Rabu, September 29, 2010

Mekar dan gemuk

Aku benci lihat fotoku yang tembem, bukan saja chubby, tapi tembem. Lengan guedhe, paha apalagi. Walaupun perutku rata, dan tidak jemblung... tapi gemuku muncul di pinggul, paha dan lengan.... duh dulu imut-imut sekarang amat amit... hiks.

Sudah beli WRP tapi cuma ngendon di lemari gak pernah aku makan.... beli susu pelangsing juga ga bisa minum, ga tahan baunya.... coba puasa cuma turun satu kilo, setelah itu naik lagi.... hiks

sekarang coba minum obat peluruh lemak, temanku yang lebih gendut api dari aku jadi langsing tapi  wajahnya kok jadi kuyu yaa.... aduh bingung. Ini sudah aku minum satu minggu, katanya sih kalau aku minum selama satu bulan bisa turun 1-2 kg, tapi kayaknya aku ga semakin kurus tuh... tambah gempal aja... tooolllloooooooooongggg.....................

Selasa, September 07, 2010

Mudik


Mudik adalah tradisi yang sudah dilakukan oleh  masyarakat Indonesia bertahun-tahun, bahkan menjadi urusan nasional. Bisa jadi urusan mudik ini menjadi perhelatan nasional terbesar setelah Pemilu, karena saking ramainya dan melibatkan banyak pihak.

Mudik menjadi fenomena sosial sekaligus kultural. Sosial karena pada mudik tercermin hubungan yang sangat kental terhadap hubungan kekerabatan, menyambung atau mengeratkan tali silaturahmi yang terserak. Dan kultural, karena pada mudik-lah manusia kembali ke akar hidupnya, kembali kepangkuan dimana dia dilahirkan, kembali ke masa lalu. Dan hanya pada mudiklah orang-orang berkumpul pada suatu titik.

Mudik bisa juga menjadi ajang penampilan diri, kesuksesan diri dalam hidupnya. Pamer di mudik menjadi feneomena tersendiri. Tapi tentu saja halini bisa dimaklumi, kapan lagi bisa pamer dilihat orang banyak jika tidak pada mudik?

Kekuataan mudik  sangat  luar biasa, dia mampu menyedot ribuan orang untuk hijrah dari satu tempat ke tempat lain, walaupun dengan segala resiko. Tradisi nyungkem ke orang tua meminta berkah dan doa dari para sesepuh memang menjadi kekuatan untuk meniggalkan semua atribut rutinitas barang sejenak. Jika orang tua sudah tiada, mudik-pun tetap dilaksanakan untuk sekedar menengok makam orang tua, untuk berdoa dan menaburkan kembang di makam mereka.  Mudik tetap dilakukan ada atau tidak ada orang tua.

Jika pada tahun lalu mudik  dilakukan sendiri, maka pada tahun berikutnya dilakukan berdua, karena sudah berpasangan. Pada tahun berikutnya menjadi bertiga karena sudah beranak, dan pada tahun-tahun berikutnya menjadi serombongan karena sudah beranak pinak... dan mereka  ini berkumpul pada suatu titik,  dengan rombongan lainnya yang berasal dari daerah lain. Tumplek blek. Inilah seninya mudik. Inilah indahnya mudik, menyatukan keluarga yang terpisah oleh pulau, oleh lautan bahkan benua...

Selamat Mudik saudaraku, semoga Tuhan menyatukan yang terserak dalam barokah dan hidayah-Nya. Selamat lebaran mohon maaf lahir bathin.

Senin, September 06, 2010

Akhirnya....

Akhirnya, pagi itu aku menelpon sahabatku yang punya rencana akan pisah dengan suaminya itu. Katanya dia sudah tidak tahan dengan umpatan suaminya. Memang kurang ajar benar suaminya ini. Sahabatku yang cantik, tinggi dan seksi ini diumpat dengan semua nama binatang. Jadi orang nggak perlu ke kebun binatang, penghuninya cukup diwakili sahabatku ini. Brengsek benar suami ini. Pantas saja sahabatku tidak tahan….


Tapi sebentar, coba kita dengar apa sesungguhnya yang terjadi.

