Jumat, Desember 10, 2010

SALEH DAN MALU



Dikutip dari Buku Kang Sejo Melihat Tuhan oleh Mohammad Sobary
Beruntung, saya pernah mengenal tiga orang saleh. Ketiganya
tinggal di daerah yang berbeda, sikap dan pandangan agamis
mereka berbeda, dan jenis kesalehan mereka pun berbeda.
Saleh pertama di Klender, orang Betawi campuran Arab. Ia
saleh, semata karena namanya. Orang menyukainya karena ia
aktif siskamling meskipun bukan pada malam-malam gilirannya.
Orang kedua, Haji Saleh Habib Farisi, orang Jawa. Agak aneh
memang, Habib Farisi sebuah nama Jawa. Tapi ia saleh dalam
arti sebenarnya. Minimal kata para anggota jamaah masjid
kampung itu.
Jenggotnya panjang. Pici putihnya tak pernah lepas. Begitu
juga sarung plekat abu-abu itu. Tutur katanya lembut,
seperti Mas Danarto. Ia cekatan memberi senyum kepada orang
lain. Alasannya: “senyum itu sedekah”.
Kepada anak kecil, ia sayang. Hobinya mengusap kepala
bocah-bocah yang selalu berisik pada saat salat jamaah
berlangsung. Usapan itu dimaksudkan agar anak-anak tak lagi
bikin gaduh. Tapi bocah tetap bocah. Biar seribu kali kepala
diusap, ribut tetap jalan. Seolah mereka khusus dilahirkan
buat bikin ribut di masjid.
“Ramai itu baik saja,” katanya sabar, (ketika orang-orang
lain pada marah), “karena ramai tanda kehidupan,” katanya
lagi. “Lagi pula, kita harus bisa salat khusyuk dalam
keramaian itu.”
Mungkin ia benar. Buktinya ia betah berjam-jam zikir di
masjid. Sering salatnya sambung-menyambung tanpa terputus
kegiatan lain. Selesai magrib, ia tetap berzikir sambil
kepalanya terangguk-angguk hingga isya tiba.
Jauh malam, ketika semua orang masih lelap dalam mimpi
masing-masing, ia sudah mulai salat malam. Kemudian zikir
panjang sampai subuh tiba.
Selesai subuh, ia zikir lagi, mengulang-ulang asmaul husna
dan beberapa ayat pilihan sampai terbit matahari, ketika
salat duha kemudian ia lakukan. Pendeknya, ia penghuni
masjid.
Tidurnya cuma sedikit. Sehabis isya, ia tidur sekitar dua
jam. Kemudian, selesai salat duha, tidur lagi satu jam.
Selebihnya zikir, zikir, zikir…. Pas betul dengan
nama-nama yang disandangnya. Dasar sudah saleh, plus Habib
(nama sufi besar), ditambah Farisi (salah seorang sahabat
Nabi).
Kalau kita sulit menemui pejabat karena banyak acara, kita
sulit menemui orang Jawa ini karena ibadahnya di masjid
begitu padat.
Para tetangga menaruh hormat padanya. Banyak pula yang
menjadikannya semacam idola. Namun, ia pun punya kekurangan.
Ada dua macam cacat utamanya. Pertama, kalau dalam salat
jamaah tak ditunjuk jadi imam, ia tersinggung. Kedua, kalau
orang tak sering “sowan” ke rumahnya, ia tidak suka karena
ia menganggap orang itu telah mengingkari eksistensinya
sebagai orang yang ada di “depan”.
“Apakah ia dengan demikian aktif di masjid karena ingin
menjadi tokoh?” Hanya Tuhan dan ia yang tahu.
Pernah saya berdialog dengannya, setelah begitu gigih
menanti zikirnya yang panjang itu selesai. Saya katakan
bahwa kelak bila punya waktu banyak, saya ingin selalu zikir
di masjid seperti dia. Saya tahu, kalau sudah pensiun, saya
akan punya waktu macam itu.
“Ya kalau sempat pensiun,” komentarnya.
“Maksud Pak Haji?”
“Memangnya kita tahu berapa panjang usia kita? Memangnya
kita tahu kita bakal mencapai usia pensiun?”
“Ya, ya. Benar, Pak Haji,” saya merasa terpojok
“Untuk mendapat sedikit bagian dunia, kita rela menghabiskan
seluruh waktu kita. Mengapa kita keberatan menggunakan
beberapa jam sehari buat hidup kekal abadi di surga?”
“Benar, Pak Haji. Orang memang sibuk mengejar dunia.”
“Itulah. Cari neraka saja mereka. Maka, tak bosan-bosan saya
ulang nasihat bahwa orang harus salat sebelum disalatkan.”
Mungkin tak ada yang salah dalam sikap Pak Haji Saleh. Tapi
kalau saya takut, sebabnya kira-kira karena ia terlalu
menggarisbawahi “ancaman”.
Saya membandingkannya dengan orang saleh ketiga. Ia juga
haji, pedagang kecil, petani kecil, dan imam di sebuah
masjid kecil. Namanya bukan Saleh melainkan Sanip. Haji
Sanip, orang Betawi asli.
Meskipun ibadahnya (di masjid) tak seperti Haji Saleh, kita
bisa merasakan kehangatan imannya. Waktu saya tanya, mengapa
salatnya sebentar, dan doanya begitu pendek, cuma melulu
istighfar (mohon ampun), ia bilang bahwa ia tak ingin minta
aneh-aneh. Ia malu kepada Allah.
“Bukankah Allah sendiri menyuruh kita meminta dan bukankah
Ia berjanji akan mengabulkannya?”
“Itu betul. Tapi minta atau tidak, kondisi kita sudah dengan
sendirinya memalukan. Kita ini cuma sekeping jiwa telanjang,
dari hari ke hari nyadong berkah-Nya, tanpa pernah memberi.
Allah memang mahapemberi, termasuk memberi kita rasa malu.
Kalau rezeki-Nya kita makan, mengapa rasa malu-Nya tak kita
gunakan?” katanya lagi.
Bergetar saya. Untuk pertama kalinya saya merasa malu hari
itu. Seribu malaikat, nabi-nabi, para wali, dan orang-orang
suci –langsung di bawah komando Allah– seperti serentak
mengamini ucapan orang Betawi ini.
“Perhatikan di masjid-masjid, jamaah yang minta kepada Allah
kekayaan, tambahan rezeki, naik gaji, naik pangkat. Mereka
pikir Allah itu kepala bagian kepegawaian di kantor kita.
Allah kita puji-puji karena akan kita mintai sesuatu. Ini
bukan ibadah, tapi dagang. Mungkin bahkan pemerasan yang tak
tahu malu. Allah kita sembah, lalu kita perah rezeki dan
berkah-Nya, bukannya kita sembah karena kita memang harus
menyembah, seperti tekad Al Adawiah itu,” katanya lagi.
Napas saya sesak. Saya tatap wajah orang ini baik-baik.
Selain keluhuran batin, di wajah yang mulai menampakkan
tanda ketuaan itu terpancar ketulusan iman. Kepada saya,
Kong Haji itu jadinya menyodorkan sebuah cermin. Tampak di
sana, wajah saya retak-retak. Saya malu melihat diri
sendiri. Betapa banyak saya telah meminta selama ini, tapi
betapa sedikit saya memberi. Mental korup dalam ibadah itu,
ternyata, bagian hangat dari hidup pribadi saya juga.

