
Seminggu yang lalu saya terima SMS dari Pak Sasongko warga Darmo Permai. Dia mengucapkan terimakasih atas bantuan yang saya berikan. Saya berpikir cukup lama untuk mengingat siapa pak Sasongko ini dan bantuan apa yang saya berikan padanya? setelah saya SMS balik, dia bercerita kalo pernah dibantu soal keluhan yang diajukan ke pos pelayanan informasi di kantor saya di lantai 5 ini. Aduh, saya jadi malu... saya rasanya tidak sepatutnya menerima terimakasih dari mereka, karena pertama pekerjaan melayani masyarakat termasuk Pak Sasongko ini adalah memang tupkosi yang harus saya kerjakan, kedua saya toh juga memakai fasilitas kantor ketika menerima telepon dan balik menelpon. Saya tidak tahu, apakah saya tetap akan membantu mereka ketika saya tidak memiliki tupoksi itu, atau tidak ada telepon di kantor.... saya kuatir, apa yang saya lakukan ini karena memang tuntutan pekerjaan, bukan karena saya benar-benar membantu.
Saya jadi teringat. Beberapa waktu lalu saya kedatangan salah seorang warga bernama Priyo Utomo alamatnya di Jl. Kapasari IX DKS 16 RT 012/RW 05, dia datang dengan wajah penuh keringat, tidak heran karena untuk sampai ke lantai 5 membutuhkan stamina dan nafas yang panjang untuk naik tanpa bantuan lift. Menurutnya dia dikasih tahu oleh salah satu penjaga parkir di bawah, jika masalahnya bisa dibantu oleh saya... Nah, ini yang membuaat rasa malu saya demikian besar... apa saya ini dianggap orang sakti sama pak parkir itu? Kemudian dia bercerita kalau dia di PHK dari pekerjaannya mendadah karet di Kalimantan. Sudah hampir 2 tahun jadi pengangguran. Dan dia melihat iklan di televisi, kalau pemerintah akan memberi bantuan modal untuk rakyat miskin atau Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa anggunan apapun. Dia juga menceritakan, jika dirinya sudah mencari informasi kemana-mana, termasuk ke RCTI yang ada di Jl. Dharmahusada Indah, telepon ke Departemen Koperasi Pusat Jakarta karena iklan itu dari Departemen Koperasi Jakarta, ke BRI, dan bank-bank lainnya yang menurut iklan tersebut bisa membantu modal. tetapi semua itu tidak bisa membantunya, karena menurutnya salah satu syarat yang diajukan oleh bank-bank itu, modal akan diberikan kalau dia sudah punya usaha. "Lha saya ini bu, tidak punya usaha apa-apa... uang dari mana untuk buka usaha?". "Menurut iklan di televisi itu, modal akan diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan, tanpa melihat apa dia punya usaha apa tidak...? terus bagaimana bu... saya harus kemana dan bertanya ke siapa..? Keluhnya.
Saya mendengarkan ceritanya dia dengan takjub. Takjub, karena Tuhan masih memberikan kekuatan kepada dia untuk tidak putus asa. Takjub karena dampak iklan itu sungguh luar biasa memberikan harapan kepada orang lain, dan mampu menggerakkan orang lain mencari informasi dari tayangan yang hanya berdurasi 40 detik itu.
Mula-mula saya tidak tahu, saya harus bagaimana untuk membantunya? Jelas ini adalah dampak dari iklan televisi yang membuat orang lain memiliki harapan untuk bisa hidup lebih baik. Saya lantas mencoba membantunya dengan membukakan situs atau portal Departemen Koperasi Jakarta. Aneh, saya tidak menemukan informasi apapun yang terkait dengan iklan tersebut atau KUR tadi. Kemudian saya cari di google. Memang muncul informasi tentang bantuan seperti yang dimaksud bapak itu, tapi sayangnya salah satu syaratnya harus punya usaha dulu, baru pihak bank dapat membantu. Saya lantas mencoba hubungi Departemen Koperasi Pusat, sayang beberapa nomor telepon yang saya hubungi tidak ada yang mengangkat.
Saat itu rasanya saya se-putus asa bapak itu. Bayangkan, di depan saya seorang Bapak membutuhkan informasi, yang dia pikir informasi itu dapat merubah hidupnya. Sedangkan saya tidak bisa membantunya sama sekali, infrormasi yang juga saya butuhkan macet total. padahal saya bekerja di bagian komunikasi dan informasi. Betapa bebalnya saya...