“Apa nggak bisa dicari solusi lain?” tanyaku

“Nggak ada….wis kasep” Katanya

“Lha anak-anakmu piye?: Tanyaku lagi

“jare anakku terserah aku…”

E. Lhadalah…. Itu namanya anakmu ngggak setuju nDuk…” kataku. Anakmu nggak sampe hati melarang ibunya cerai, takut ibunya marah….Kamu jangan egois opo’o, sakno anakmu iku…” kataku panjang dan lebar jadi sama dengan luas.

“O ngono ta …”

“Sik-talah, kamu cerai apa sudah punya pacar?”

“Belum”

“Punya rumah untuk kamu jujug?”

“Rumah mbakku…”
"Walah, senengane kok ngrepotno wong... mbakyumu ini kan punya keluarga, punya suami, punya anak. Terus mbok ambruki awakmu, anak-anakmu opo ga kojur... iyo nek sedino rong ndino, lah wong gak jelas sampe kapan kamu di sana... masio mbakyu dhewe, tapi dia kan sudah bekeluarga..." kataku ndremimil ceriwis.

“Anak-anakmu piye kuliahe, maeme, uang sakune, bukune, njajane, terus kalo pingin nonton, jalan-jalan ke mall…” kataku melanjutkan petuah dengan sok.

Dia diam saja.

“Yow is ngene ae, aku setuju kamu cerai tapi ada syaratnya..”

“Opo syarate..”

”kamu harus sudah punya cadangan…punya pacar, calon pengganti suami. Awakmu ki wis tuwir, jadi ojok sembarangan cerai kalau gak punya pacar…”

“Ngaco kamu..”

“Lho iki realistis, kamu harus cari duda uzur tapi kaya raya… kalu bisa yang mau mati sisan..”

“Hahaha.. entut koen ..” dia tertawa ngakak

“Adem aku ngobrol sama kamu…” katanya

:Dasar emang aku iki es…”

“Terus piye iki…?”Tanyanya lagi

“Yo wis, kalau awakmu ga nduwe pacar yang kayak tak sebutkan tadi, yo ga usah cerai… tak kandani yo, cerai iku gak enak, gak onok sing diajak tukaran…”

“Hahahaha… edan koen…” dia tertawa keras

“Yo wis aku tak nuruti karepmu, tapi aku isin wong klambiku wis tak lempiti, tempat tidurku ya wis tak jual…”

“Gampang,, klambi dilebokno maneh nang lemari… isin-mu dibuang wong karo bojone kok isin… terus tempat tidur, beneran dibuang mulai nanti malam tidurnya seranjang, tidak pisah lagi…”

“Emoh pur, isin aku… aku yo wis gak tau, wis males…”

”Alaaa…. Guayamu… ngene tak kandani, bojomu nanti kalau datang bilang begini : Halo suamiku capek ya… suamiku suamiku, maafin aku ya… kok ada ya suami yang baik begini… terus tuh dipijeti pundaknya, dicium, dipeluk…”

“Hahaha…. Awakmu iku isok ae,,, Emoh .. nanti aku ditolak…isin aku”

“Soal ditolak iku urusan belakang…. Gak usah dipikir, wong belum usaha kok… kalo ditolak, kekep dari belakang, dekap erat dari belakang…” kataku sok meyakinkan.

“Ngono tah …” katanya blo’on

“yo wis ngene ae, aku boleh telepon bojomu…? “

“Yo…”

” Gak opo, yakin? Nanti kamu diseneni, terus nama binatang sak afrika muncul kabeh piye…?

“Hahahaha… wis gak opo njajal telponen” katanya seraya memberi nomor hp suaminya.

Jadinya saat itu juga aku telepon suaminya. Berhubung aku sudah lama kenal dia, karena kami sama-sama satu kampus, maka aku tidak canggung lagi bicara dengannya.

“Mas, piye bojomu kok curhat nang aku…”

“Alaaa.. ancen dekne iki egois gak kenek dikandani..”

“Lha egois piye, areke lho sayang nemen sama suaminya ini…”

”Hahaha…. ‘

“Sik tak tanya, sampeyan sajane sayang nggak karo bojone..”

”Lha pertanyaanne telat… wong wis duapuluh tahun kumpul kok ditanya…”

“Bojomu lho arep nyayang sampeyan isin, gak wani jarene wedi ditolak”

”Iyo ta..”