Hijrah dan Kultus Individu


Ditulis ulang dari  Komunitas Kenduri Cinta  Emha Ainun Nadjib

Tidak ada satu peristiwa apa pun dalam kehidupan yang dihuni oleh manusia ini yang tidak bersifat hijrah. Seandainya pun ada benda yang beku, diam dan seolah sunyi abadi: ia tetap berhijrah dari jengkal waktu ke jengkal waktu berikutnya.

Orang jualan bakso menghijrahkan bakso ke pembelinya, dan si pembeli menghijrahkan uang ke penjual bakso. Orang buang ingus, buang air besar, melakukan transaksi, banking, ekspor impor, suksesi politik, revolusi, apapun saja, adalah hijrah.

Tidak ada satu peristiwa apa pun dalam kehidupan yang dihuni oleh manusia ini yang tidak bersifat hijrah. Seandainya pun ada benda yang beku, diam dan seolah sunyi abadi: ia tetap berhijrah dari jengkal waktu ke jengkal waktu berikutnya.

Inti ajaran Islam adalah hijrah. Icon Islam bukan Muhammad, melainkan hijrah. Muhammad hanya utusan, dan Allah dulu bisa memutuskan utusan itu Darsono atau Winnetou, tanpa ummat manusia men-demo Tuhan kenapa bukan Muhammad. Oleh karena itu hari lahirnya Muhammad saw. tidak wajib diperingati. Juga tidak diletakkan sebagai peristiwa nilai Islam. Hari lahir Muhammad kita ingat dan selenggarakan peringatannya semata-mata sebagai peristiwa cinta dan ucapan terima kasih atas jasa-jasanya melaksanakan perintah Tuhan.

12 Rabiul Awal bukan hari besar Islam sebagaimana Natal bagi ummat Kristiani. Sekali lagi, itu karena Islam sangat menghindarkan ummatnya dari kultus individu. Wajah Muhammad tak boleh digambar. Muhammad bukan founding father of islam. Muhammad bukan pencipta ajaran, melainkan pembawa titipan. Tahun Masehi berdasarkan kelahiran Yesus Kristus, sementara Tahun Hijriyah berdasarkan peristiwa hijrah Nabi, yang merupakan momentum terpenting dari peta perjuangan nilainya. Kesadaran hijriyah menghindarkan ummat dari penyembahan individu, membawanya menyelam ke dalam substansi ajaran -- siapa pun dulu yang diutus oleh Tuhan untuk membawanya.

