Saya barangkali orang yang termasuk tidak setuju adanya perkumpulan para wanita, walaupun saya sendiri wanita. Dalam arti tidak menyetujui adanya perkumpulan semacam PKK, Dharma Wanita, termasuk juga adanya menteri yang mengurusi perempuan. Tapi sebaliknya, saya sangat kagum kepada para wanita yang pekerja keras, yang memiliki hati baja, yang super women, yang mau dan rela bersusah payah mengerjakan pekerjaan para laki-laki. Pokoknya terhadap para wanita yang mandiri saya sangat bangga padanya. Terhadap para persiden, menteri, gubernur, bupati, walikota, anggota DPR yang perempuan sungguh saya sangat bangga. Mereka bisa memposisikan dirinya sederajat dengan pria, bisa memimpin para pria, dimana sepanjang abad para pria selalu dianggap memiliki nilai lebih dibanding para perempuan.
Justru dengan semakin berkibarnya para perempuan dikancah jagad para lelaki, dengan menjadi pemimpin ini, maka sudah tidak bisa dibantah lagi, bahwa para perempuan memang bukan lagi sebagai konco wingking para lelaki. Bukan lagi ber-pameo, suarga ikut neraka katut. Para perempuan ini benar-benar telah mandiri. Justru karena kemandiriannya ini, bahkan kepintaranya terkadang mengalahkan para lelaki, maka sudah saatnya para perempuan tidak memerlukan hari perempuan, tidak perlu ada menteri yang mengurusi para perempuan, tidak perlu ada perkumpulan PKK, Dharma Wanita, atau perkumpulan khusus wanita lainnya.
Mengapa? Justru adanya PKK, Dharma Wanita, Hari Perempuan, Menteri yang mengurusi perempuan, sepertinya para perempuan masih tidak PD untuk eksis. Sepertinya perempuan masih ingin dilihat, masih ingin diperhatikan, masih ingin dimanja. Rasanya kalau tetap ada yang namanya PKK, Dharma Wanita dan semacamnya, kesannya mereka bergabung ke PKK, Dharma Wanita karena semata-mata suaminya bekerja di salah satu instansi, maka otomatis dia sebagai istri harus bergabung dengan para perempuan lainnya, mengikuti perkumpulan perempuan, dimana sang suami bekerja. Nah, kan tetap saja para perempuan ini menjadi konco wingking para suami bukan?
Seharusnya, kalau mereka akan terjun pada suatu gerakan atau perkumpulan, tidak perlu mengkhususkan diri karena semata-mata mereka perempuan, atau semata-mata karena suami. Mereka harus mandiri, dan harus bergabung dengan para lelaki lainnya. Mereka harus memimpin para lelaki juga. Coba kalau di PKK atau di Dharma Wanita yang anggotanya para perempuan, ketuanya juga perempuan, anggotanya perempuan. Semua serba peremupuan.
Padahal tidak ada perkumpulan Dharma Pria, tidak ada perkumpulan khusus laki-laki, tidak ada menteri yang mengkhususkan mengurusi laki-laki, maka mereka, para lelaki ini tidak perlu menonjolkan jati dirinya.
Selama para perempuan itu membutuhkan PKK, Dharma Wanita, Hari Perempuan, Menteri yang mengurusi perempuan, maka mereka masih ingin diakui keberadannya dan tidak percaya diri jika mereka sejajar dengan pria.