”Yo, malah tak sarankan kalo ditolak kekepen dari belakang ae…”

“Hahahaha…. Aku mau kalau dikasih contoh karo sampeyan..” katanya kurang ajar.

“Sampeyan ngawur… wis ndang muleh kono…”

“Iyo wis… suwun gelem telepon”

Lantas aku telepon balik ke sahabatku, laporan.

“Piye tanggapan bojoku..?” tanyanya

“Eitt… aku jadi penghubung dadakno… heheheh…” kataku tertawa.

“Yo wis, siap-siap ae nyambut dia, sekarang mandi, wangi dan dikekep…”lanjutku

“Iyo ta .. gelem ta…”

”Halahhh kok tanya segala,…. “

“Nanti kalo dia gak mau piye…”

“Sawaten sepatu…”kataku ngawur

“Hahaha…. Koen iku mesti…yo wis aku tak bertahan ae yo, sakno anak-anakku”

“Yo ngono pinter… ndonyo iki wis akeh wong susah, ojok mbok tambahi maneh, ngelu ndasku engko akeh sing konsultasi….”

“Hahaha…. Koen iku ancen enak diajak konsul”

”Wis ojok ngeyek barang…gratis soale. Koen iku ojok gaya, nek mbiyen isok bertahan, isok sabar, saiki yo kudu nemen sabare , kudu nemen kuate… “

“tapi nek dekne gak berubah..?

“Yo awakmu iki ojok njaluk dekne berubah, cetak-ane wis ngono, merk-e ngono, ukir-ukirane ngono opo maneh sing dirubah, kuwi wis paten ora iso dirubah…ojok ngenyek gaweane Gusti Allah…” kataku sok.

“Terus aku bertahan ae yo…”

”Lha iyo mesti…. Nek gak kuat ndeprok nang Gusti Allah, sambat ngene: Duh Gusti, njenengan kan sing nggawe bojoku, sing ngukir atine bojoku… nyuwun tolong njenengan permak maneh, njenengan re-desain maneh, ben gak ngamukan, ben gelem ta kekep…”

“Hahaha…. Koen iku ancen sahabatku sing jempol..” serunya ngakak

“Yo wis aku gak sido cerai…” serunya.

Minggu, September 05, 2010

Tetangga Sebelah

Tetangga sebelah ini sungguh menjengkelkan. Resek banget, tidak suka lihat orang senang, usil dan bikin gregeten. Padahal yang namanya tetangga seharusnya saling menghormati, saling menghargai, kalau perlu berbagi apa yang dimiliki. Tetangga tidak punya lombok ya minta di tetangga sebelahnya, karena pasar jauh. Sang tetangga pun tidak keberatan berbagai lombok. Nanti gantian jika tidak ada garam, minta ke tetangga barang sejumput asal cukup menggarami masakan.

Tapi tetangga yang satu ini, nglunjak. Maunya tidak hanya minta sedikit tapi minta semuanya, kalau perlu apa yang dimiliki tetangga sebelah diambil semua. Karena merasa akrab dan saling berbagi lombok, garam, gula itulah makanya dia merasa tetangganya ini akan baik-baik saja, tidak akan marah kalau gulanya diminta semuanya, garamnya juga, lomboknya juga. Nyatanya memang, tetangga ini tidak marah, hanya ngedumel di belakang saja, rasan-rasan saja tidak berani negur, tidak berani bilang… “Jangan, nanti aku masak pakai apa..?”

Karena sang tetangga tidak pernah marah inilah, maka tetangga sebelah semakin menjadi-jadi. Gula, garam dan lombok di kemas kembali oleh tetangga ini menjadi produk home indistri-nya, diberi label, dan kemudian di kenalkan ke tetangga-tetangga lainnya.

Namun, tetangga-tetangga itupun sebetulnya tahu bahwa gula, garam dan lombok itu diambil dari rumah sang tetangganya. Para tetangga inipun juga heran mengapa sang tetangga tidak marah dan membiarkan tetangganya mengaku-ngaku kalau barang itu adalah miliknya?