Hijrah adalah pusat jaring nilai dan ilmu. Dari gerak dalam fisika dan kosmologi hingga perubahan dan transformasi dalam kehidupan sosial manusia. Manusia Muslim tinggal bersyukur bahwa wacana dasar hijrah sedemikian bersahaja, bisa langsung dipakai untuk mempermatang cara memasak makanan, cara menangani pendidikan anak-anak, cara mengurus organisasi dan negara.

Hijrah Muhammad saw. dan kaum Anshor ke Madinah, di samping merupakan pelajaran tentang pluralisme politik dan budaya, juga bermakna lebih esoterik dari itu.

Peristiwa Isra' Mi'raj misalnya, bisa dirumuskan sebagai peristiwa hijrah, perpindahan, atau lebih tepatnya transformasi, semacam proses perubahan atau 'penjelmaan' dari materi ke (menjadi) energi dan ke (menjadi) cahaya.

Sebenarnya sederhana saja. Kalau dalam ekonomi: uang itu materi, kalau diputar atau digerakkan atau 'dilemparkan' maka menjadi enerji. Itu kejadian isro' namanya. Tinggal kemudian enerji ekonomi itu akan digunakan (dimi'rajkan) untuk keputusan budaya apa. Kalau sudah didagangkan dan labanya untuk beli motor: motornya dipakai untuk membantu anak sekolah atau sesekali dipakai ke tempat pelacuran.

Di dalam teknologi, tanah itu materi. Ia bisa ditransformasikan menjadi genting atau batu-bata. Logam menjadi handphone, besi menjadi tiang listrik, atau apapun. Tinggal untuk apa atau ke mana mi'rajnya.

Peristiwa isro' bergaris horisontal. Negara-negara berteknologi tinggi adalah pelopor isro' dalam pengertian ini. Pertanyaannya terletak pada garis vertikal tahap mi'raj sesudahnya. Kalau vertikal ke atas, berarti transform ke atau menjadi cahaya. Artinya produk-produk teknologi didayagunakan untuk budaya kehidupan manusia dan masyarakat yang menyehatkan jiwa raga mereka dunia akhirat. Kalau garis vertikalnya ke bawah, berati transform ke atau menjadi kegelapan. Mesiu Cina diimport ke Eropa menjadi peluru, meriam dan bom. Kita bisa dengan gampang menghitung beribu macam produk teknologi isro' pemusnah manusia, perusak mental dan moral masyarakat.

Dalam pengertian umum dan baku selama ini, Isra' Mi'raj selain merupakan peristiwa besar dalam sejarah, namun pada umumnya berhenti sebagai wacana dongeng, dan belum digali simbol-simbol berharganya atas idealitas etos tranformatif.

Dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan rumus di atas, segala sesuatu yang menyangkut kehidupan manusia-baik di bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan sebagainya-terjadi secara berputar membentuk bulatan. Yang sehari-hari sajapun: badan kita (materi), tentu, jika tidak diolah-ragakan (dienergikan), mengakibatkan tidak sehat. Tidak sehat adalah kegelapan.

Setelah badan kita sehat dan menyehatkan, lantas dipergunakan untuk kegiatan yang baik, yang memproduk cahaya bagi batin kehidupan kita, serta bermanfaat seoptimal mungkin bagi sesama manusia dan alam-lingkungan.


HARLAH, NATAL, DAN MAULID



Ditulis ulang dari tulisan  Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Menggunakan ketiga kata di atas dalam satu napas tentu banyak membuat
orang marah. Seolah-olah penulis menyamakan ketiga peristiwa itu
karena bagi kebanyakan Muslimin, satu dari yang lain sangat berbeda
artinya.

Harlah (hari lahir) digunakan untuk menunjuk pada saat kelahiran
seseorang atau sebuah institusi.Dengan demikian, ia memiliki "arti
biasa" yang tidak ada kaitannya dengan agama. Sementara bagi
Muslimin, kata Maulid selalu diartikan saat kelahiran Nabi Muhammad
SAW.

Kata Natal bagi kebanyakan orang, termasuk kaum Muslimin dan terlebih-
lebih umat Kristen, memiliki arti khusus yaitu harikelahiran Isa Al-
Masih.

Karena itulah, penyamaannya dalam satu napas yang ditimbulkan oleh
judul di atas dianggap "bertentangan" dengan ajaran agama. Karena
dalam pandangan mereka, istilah itu memang harus dibedakan satu dari
yang lain. Penyampaiannya pun dapat memberikan kesan lain, dari yang
dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya.

