittt suiittt....Nggawe seragam dino kemis, tukune ndik Inggris (Cik adohe...), digawe karo meringis opo mari diseneni karo..... (biar dilanjutkan sendiri)
Tapi hari ini, Hari Jumat, mereka tidak pake seragam padahal hari jumat ini juga wajib berbatik untuk mencintai produk lokal.
Aku tulis parikan lagi " Sakiki dino Jumat, seragame kok gak sepakat padahal tukune ndik Amerka Serikat (Walah wingi nang Inggris saiki Amerika Serikat adoh mennn), ketemu Pak Camat lha kok dikiro dodol ketupat...."
Parikan ini aku kirimkan lewat SMS... ke beberapa teman di sekretariat... senang rasanya bisa nggoda mereka...
Kamis, April 01, 2010
Ke BaLik PaPaN

Hari Senin kemarin Pak Gafar Bos SKDI memanggil saya, katanya ada kegiatan bakohumas di Balikpapan dua hari tanggal 30-31 Maret. Kulihat surat yang disodorkan telah didisposisi oleh Pak Sekda untuk dihadiri. Saya bilang ke Pak Gafar bagaimana kalo humas saja yang hadir, sebab ini disposisinya antara humas dan Kominfo.
Tapi setelah saya telepon humas, ternyata kabag humasnya sedang ada kegiatan pas tanggal itu juga. Surat kemudian saya kembalikan ke mbak Rami. "Ram tolong sampaikan ke Bapak, humas tidak bisa datang....biar Pak gafar saja nanti yang hadir di Balikpapan"
E, Pak Gafar ternyata maju sendiri ke Bos, dan entah bagaimana ceriranya akhirnya akulah yang diminta hadir. Setelah itu saya cari bu Halimah untuk membicarakan tiket, penginapan dan sebagainya. Padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul 17.00 dan saya belum mempersiapkan apa-apa. Jam 18.30 baru tiket pesawat saya terima. Berangkat dengan Mandala pukul 06.30 ini berarti saya harus berangkat dari rumah pukul 04.30 dan sampai di Balikpapan pukul 08.30 waktu Balikpapan, kalau waktu Surabaya sekitar pukul 07.30. Walaupun saya sering berpergian, tapi saya belum pernah sendiri apalagi dengan rute yang cukup jauh. Sesaat saya sempat bleng, apalagi saya dapat informasi dari bu Halimah kalau tempat nginap saya di Hotel Sagita nanti saya sekamar dengan Fitri. Ketika saya tanya siapa Fitiri ini? Bu Halimah juga bilang tidak tahu, orang travelnya yang mengatakan itu katanya.
Lantas saya coba mengecek ke hotel Sagita Balikpapan, apakah nama saya sudah masuk di sana. Menurut resepsionis di hotel Sagita, nama saya sudah masuk dan benar saya satu kamar dengan Fitri. Dia juga tidak bisa memberi penjelasan si Fitri ini apakah juga peserta bakohumas dan tidak ada keterangan dari kota mana. Fitri di pesankan atas nama Ma'long. Ya Ampyuuun... karena saya belum jelas siapa sosok Fitri ini, maka saya meminta kepada resepsionis ini, jika saya butuh dua bed, jangan satu bed seperti yang tadi diceritakan. Alasan saya, kalo tidur saya suka nendang-nendang...
Nah, mulailah ritual acara pemberitahuan kepada Timut. Tapi wajah Timut memunculkan reaksi kaget dan tidak suka. Dia tidak berkomentar, hanya senyum tipis di wajahnya. Menjengkelkan! Walaupun dia sering aku tinggal pergi, tapi jauh hari, atau paling tidak dua hari sebelumnya dia sudah saya beritahu, tidak mendadak begini. Pagi harinya dia juiga enggan mengantarkan aku ke depan pintu apalagi ikut sampai Juanda...
Di Bandara Juanda aku seperti orang hilang, nukarkan tiket, boardingpass sendiri, dan duduk melamun menunggu giliran diumumkan penerbangan kre Balikpapan. Untunglah semua berjalan tepat waktu tidak ada keterlambatan penerbangan.
Penerbangan yang ditempuh sekitar 1jam lebih 15 menit ini cukup menegangkan karena cuaca buruk. Beberapakali awak kabin Mandala mengumumkan keadaaan cuaca dan diminta semua penumpang untuk mengencangkan sabuk pengaman. Tapi syukurlah sampai di Bandara Sepinggan pesawat mendarat dengan sukses. Tinggalah saya clingak clinguk cari taksi menuju Hotel Blue Sky. Untunglah saya bertemu dengan humas dari Kab Klungkung Bali, Bapak Nyoman yang se tujuan. jadilah aku nunut dia ke Blue Sky.
Sampai di hotel Blue Sky, baru ingat sore ini aku ada jadwal ngajar MPK... duh, lupa tidak ninggali materi ke mahasiswa. Lantas dengan permohonan maaf saya telepon kampus untuk dicarikan pengganti hari. Ini sudah dua kali aku ninggalkan mahasiswa. Timut selalu ingatkan akan kewajibanku ngajar, karena dia tidak suka seorang dosen yang ninggalkan kewajibannya... Dia bilang kasihan mahasiswanya.
Seminar Bakohumas di Balikpapan ini adalah ketiga kalinya aku ikuti. Yang pertama di NTB - Mataram, di Denpasar dan tahun ini di Balikapapan. Jadilah kami seperti reuni dengan taman-teman dari berbagai wilayah Indonesia Tengah. Karena saya belum menemukan teman yang sama-sama menginap di hotel Sagita dan saya sendiri belum tahu lokasinya karena tadi dari bandara Sepinggan langsung menuju ke lokasi di hotel Blue Sky. Untunglah humas Samarinda Bapak Nopan menawarkan untuk bareng karena dia bilang satu arah menuju Samarinda.
Sampai di Hotel Sagita saya menanyakan kembali ke resepsionis siapa teman sekamar saya yang bernama Fitri. Dia bilang tidsak ada Fitri karena saya sendirian di kamar. Alamak.... merinding bulu kuduk saya. Jangan-jangan dari dunia lain... Kemudian saya meminta roomboy untuk mengantarkan saya ke kamar dan membetulkan suhu AC, menyalakan lampu dan sebagainya. Setelah mereka pergi, saya cepat ambil air wudlu dan sholat dua rakaat kemudian sambil menunggu maghrib dilanjutkan dengan mengaji sekaligus membaca shalawat badriyah.
Untunglah malam itu berlalu dengan sukses, aku bisa memejamkan mata walaupun dengan krukupan selimut dan mengeraskan suara TV.... apalagi Timut susah sekali dihubungi, HPnya mail box ..jadi apa yang aku lakukan selain tidur, untuk segera bangun esok paginya terus malamnya terbang dengan Citylink ke Surabaya....
Langganan:
Postingan (Atom)