Akhirnya saya beri dia beberapa nomor telepon yang barangkali bisa dia hubungi. Saya tahu tindakan saya ini jelas tidak berprikemanusiaan, sebab saya tahu birokrasi untuk menelpon sangat susah, apalagi untuk telepon ke Jakarta membutuhkan ongkos yang tidak sedikit bagi bapak itu. Tapi saya pikir ini adalah jalan yang sementara bisa saya lakukan , karena bapak itu sendiri tidak punya nomor telepon yang bisa dihubungi, jadi jika saya mendapatkan informasi saya tidak bisa segera menghubunginya. Saya sedih dengan tindakan saya ini dan saya mohon maaf padanya tapi bagaimanalagi? Sungguh saat itu saya merasa menjadi manusia yang tidak berguna.... saya hanya bisa meninggalkan nomor telepon saya barangkali dia akan menghubungi saya lagi dan sedikit uang untuknya.
Beberapa minggu kemudian, saya menerima surat darinya, dan saya cuplikan apa adanya :
Dengan hormat,
melalui surat ini saya :
nama : Priyo Utomo
Alamat : Jl. Kapasari IX DKS 16 RT 012/RW 05 Kelurahan Kapasari-Kec Genteng Kota
Surabaya
menyampaikan terimakasih atas santuan dan informasinya tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan saya telah mendatangi Bank terkait, inti jawabannya sama, saya tidak/belum dapat memperoleh KUR tersebut sebab belum mempunyai kerja dan usaha.
Selanjutnya mendapat informasi dari kelurahan (Suratnya diterima Kelurahan minggu kemarin) bahwa DPRD Tingkat Satu Jawa Timur meluncurkan program baru yakni P2SEM (Program Penanggulangan Sosial Ekonomi masyarakat). Namun keterangan dari kelurahan tidak sama dengan keterangan dari pengurus P2SEM, sebab dari kelurahan beranggapan jika P2SEM diperuntukkan bagi masyarakat yang belum mempunyai kerja dan usaha, tapi tidak begitu keterangan dari pengurus P2SEM.
Demikian melalui surat ini saya sekali lagi menyampaikan terimakasih atas santunan dan informasinya. Semoga Allah SWT dengan Berkah dan Rahmatnya, memberikahi dan merahmati hidup dan kehidupan ibu beserta staf Bapetikom dan saya dan keluarga.
Begitulah, saya terkejut mendapatkan surat darinya, padahal saya merasa tidak membantunya sama sekali, kalau toh saya memberikan sedikit bantuan padanya, itu karena memang tugas saya.... rasanya saya tidak pantas mendapatkan ucapan terimakasih darinya, toh dia tetap belum bisa mendapatkan KUR impiannya itu... lantas apa gunanya saya ini mendapatkan ucapan terimakasih? ....
Beberapa tahun yang silam ketika saya masih di humas, saya juga menerima pengaduan masyarakat, dan beberapa dari mereka menjadi teman saya, yang sekali waktu kita saling ber SMS menanyakan kabar masing-masing. Saya teringat ada salah satu warga keturunan (laki-laki) yang menemui saya, dia menceritakan soal pohon tumbang yang ada di depan rumahnya. Setelah ngobrol sejenak dan kemudian mengklarifikasi ke SKPD terkait, masalah itu bisa diselesaikan dengan pengertian dari Bapak itu. Besoknya Bapak itu datang lagi menemui saya, rupanya dia terkesan dengan apa yang sama sampaikan. Jadilah kita menjadi teman ngobrol. Saya bilang pada Bapak itu, saya cuma butuh telinga dan hati saja, untuk mendengar cerita dari Bapak....
Saya bukanlah orang yang berjasa membangun kota ini, bukan orang yang menjadikan kota ini indah dengan tamannya, bukan orang yang menjadikan kota ini menjadi kota terbersih, bukan pula orang yang menjadikan kota ini menjadi bersinar dan sparkling. Saya hanya orang yang mendengarkan orang lain mengeluh, kadang mereka juga mengumpat dengan kasar jika permasalahan itu tidak bisa segera diselesaikan... tapi untungnya kita masih bisa mendengarkaan dengan hati, ini yang penting dan harus terus di jaga... kita mencoba berempati pada perasaan orang lain, ini yang juga harus terus diasah, agar kita tetap peka.
Bergaul dengan orang semacam Pak Priyo, adalah anugerah tersendiri bagi saya, menyenangkan mereka walaupun itu hanya sesaat itu juga kebahagiaan bagi saya.....