Natal, yang menurut arti bahasanya adalah sama dengan kata harlah,
hanya dipakai untuk Nabi Isa al-Masih belaka. Jadi ia mempunyai arti
khusus, lain dari yang digunakan secara umum -seperti dalam bidang
kedokteran, seperti perawatan prenatal yang berarti "perawatan
sebelum kelahiran". Yang dimaksud dalam peristilahan 'Natal' adalah
saat Isa Al-Masih dilahirkan ke dunia oleh "perawan suci" Maryam.
Karena itulah ia memiliki arti tersendiri, yaitu saat kelahiran anak
manusia bernama Yesus Kristus untuk menebus dosa manusia. Karena kaum
Nasrani mempercayai adanya dosa asal. Anak manusia yang bernama Yesus
Kristus itu sebenarnya adalah anak Tuhan, yang menjelma dalam bentuk
manusia, guna memungkinkan "penebusan dosa" tersebut.

Sedangkan Maulid adalah saat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pertama
kali dirayakan kaum Muslimin atas perintah Sultan Shalahuddin al-
Ayyubi dari Dinasti Mamalik yang berkebangsaan Kurdi itu. Dengan
maksud untuk mengobarkan semangat kaum Muslimin, agar menang dalam
Perang Salib (crusade), maka ia memerintahkan membuat peringatan hari
kelahiran Nabi Muhammad tersebut, enam abad setelah Rasulullah wafat.
Peristiwa Maulid itu hingga kini masih dirayakan dalam berbagai
bentuk, walaupun Dinasti Sa'ud melarangnya di Saudi Arabia. Karya-
karya tertulis berbahasa Arab banyak ditulis dalam puisi dan prosa
untuk "menyambut kelahiran" itu.

Karenanya dua kata (Natal dan Maulid) yang mempunyai makna khusus
tersebut, tidak dapat dipersamakan satu sama lain, apa pun juga
alasannya. Karena arti yang terkandung dalam tiap istilah itu masing-
masing berbeda dari yang lain, siapapun tidak dapat membantah hal ini.
Sebagai perkembangan "sejarah ilmu", dalam bahasa teori Hukum Islam
(fiqh) kedua kata Maulid dan Natal adalah "kata yang lebih sempit
maksudnya, dari apa yang diucapkan" (yuqlaqu al'am wa yuradu bihi al-
khash). Hal ini disebabkan oleh perbedaan asal-usul istilah tersebut
dalam sejarah perkembangan manusia yang sangat beragam itu. Bahkan
tidak dapat dimungkiri, bahwa kata yang satu hanya khusus dipakai
untuk orang-orang Kristiani, sedangkan yang satu lagi dipakai untuk
orang-orang Islam.

Natal, dalam kitab suci Alqur'an disebut sebagai "yauma wulida" (hari
kelahiran, yang secara historis oleh para ahli tafsir dijelaskan
sebagai hari kelahiran Nabi Isa, seperti terkutip: "kedamaian atas
orang yang dilahirkan (hari ini)" (salamun yauma wulid) yang dapat
dipakaikan pada beliau atau kepada Nabi Daud.
Sebaliknya, firman Allah dalam surat al-Maryam: "Kedamaian atas
diriku pada hari kelahiranku" (al-salamu 'alaiyya yauma wulidtu),
jelas-jelas menunjuk kepada ucapan Nabi Isa. Bahwa kemudian Nabi
Isa "dijadikan" Anak Tuhan oleh umat Kristiani, adalah suatu hal yang
lain lagi, yang tidak mengurangi arti ucapan Yesus itu.
Artinya, Natal memang diakui oleh kitab suci al-Qur'an, juga sebagai
kata penunjuk hari kelahiran-Nya, yang harus dihormati oleh umat
Islam juga. Bahwa, hari kelahiran itu memang harus dirayakan dalam
bentuk berbeda, atau dalam bentuk yang sama tetapi dengan maksud yang
berbeda, adalah hal yang tidakperlu dipersoalkan. Jika penulis
merayakan Natal adalah penghormatan untuk beliau dalam pengertian
yang penulis yakini, sebagai Nabi Allah SWT.

Sedangkan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi (Saladin the Saracen),
penguasa dari wangsa Ayyub yang berkebangsaan Kurdi/ non-Arab itu,
enam abad setelah Nabi Muhammad SAW wafat, harus berperang melawan
orang-orang Kristiani yang dipimpin Richard berhati singa (Richard
the Lion Heart) dan Karel Agung (Charlemagne) dari Inggris dan
Prancis untuk mempertanggungjawabkan mahkota mereka kepada Paus,
melancarkan Perang Salib ke tanah suci.
Untuk menyemangatkan tentara Islam yang melakukan peperangan itu,
Saladin memerintahkan dilakukannya perayaan Maulid Nabi tiap-tiap
tahun, di bulan kelahiran beliau. Bahwa kemudian peringatan itu
berubah fungsinya, yang tidak lagi mengobarkan semangat peperangan
kaum Muslimin, melainkan untuk mengobarkan semangat orang-orang Islam
dalam perjuangan (tidak bersenjata) yang mereka lakukan, itu adalah
perjalanan sejarah yang sama sekali tidak mempengaruhi asal-usul
kesejarahannya.

