Kamis, Maret 05, 2009

CONTRENG

CONTRENG. Kalimat, obrolan atau tulisan soal ini telah menjadi sesuatu yang menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat terutama kalangan mereka yang sedang menyaleg-kan diri pada Pileg pada bulan April 2009 mendatang.
Pada intinya, cara pemilihan tidak lagi mencoblos, tapi mencontreng. Dan mencotreng ini adalah sesuatu yang baru, yang baru pertama kali dilakukan.
Lantas apa sih sesungguhnya contreng itu? Ketika membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux penerbit CV. Widya Karya Semarang tahun 2005 karangan Drs. Suharso dan Dra. Retnoningsih, disana tidak ditemukan kata contreng. Yang ada justru conteng, coreng dan coret. Conteng dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia itu berarti coret dengan jelaga, arang. Coreng berarti garis panjang tebal, sedangkan coret adalah garis panjang menghapus tulisan, meniadakan bilangan dan lain-lain. Lha, lantas apa contreng itu? Barangkali yang dimaksud contreng itu adalah cawang, karena yang dicontohkan pada gambar-gambar baliho atau poster para Pileg yang berjejer di jalan-jalan adalah memberi tanda yang mirip cawang pada nomornya. Namun pada Kamus Bahasa Indonesia dijelaskan kalau cawang artinya cabang. Nah...
Ada yang mengistilahkan contreng sama dengan centang. Coba kita buka Kamus Besar Bahasa Indoensia. Di sana istilah centang adalah centang perenang, tak beraturan kelaknya, malang-melintang, morat-marit, berantakan, mencentang, memukul, menempeleng.
Lalu kenapa dinamakan mencontreng untuk memberikan tanda : v ? Seandainya kata contreng itu diartikan atau disamakan dengan centang, maka kalau merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia ini, berarti bisa saja diartikan memukul atau menempeleng. Jadi jika para caleg itu mengatakan "Ayo Contreng no sekian..." ,
jika diartikan dengan centang, maka bisa diartikan "Ayo tempeleng no sekian..." .

Kalau dikatakan centeng malah lebih heboh lagi karena biasanya diartikan tukang pukul, atau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pegawai penjaga malam di rumah atau pabrik, mandor di tanah partikelir, atau pegawai pada penjual candu.
Bagaimana jika diartikan dengan conteng? Bisa berarti "Ayo coret nomor sekian..." Padahal kata coretpun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti menghapus tulisan dengan garis panjang, yang bisa jadi meralat sesuatu yang mula-mula dianggap benar.
Contreng atau apalah namanaya yang memberikan tanda v
pada nomor urut caleg telah disosialisasikan, yang tentu saja juga membuat bingung, karena tidak semua orang tahu apa yang dimaksud contreng. Jika dibandingkan dengan sistem pemilihan pada tahun-tahun sebelumnya, tata cara pemilihan adalah mencoblos. Selain murah, dan mudah dipahami, juga masyarakat telah terbiasa memilih dengan mencoblos. Yang sudah uzurpun telah terbiasa dan paham untuk mencoblos. Yang buta hurufpun tahu cara mencoblos. Jika mencontreng atau memberi tanda dibutuhkan bolpoint atau spidol. Bagaimana jika tiba-tiba saja bolpoinnya macet atau habis tintanya? Bagaimana jika salah memeberi tanda, apa boleh diralat seperti kalau kita meralat jawaban ujian yang dicoret dua kali pada pilihan ganda? Bagaimana kalau keliru memberi tanda bukan dicontreng? tapi di beri tanda titik, atau tanda silang? Bagaimana kalau yang sudah uzur atau yang tidak pernah pegang bolpoint? Butuh berapa lama mereka belajar untuk bisa membuat coretan yang kira-kira hanya membutuhkan beberapa detik saja di bilik suara? Jangan-jangan ada yang iseng malah menambah gambar kumis, gambar topi, gambar kacamata, cambang dan sebagainya pada foto-foto yang akan dicontreng.