Maka di kompleks perumahan itupun terjadilah perbincangan hangat antar para tetangga. Tetangga yang satu mengatakan, bahwa sang tetangga asli yang memiliki gula, garam dan lombok itu patut dikasihani, karena tidak bisa berbuat apa-apa. Tetangga yang lainnya mengumpat dan mengatakan kurang ajar betul tetangga yang mengaku-aku mengklaim gula, garam dan lombok adalah miliknya. Namu tak sedikit yang menyalahkan sang tetangga yang punya hak patent terhadap gula, garam, dan lombok, karena membiarkan saja barang-barangnya bergletakan berdebu, tak terurus. Barangkali dipikir barang-barang itu sudah tidak terpakai.

Sayangnya, tetangga ini tidak izin ketika mengambil. Maka tetap saja sang tetangga mengatakan ini adalah pencurian… “Mau saya gletakan mau, saya jemur, mau saya siram suka-suka saya, wong ini punya saya…” begitu kata sang tetangga yang memiliki produk gula, garam dan lombok dengan besengut.

Kemarin tetangga ini berusaha mengambil genteng milik tetangganya yang punya garam, gula dan lombok. Padahal genteng itu masih menempel di tempatnya. Tiba-tiba saja dia mengambil tangga dan naik, berupaya mreteli genteng-genteng itu. Kali ini sang tetangga yang punya garam, gula dan lombok bereaksi. Karena tidak tahan melihat ulah tetangga yang semakin menjadi-jadi, dia marah… “Hei, apa maksudmu… selalu mengganggu aku…!” teriak sang tetangga.

Beberapa genteng yang sudah dipreteli, kemudian dipasang lagi. “Eh, anu gentengnya akan saya perbaiki biar tidak bocor…” katanya sambil turun dari anak tangga setelah memasang kembali genteng yang akan diambilnya.

“ Gentengku masih bagus tidak bocor…!” Teriaknya jengkel.

“Kenapa sih kamu selalu menggangu aku…?” Tanyanya

Tetangganya diam saja.

“Kenapa kamu mencuri barang-barangku…?” tanyanya lagi

Tetangganya masih diam.

“Kita kan bertetangga, malu saya kalau harus bertengkar”

Dia masih diam saja.

Akhirnya sang tetangga ini dengan tetangga sebelahnya tidak bertegur sapa. Sang tetangga berusaha mengamankan barang-barangnya yang memang banyak untuk dimasukkan ke rumahnya. Tapi tetangga sebelahnya inipun, entah mengapa masih saja mengendap-endap berusaha mengambil lagi entah itu hanya sebatang ranting yang tumbuh di halaman tetangganya.

Mula-mula sang tetangga ini tidak sadar kalau sediki demi sedikit ranting pohonnya yang tumbuh di halaman rumahnya dipreteli. Sampai suatu hari dia kaget, pohonnya menjadi tipis dan tidak rimbun lagi. Hatinya semakin panas, ketika dilihatnya ranting-ranting itu menjadi calon pohon baru di rumah tetangganya.

“Hei… kapan kamu berhenti berulah..?” teriaknya jengkel. Kali ini dia mendatangi rumah tetangganya.

“Itukan pohonku, yang kamu curi dari ranting-ranting pohon induknya. Lihat pohonku jadi kurus dan tidak memiliki ranting lagi…!” Tetangga ini mendelik matanya merah saking jengkelnya.

“Ah tuan, saya kan cuma ambil sedikit saja, rantingnya buat saya… pohonnya milik tuan…”

“Kamu kalau ngomong jangan seenaknya ya… Pohon itu aku beli dan ada sertifikat bukti pembayaran dan kepemilikan, jangan mengambil milik orang lain..!!”  Kali ini dia sangat marah, nafasnya tersengal-sengal rupanya marahnya sudah mencapai ubun-ubun.

“Yahh tuan, silahkah tuan bawa sertifikatnya, itu milik tuan… tapi ranting ini tetap milik saya…”

Jika Hati Tak Lagi Menyatu...

Jika hati tak lagi menyatu, apapun yang dilakukan selalu salah, tidak ada yang benar. Barangkali inilah yang sedang dialami sahabatku.. Salah satu sahabat terbaikku, yang di masa lampau selalu bersama-sama menemani aku, berdua melangkah, tertawa, menangis bersama.