Jadi jelas bagi kita, kedua peristiwa itu jelas mempunyai asal- usul,
dasar tekstual agama dan jenis peristiwa yang sama sekali berbeda.
Ini berarti, kemerdekaan bagi kaum Muslimin untuk turut menghormati
hari kelahiran Nabi Isa, yang sekarang disebut hari Natal. Mereka
bebas merayakannya atau tidak, karena itu sesuatu yang dibolehkan
oleh agama. Penulis menghormatinya, kalau perlu dengan turut bersama
kaum Kristiani merayakannya bersama-sama.

Dalam literatur fiqh, jika kita duduk bersama-sama dengan orang Lain
yang sedang melaksanakan peribadatan mereka, seorang Muslim
diperkenankan turut serta duduk dengan mereka asalkan ia tidak turut
dalam ritual kebaktian. Namun hal ini masih merupakan "ganjalan" bagi
kaum muslimin pada umumnya, karena kekhawatiran mereka
akan "dianggap" turut berkebaktian yang sama.
Karena itulah, kaum Muslimin biasanya menunggu di sebuah ruangan,
sedangkan ritual kebaktian dilaksanakan di ruang lain. Jika telah
selesai, baru kaum Muslimin duduk bercampur dengan mereka untuk
menghormati kelahiran Isa al-Masih.

Inilah "prosedur" yang ditempuh oleh para pejabat kita tanpa mengerti
sebab musababnya. Karena
jika tidak datang melakukan hal itu, dianggap "mengabaikan" aturan
negara, sebuah masalah yang sama sekali berbeda dari asal-usulnya.
Sementara dalam kenyataan, agama tidak mempersoalkan seorang pejabat
datang atau tidak dalam sebuah perayaan keagamaan. Karena jabatan
kenegaraan bukanlah jabatan agama, sehingga tidak ada keharusan
apapun untuk melakukannya. Namun seorang pejabat, pada umumnya
dianggap mewakili agama yang dipeluknya. Karenanya ia harus
mendatangi upacara-upacara keagamaan yang bersifat 'ritualistik',
sehingga kalau tidak melakukan hal itu ia akan dianggap 'mengecilkan'
arti agama tersebut.

Itu adalah sebuah proses sejarah yang wajar saja. Setiap negara
Berbeda dalam hal ini, seperti Presiden AS yang tidak dituntut untuk
mendatangi peringatan Maulid Nabi Saw. Di Mesir umpamanya, Mufti kaum
Muslimin-yang bukan pejabat pemerintahan- mengirimkan ucapan selamat
Natal secara tertulis, kepada Paus Shanuda (Pausnya kaum Kristen
Coptic di Mesir).

Sedangkan kebalikannya terjadi di hari raya Idul Fitri dan Idul Adha,
bukan pada hari Maulid Nabi SAW. Padahal di Indonesia pejabat
beragama Kristiani, kalau sampai tidak mengikuti peringatan Maulid
Nabi SAW akan dinilai tidak senang dengan Islam, dan ini tentu
berakibat pada karier pemerintahannya.

Apakah ini merupakan sesuatu yang baik atau justru yang buruk,
penulis tidak tahu. Kelanjutan sejarah kita sebagai bangsa, akan
menunjukkan kepada generasi-generasi mendatang apakah arti moral
maupun arti politis dari "kebiasaan" seperti itu.

Di sini menjadi jelas bagi kita, bahwa arti pepatah lain padang lain
ilalang, memang nyata adanya. Semula sesuatu yang mempunyai arti
keagamaan (seperti perayaan Natal), lama-kelamaan "dibudayakan" oleh
masyarakat tempat ia berkembang. Sebaliknya, semula adalah sesuatu
yang "dibudayakan" lalu menjadi berbeda fungsinya oleh perkembangan
keadaan, seperti Maulid Nabi saw di Indonesia.

Memang demikianlah perbedaan sejarah di sebuah negara atau di
kalangan suatu bangsa. Sedangkan di negeri lain orang tidak pernah
mempersoalkannya baik dari segi budaya maupun segi keyakinan agama.
Karenanya, kita harus berhati-hati mengikuti perkembangan seperti
itu. Ini adalah sebuah keindahan sejarah manusia, bukan? *




Anggota DPM Fasilkom UI

Ketika anakku mbarep diterima UI, ada rasa khawatir dekaligus bangga. Khawatir karena dia baru saja menginjak usia 15 tahun dan harus kuliah di jakarta. Sebagais eorang Ibu perasaan khawatir selalu terselip seperti siapa yang mengurus makannya, uang sakunya dan sebagainya. Bangga kareena dia mahasiswa termuda dan tampak matang bagi anak seusianya.

Pertama kali dia ke Jakarta, aku menghabiskan waktu seharian di kamar untuk membuat taplak maja makan dengan ukuran  diameter 2meter. Dalam waktu tiga hari aku menyelesaiakn 3 taplak meja untuk menyelimurkan pikiranku kepadanya.

