


Dari semua foto yang dipajang, yang berukuran raksasa ini, posisi dan gaya di foto itu hampir sama, seperti pas foto yang dipasang di ijazah. Bedanya, pada foto-foto yang dipajang, yang seukuran baliho itu ada juga foto orang lain, yang merupakan atau dianggap yang memberi restu atas keikutsertaannya pada pameran foto, untuk pemilihan wakil rakyat mendatang. Jadi parade foto ini mirip foto keluarga yang biasa kita lihat di ruang tamu. Ada ibu, anak, bapak, teman. Sehingga sedikit membingungkan, siapa kira-kira yang nantinya dipilih. Ibunya, anaknya, bapaknya atau temannya... "Walah mbak, kalau bingung ya pegangan kuping..." kata temanku ketika saya nggrundel.
Sepanjang jalan, foto-foto itu menatap kita, dengan senyumnya yang diatur sedemikian rupa untuk memberi kesan ramah, berwibawa, peduli dengan rakyat, sesuai dengan slogan yang diusungnya. Ada juga foto yang benar-benar melotot, ada juga foto yang memakai bulu mata palsu sehingga matanya seakan tidak bisa berkedip, ada juga foto yang senyumnya aneh, dan ada juga foto yang matanya sayu....
Lebih heboh lagi, semua foto itu diberi tulisan yang mencitrakan peduli akan nasib rakyat miskin. Ada tulisan "Janganlah rakyat menderita, biarlah pemimpin saja yang menderita..." . Ada yang ditulis "Berjuang untuk rakyat", "Peduli Wong Cilik". Semua tulisan itu ditulis dengan huruf yang mencolok. Padahal kita sama sekali belum pernah melihat wajah yang ada di foto itu membersihkan sampah, menyantuni orang miskin, membantu anak-anak yang kelaparan dan butuh pendidikan... Teman saya bilang "Jangan apriori opo'o... siapa tahu mereka termasuk orang yang tidak mau disorot kegiatannya.." Iya,ya.. siapa tau begitu, nggak kayak saya yang minta diekspose ketika ngasih pengamen seribu perak. Pada beberapa tulisan di foto itu juga tertulis MOHON DOA RESTU, persis tulisan di undangan kondangan hajatan sunatan atau perkawinan.
Tulisan dan foto ternyata tidak hanya ditempel dan dipasang di pinggir-pinggir jalan, tapi juga di kaca belakang angkot, di belakang kaos oblong, dan stiker. Jika satu orang yang mendaftar sebagai calon wakil rakyat mencetak seratus (saja) foto ukuran baliho, seratus kaos, seratus stiker, seratus spanduk, seratus umbul-umbul, seratus brosur. Maka ada berapa baliho, kaos, spanduk dan lainnya, jika yang mencalonkan ada 100 orang dan masing-masing mencetak 100? Seandainya dipajang berderet-deret, maka betul-betul akan merupakan ajang foto yang memanjang sepanjang Surabaya sampai Lamongan... Padahal, parade foto ini hampir melanda di seluruh kota di Indonesia... jika semua dipajang, maka betul-betul menjadi foto dari Sabang sampai Merauke, berjajar foto-foto...sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia....
Jika dihitung dengan biaya, berapa banyak uang yang telah dikeluarkan...? Seandainya uang itu dikumpulkan untuk orang yang kelaparan, butuh modal, butuh pendidikan, butuh obat... pasti senyum lebar dan air mata terharu akan tergambar di wajah orang-orang yang dibantu ini. Kata ustaz justru orang-orang ini menebarkan bau surga, karena doanya akan mampu menjebol langit.
Sudahkah mereka yang wajahnya tersenyum di parade foto itu pernah mengunjungi orang miskin di pelosok daerah pilihannya? Jika sudah, masihkah mereka akan mecetak foto raksasa dirinya yang beayanya bisa buat menyambung hidup orang miskin?
Kembali teman saya nyletuk, "Jangan su'udon, siapa tahu, mereka yang kampanye ini, akan betul-betul memperjuangkan rakyat dan menyantuni orang miskin..."