Siang ini aku medapatkan sms darinya yang membuatku terhenyak. “aku sedang proses cerai… ” Duh…. Ikatan yang sudah dijalaninya selama 21 tahun gugur tersapu angin. Tapi langkah dia sebagai seorang istri aku dukung penuh walau itu berat aku lakukan, dan pilihan terburuk dari yang paling buruk.. darinya.

Sebenarnya apa yang dialaminya adalah bentuk pelecehan suami terhadap sang istri. Apa yang diterima sahabatku sebagai seorang istri sangat tidak manusiawi. Selama bertahun-tahum dia tersiksa, dan itu ditahannya sampai kedua anaknya beranjak dewasa. Apa yang bisa dilakukan sang istri jika pelecehan terhadap martabat istri dilakukan sendiri oleh suami? Jika istri hanya dipakai sebagai pelampiasan kekesalan, maka akumulasi dari rasa sakit hati yang terpendam bertahun-tahun akhirnya meledak.
Sudah sering sebetulnya dia mengeluh dan mengatakan tidak tahan terhadap perlakuan suaminya. Memang tidak ada kekerasan fisik. Tapi kekerasan kata-kata, umpatan, pelecehan adalah kasus yang sangat mengerikan. Dampaknya adalah trauma psikis, jejaknya pada hati yang tersayat akan sulit dihapus. Beruntung sahabatku ini tidak melakukan tindakan nekad. Karena bisa saja dia menganiaya suaminya karena tak tahan dengan umpatan dan pelecehan serta hinaan yang dilontarkan suami. Jika suami meludahi sang istri, sudah sewajarnya jika istri melempar suami kurang ajar ini dengan sepatu. Tapi perempuan sahabat saya ini sungguh luar biasa sabarnya. Dia hanya diam saja.

Entah mengapa dia tidak melawan, membiarkan hal ini terjadi bertahun-tahun mengiris hatinya, mengikis perasaannya, mengeringkan rasa cinta dan hormatnya pada suami.

Barangkali saja sahabat saya ini tidak siap melawan, karena dia takut apa yang akan terjadi jika dia pergi. Dia takut kekerasan dan ancaman suaminya akan benar terjadi. Sahabat saya ini adalah ibu rumah tangga biasa, yang sehari-hari tenaganya dihabiskan untuk menyenangkan keluarganyan saja.

Dia bukan tipe perempuan pekerja kantoran yang kadang egois seperti saya, yang memikirkan penampilan dan mengejar target pekerjaan. Seharusnya perempuan macam sehabat saya inilah yang disebut perempuan sejati, karena seluruh hidupnya tercurah untuk keluarganya. Tidak seperti saya yang berkutat dengan masalah pekerjaan di kantor. Berangkat pagi pulang menjelang maghrib.Sesungguhnya wanita semacam sahabat saya inilah yang patut dihargai lebih oleh para suami. Karena apa? karena dia tidak kenal lelah mengurus rumah. Mulai masak, nyuci, setlika, beberes rumah, dsb. Kapan dia sempat istirahat? Dan lagi dia tidak menuntut materi, tidak menuntut macam-macam. Tapi apa yang diperolehnya? hanya cercaan hinaan yang menggerus rasa hormatnya ..
Sahabat saya ini tetap bertahan walau situasi dan waktu tidak mendukungnya, karena dia tidak memiliki tempat untuk pergi dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak tahu ke mana harus berpaling. Dan dari seluruh alasan dia bertahan saat itu adalah karena anak. Seperti halnya perempuan lainnya yang menyayangi anak-anaknya, dia tidak ingin anak-anak menjadi korban perceraian.

Tapi rupanya sang macan sudah bangkit dari tidurnya, taringnya sudah mulai tumbuh. Rasa sakit yang ditahannya bertahun-tahun tumpah ruah, menjelma menjadi kekuatan untuk melawan. Ya perempuan sahabat saya ini menjadi berani menuntut berpisah dengan segala resikonya. Katanya anak-anak mendukung keputusan dia, dan soal beaya hidup katanya anak-anak sudah mulai bekerja, walaupun untuk itu mereka harus cuti sementara dari kuliahnya.