Tapi dia selalu bisa menenangkan hatiku.."Mama gak usah bingung, aku akan baik-baik saja dan IP-ku pasti diatas3,5" begitu katanya.
Begitulah hanya rangkaian doa yang aku kirimkan untuknya. Dan sekarang dia bilang dia bisa menyelesaikan kuliah dalam waktu 3 tahun, itu berarti kurang satu tahun lagi...
Oalaaa... Nak kataku, itu berarti usiamu masih 18 tahun.  Akhirnya disepakati, perkuliahan akan ditempuh 3,5 tahun. Dan saat ini dia sudah sibuk dengan berbagai aktifitas.

Sejak mauk kuliah dia sudah mulai aktif di organisasi. Sepertinya dia menikmati betul aktifitasnya ini yang memang tidak pernah dia ikuti waktu duduk di bangku SMP dan SMA. Selain sekolah yang ditempuh masing2 hanya 2 tahun, dia disibukkan dengan berbagai lomba Olympiade. Saat ini seakan dia ingin merasakan aktifitas itu. Maka aku lihat agenda kegiatannya sangat padat, menjadi ketua ini itu, menjadi anggta ini itu.

Dan kemarin dia meminta izinku agar bisa mengikuti pemilihan anggota Indiependen DPM UI. Entah aku sendiri tidak begitu paham apa itu DPM. Aku hanya berpesan hati-hati dan jangan sampai semua aktifitas itu mengganggu kuliahnya yang sebentar lagi selesai. Dia bilang ingin dapat beasiswa LN, salah satu syarat untuk emndapatkan beasiswa itu adalah sering aktif diorganisasi kampus.

Oalaaa Anakku, doa ibumu semoga selalu mengiringi setiap langkahmu. Semoga kelak engkau juga mampu menembus Harvard atau Oxford dan menjadi salah satu mahasiswa di sana...

Kamis, Desember 09, 2010

Sudah berasa

Perasaanku sebetulnya sudah  memberi peringatan kepada pikiran dan hatiku. Bahkan sangat kuat. Saking kuatnya, aku bahkan sudah menceritakan hal ini pada teman dekatku. Tapi aku masih berpikir positif terhadap pimpinan. sampai suatu ketika pada hari Jum'at 5 November sekitar pukul 10.00 kami semua dikumpulkan di ruang rapat.
Pada forum yang cukup resmi itu, aku melihat wajah pimpinan sangat marah dan matanya tertuju padaku... tak lama dia membuka rapat dengan mengatakan "Ada yang membuka tentang pekerjaan kita kepada wartawan, dan yang membuka adalah orang kita sendiri" begitu katanya sambil menatapku sekilas. "Saya tidak perlu menyebut namanya, tapi dia akan dipindah dari tempat kita..."

Saat itu anak panah rasanya menancap ke dadaku. Jelas ucapannya ditujukan ke arahku. Secara logika siapa yang selama ini dekat dengan wartawan? Semua orang pasti akan menunjuk aku. Yah aku memang dekat dengan dunia wartawan, tidak saja karena aku mengajar di STIKOSA AWS yang lulusannya banyak yang jadi kuli disket, tapi teman-teman wartawan hampir semuanya adalah sahabatku waktu kuliah, bahkan beberapa dari mereka adalah mantan mahasiswaku, dan ada yang juga masih magang di salah satu surat kabar dan televisi.  Jika mendekati Tugas Akhir, banyak mahasiswa ini yang mampir ke tempat kerja untuk konsultasi bimbingan skripsi. Aku memang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mampir ke kantorku apabila mereka membutuhkan bimbingan skripsi, tapi itupun aku minta pada mereka sekitar pukul 15.30 Wib mendekati jam pulang kantor.

Namun demikian, aku tidak bebal, aku masih waras untuk tidak berbicara masalah pekerjaan. Aku tahu dan kenal betul dunia jurnalistik. Maka jika ada yang mencurigai aku membicarakan masalah kantor ke orang lain terutama ke wartawan, sungguh picik.

Saat itu aku sudah siap untuk membela diri, tapi sayang Kepala Kepegawaian secara bersamaan memanggilku. Selanjutnya dengan perasaan yang campur aduk, aku tepaksa meninggalkan ruangan rapat menuju ke ruangan BKD, di sana Kepala BKD memintaku membantunya dalam acara Surabaya Juang.

Aku akui, setelah peristiwa rapat tersebut, radar perasaanku demikian cepat bergetar dan berputar. Arah pendulum sudah nampak, bahwa aku akan dijadikan realisasi atas ucapan pimpinan pada tanggal 5 November. Aku ceritakan semua ini ke Timut. Reaksi yang ditujukan kepadaku sungguh luarbiasa. DIA MENANGIS. Dia tahu betul istrinya memang tidak asing dengan dunia jurnalistik, tapi dia juga yakin bahwa istrinya tidak melakukan seperti yang dicurigai orang lain.
"Baiklah kita lihat saja nanti siapa yang keluar" begitu kata mbak anik teman dekatku di kantor, yang punya proyek yang beritanya sudah menjadi running di media. Walaupun dia katakan bahwa yang dimaksud itu bukan aku tapi "orang lain". Pimpinan juga sudah tahu orangnya. Begitu kata mbak Anik, ngadem-ngademi aku. Tapi aku tetap merasakan ada sesuatu di sini, sesuatu yang mengatakan bahwa aku harus menyiapkan diri....