Jika hati tidak lagi bisa disatukan. Jika kesetiaan tidak lagi menjadi pegangan. Jika rasa sayang dan cinta telah musnah dan hancur… lalu apa yang bisa dilakukan selain menghancurkan semuanya hingga remuk tak tersisa?
Jika kata tak lagi didengar, jika belaian tak lagi dirasa, jika rindu tak lagi ada, maka apa yang dilakukan selain meninggalkan semuanya…? Bagaimanapun hidup harus berlanjut, meski tanpa pendamping itu barangkali pilihan terbaik

Jumat, September 03, 2010

Kangen....


Tiba-tiba aku kangen Timut... saking kangennya sampai menangis.. Rasanya kayak anak muda lagi yang sedang jatuh cinta... rasanya pingin jalan-jalan habiskan waktu berdua saja dengan dia.

Aku bohong padanya kalau aku tidak takut kehilangan dia, aku juga menipu diriku kalau aku tidak cemburu terhadap mantan mahasiswanya yang sekarang jadi koleganya. Aku marah pada Timut, kala perasaanku mengatakan ada sesuatu yang tidak beres dengannya. Aku marah saat itu, bahkan aku ingin pergi saja...  satu-satunya yang bisa menebak perasaanku adalah sahabatku Diah. Kepada Diahlah aku menangis seharian, tapi aku tidak punya bukti kataku. Tapi aku percaya dengan feelingku, dengan perasaanku... dan akhirnya bukti itu aku temukan...
Tapi aku tidak sampai hati melihat Timut nglokro, aku tidak sampai hati Timut dipermalukan koleganya...  aku harus memberi semangat padanya bahwa aku tidak apa-apa... aku percaya pada timut, akhirnya itulah yang aku sampaikan pada Timut.
Siapa lagi yang dipercaya oleh Timut jika bukan aku...? Dan Siapa lagi yang memberi semangat pada Timut jika bukan aku...? Kepercayaanku padanya sangat dibutuhkan oleh Timut, dan aku berikan semuanya... semuanya.. Aku berusaha melupakan kejadian ini.

Timut adalah seorang pria yang tidak mudah mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Dia bukan pujangga yang bisa menulis kalimat cinta dengan indah. Tetapi dia menggantikannya dengan perhatian yang luar biasa. Kejuatan-kejutan darinya aku anggap permohonan maaf darinya... bermalam di Ibis, Santika, Garuda, dan Sahid adalah cara dia memberikan kejutan untukku...  cara dia meminta maaf...

Kini di kantor ini, tiba-tiba saja kangenku sangat luar biasa... aku ingin segera menemuinya dan menuntaskan waktu hanya bersamanya

Rabu, September 01, 2010

Dear Diary

Lirik Lagu Ratu – Dear Diary

dear diary ku ingin cerita kepadamu
tentang nya yang dulu singgah di hatiku
sejak itu hidupku jadi bahagia
karena dia slalu ada di hidupku oh

tapi kini dia menghilang
dan tak tau entah (berada) dimana
diaryku ku merindukannya
pujaanku engkau ada dimana

telah habis air mata
tak sekedar kata2 ku curahkan
harusnya aku berlari sampai ke ujung dunia
untuk mencarinya oh

September Ceria James F. Sundah


Diujung kemarau panjang
Yang gersang dan menyakitkan
Kau datang menghantar kesejukan

Kasih,
Kau beri udara bagi nafasku
Kau beri warna bagi kelabu jiwaku

Tatkala butiran hujan
Mengusik impian semu
Kau hadir disini
Dibatas kerinduanku

Kasih,
Kau singkap tirai kabut hatiku
Kau isi harapan baru
Untuk menyonsong
Masa depan bersama

Reff :
September ceria
September ceria
September ceria
September ceria
September ceria milik kita bersama

Ketika rembulan
Tersenyum diantara mega biru
Kutangkap sebersit isyarat dimataku

Kasih,
Kau sibak sepi disanubariku
Kau bawa daku berlari didalam asmara
Yang mendamba dan bahagia

Faktor "x"


Faktor “x” adalah faktor di luar nalar manusia, di luar prediksi hitung-hitungan. Faktor ‘x’ adalah keajaiban. Saya  selalu yakin ada faktor “x”, yakni tangan Tuhan yang menyelamatkan kita. Ketika kita tidak mampu lagi berpikir, ketika kita tidak mampu lagi mengambil keputusan, maka kepasrahan total kepada Sang Khalik adalah jalan satu-satunya. Terserah mau dibawa kemana...