Akhirnya, prediksi dan radarku terbukti. 23 November, dua minggu setelah ucapan pimpinan di ruang rapat menjawab semua pertanyaan " SIAPA YANG KELUAR?" . Aku menerima amplop coklat mutasi!

Malam harinya aku cerita ke Ustaz Kuswandi, salah satu ustaz yang sering memberi pengajian di Masjid Mulyosari. Aku telepon dia, aku menangis kepadanya. Wejangan Ustaz Kuswandi, cukup memberikan pencerahan kepadaku. Katanya aku harus bersyukur, bahwa aku telah dihijrahkan oleh Allah dari tempat yang buruk. Katanya Allah mencintai aku, dipisahkan dari orang-orang yang tidak baik. Aku harus bersyukur, aku harus iklas. Aku harus yakin, bahwa aku dalam perlindungan Allah. Namun, ustaz Kuswandi juga menyarankan agar aku menemui pimpinan menanyakan apakah ada kaitannya antara ucapannya dengan kepindahanku?

Besoknya sesuai saran Ustaz Kuswandi, aku menemui Pimpinan. Aku tak perlu berbasa basi,  langsung saja menanyakan apakah ada kaitannya dengan ucapannya dengan output mutasi ini? Jawaban yang sudah aku duga : dia menjawab TIDAK. Katanya itu hanya perasaanku saja. Tapi aku katakan ini bukan perasaan tapi saya berbicara FAKTA, dan ini menyangkut harga diri. Aku katakan lagi, tidak masalah bagi saya pindah dari kantor ini, tapi saya tidak ingin kepindahan ini karena saya dianggap membocorkan pekerjaan ke wartawan, itu menyakitkan bagi saya, karena sama saja mengatakan saya penghianat. Dia diam saja.  Kemudian saya melanjutkan, apakah dia tidak memahami perasaanku dihadapan teman lain yang hadir pada waktu rapat itu? Dia mengatakan lagi-lagi itu hanya perasaanku saja. Saya kembali mengatakan ini bukan perasaan, tapi FAKTA, FAKTA dari ucapan yang disampaikan pada waktu rapat.

Sebetulnya saat itu aku ingin  sekali dia mengatakan penyesalannya dan meminta maaf apabila saya tersinggung, dan meralat pada forum yang sama untuk meluluhkan hati saya. Tapi dia tidak mengatakan sama sekali. dan tampaknya tidak ada penyesalan dan rasa bersalah terhadap apa yang pernah disampaikan.

Baiklah, kata saya dalam hati. Terserah saja apa maumu. .....Aku berbisik lirih: Tuhan kuatkan hati dan jiwaku, aku yakin Kau dengar do'aku, dan aku tahu Kau tidak tidur dan Maha Tahu atas semuanya.... Tuhan aku dalam kondisi puasa... dengarkanlah doaku.

Sore harinya aku meluncur ke Ustaz Yono, salah satu Ustaz yang mengasuh anak-anak yatim. Sampai di sana berbarengan dengan waktu maghirb. Aku bersujud kepada Allah, menangis di  mushollah Ustaz Yono. Dan akupun bercerita kepadanya tentang kegundahanku. Jika Ustaz Kuswandi mendinginkan hatiku dan memberi semangat kepadaku untuk tetap kuat, maka dengan Ustaz Yono aku mempelajari arti kesetiakawanan, arti sebuah pekerjaan, arti sebuah jabatan dan belajar untuk melupakan apa yang aku alami.
"berapa orang sih.... maaf ... orang yang baik di sana...?"  tanyanya.
"Jika sahabat panjenengan percaya bahwa panjenengan bukanlah orang yang membuka rahasia, apalagi Tuhan...?" Saya tahu dan mengenal betul situasi pekerjaan di sana... maka bersyukurlah  telah Hijrah" katanya. membuat air mataku mengalir deras bagaikan anak sungai.
"Saya berpesan panjenengan harus menghapus nama pimpinan itu dari benak dan pikiran... usahakan jangan diingat-ingat lagi"  nasehatnya.

Dua orang Ustaz yang demikian luar biasa, telah mensupport aku. Aku yakin mereka juga mendoakan diriku, atau paling tidak nasehat yang berupa semangat untukku itu juga doa bagiku dalam melangkah di hari-hariku.