Sebetulnya banyak sekali faktor x yang dimunculkan oleh Tuhan, tapi saya terlalu bebal untuk menyadarinya. Sampai suatu ketika ditahun 1985, sore itu, saya ditelepon oleh sahabat saya. Dia mendesak agar saya mengikuti ujian susulan. Pada ujian pertama, saya tidak mengikutinya karena saya tidak memiliki biaya untuk membayar beaya administrasi, belum lagi SPP kuliah yang menunggak.  Saya bilang saya tidak melanjutkan kuliah karena tidak ada beaya, toh sudah hampir satu bulan saya tidak masuk ke kampus. Saat itu kampus-kampus swasta termasuk kampus saya ini, masih memberlakukan ujian susulan bagi mahasiswa yang akan mengulang.

Sahabat saya tetap mendesak agar saya meneruskan kuliah, soal beaya adminsitrasi nanti dia pinjami katanya. Saya tidak kuasa menolak kebaikan dia. Maka sore itu saya mendaftar mengikuti ujian susulan yang akan dilaksanakan seminggu lagi. Waktu yang tinggal seminggu itu  saya buat puasa, sholat dhuha dan tahajjud. Saya memohon kepada Allah,  jika nilai ujianku bagus berarti aku harus meneruskan kuliah namun jika jelek, berarti aku harus keluar dari kampus. Setelah itu saya pasarah total, saya pasrahkan nasib saya ini kepada-Nya.

Dan ketika pengumuman tiba, saya kaget ternyata nilai saya menduduki terbaik dari seluruh mahasiswa. Saya takjub, saya tidak menyangka Tuhan memberikan jawaban yang sangat luar biasa. Saya menangis, dan ndeprok kembali kepada-Nya. Ya Allah, ini berarti aku harus meneruskan kuliah di sini, bantu aku ya Allah. Saya menangis  dalam sujud saya. Ya Allah, aku pasrah dengan-Mu....

Seminggu setelah pengumuman itu, saya dipanggil kampus. Saya sudah kuatir, jangan-jangan kampus akan menagih SPP karena kemarin itu untuk bayar ujian ulangan dipinjami oleh sahabatku.
 Tapi ya Allah, aku kembali menangis tertahan... Kampus menawari pekerjaan padaku, sebagai tenaga administrasi. Ternyata Salah satu dosen yang juga salah satu kajur tertarik dengan hasil ujianku, dia ingin saya membantu menyusun buku yang akan diterbitkan. Sejak saat itu secara perlahan saya menjadi tenaga dministrasi tetap dan tak lama kemudian menjadi asisten dosen. Tidak berhenti sampai di situ, ternyata pihak kampus memberikan kemudahan bagi saya dalam membayar SPP. Praktis saya hanya membayar SPP 25% dari jumlah SPP yang seharusnya aku bayarkan.
Kembali saya ndeprok nangis ke Gusti Allah, sujud bersyukur... Dia berikan banyak sekali di luar prediksiku. Kekuatan faktor ‘x’ muncul disaat saya menyerahkan kepasrahan ini kepada-Nya.

Satu tahun kemudian menjelang kelulusan saya, faktor “x” itu muncul lagi. Tiba-Tiba saja Dekan kampus menelpon dan mendorong saya untuk mendafatr jadi PNS. Mula-mula saya ragu, karena saingan yang demikian banyak. Ribuan orang mendaftar berdesak-desakan dari berbagai kota. Sedang saya, hanya lulusan sekolah swasta yang tidak begitu dikenal. Tapi karena dekan saya memberi semangat, saya jadi tergerak untuk mencoba. Maka mulailah saya menjalani puasa yang kali ini saya lakukan hampir setiap hari, disamping dhuha sebelum berangkat kerja, dan tahajjud. Saya yakin jika ini baik, maka Tuhan akan memudahkan jalanku.

Diluar prediksiku, saya  ternyata lulus. Aku anggap keberhasilanku mengikuti tes adalah keajaiban, karena saingan mencapai ribuan orang.  Faktor ‘x’ itu muncul dengan sangat luar biasa... saya menangis, ibu bapak saya menangis... saya ndeprok kembali di hadapan Tuhan. Mukena dan sajadahku basah air mata... saya tidak sanggup lagi berkata-kata dalam doa saya itu......