Dan, dua hari sebelum aku betul-betul meninggalkan kantor, ada sms dari pimpinan. Ya Tuhan sms-nya demikian kasar sekali. Aku terima sms itu ketika posisiku akan berbuka puasa. Dia marah, hanya karena aku bertanya nomor telepon kepala dinas PU yang baru. Aku butuh nomor itu karena dia meminta aku mengundang seluruh SKPD melalui sms gateway dalam rapat, dan tinggal nomor dari PU itu yang belum aku punyai. Aku sudah berusaha menanyakan ke SKPD lain tentang nomor kepala PU ini, tapi semuanya hanya menjanjikan saja. Lantas siapa lagi yang aku tanya kalau bukan pimpinan sendiri? Apa yang salah dalam hal ini? Bukankah dia memiliki jaringan dan kenalan antar SKPD dari daripada aku? Aku tidak mengerti.... toh akhirnya nomor kepala PU juga aku dapat dari dia.
Namun ketika dia tahu aku lagi puasa dan akan berbuka, sms-nya agak lunak. Tapi aku yang terlanjur sedih dan kecewa terhadapnya akhirnya membalas smsnya: "Terimakasih Pak, maaf saya tidak selera untuk berbuka, hanya air putih saja... saya sedih membaca sms bapak..." Karena sudah tidak ada selera untuk makan, saya ndoprok sholat maghrib dan beroda: "Ya Allah, umatmu ini sedang puasa, rasa lapar dan kesedihan yang sangat luar biasa ini semoga mampu menjebolkan langitMu atas perlakuan yang aku terima".

Tengah malam aku terima sms dari pimpinanm, entah apa yang menggerakan jarinya untuk mengirimkan sms dan menulis permintaan maaf kepadaku.... tapi aku tidak membalasnya, aku tidak peduli lagi.... apakah dia lupa, bahwa dia juga punya anak yang kelak juga akan bekerja? Biarlah Tuhan yang menentukan semuanya...
Semoga dia sadar atas perlakuaknnya kepadaku...

Selasa, November 16, 2010

Wedhus 2

Goes Is sing winginane wis tuku wedhus James Bond karo Yus ijek pingin tuku maneh, sungkan rek karo santrine mosok cuma wedhus siji tok. Tapi dekne saiki budhal dhewe golek wedhus, Yus gak gelem ngeterno maneh mergo sepeda motore mambu wedhus Pitra emoh digonceng Yus. 
Goes marani sing dodol wedhus. Wah iki mesti sabar wonge, sing dodol rambute putih  mesti bijaksana. Ngono batine Goes Is pas nontok sing dodol wedhus rambute wis putih kabeh, jenenge Agus. Opomaneh jenenge memper karo dirinya mesti murah wong seduluran.

"Wedhusmu lemu-lemu yo ... dipakani opo iki rek?" takok Goes is padune ben dike'i murah.
"Sing ndi sing ireng opo sing putih ?" Takok agus
"Sing ireng.."
"Ooo nek ireng iku tak pakani suket"
"Lha nek sing putih..?"
"Yo podo ae suket kabeh..."
"Pirang kranjang suket panganane kok nggrangsang..." Goes takok maneh
"Sing ndi...?"
"Sing ireng iku lhoo kok mangane telap telep.."
"sing Ireng iku entek 3 kranjang mbendinone.."
"Lha nek sing putih..?
"Podo ae.. 3 kranjang.."
Goes Is rodo mangkel, ditakoni bolak balik mesti ganti takon sing ireng opo sing putih wong jawabane mesti podo kabeh.
"Gak ngono se, sampeyan iku angger aku takok kok ganti  takok maneh sing ireng ta sing putih wong jawabene podo kabeh..."
"Lha awakmu ga ngerti ta iki wedhuse sopo...?" Agus mencureng
"Lho opo bedho ta  sing nduwe wedhus iki...sing ireng iki dhuwe'e sopo lho...?
"We'anku..."
"Lha nek sing putih iki...?"
"Yo we'anku sisan...arep la'opo... takok-takok ket mau gak tuku-tuku..."  Agus nggremeng

Wedhus

Yus karo Goes Is golek wedhus kanggo Idul Qurban. Wis muter-muter kabeh gak onok sing cocok kanggo Goes Is. Yus sing ngeterno sampek mangkel.
"Iki lho apik wedhuse, guedhe,  untune yo gak bolong, irunge mbangir ambune yo ga lebus..." jare Yus.

"Iyo wedhus iki jenenenge James Bond..." jare Bas sing dodol wedhus.
"wedhus ae jenenge James Bond...guayaa.." jare Goes Is karo molak malik wedhus onok rolas.
"Awakmu iki niat tuku opo gak ...ket mau molak malik wedhus ae... sing mbok inceng iki apane .." Bas mecucu.
"nek arep molak malik wedhus kono nang merapi akeh wedhus gimbal.."
 Diprenguti karo Bas, akhire Goes Is tuku James Bond. Tapi Goes Is bingung, yok opo carane nggowo James Bond, mosok diadahi kresek opo karung.. wong Baskoro nggak onok servis antar jemput wedhus.
"Yo digonceng telu ae, James Bond nang tengah.." Usul Bas.
"lha lungguhe James Bon yok opo mosok mekangkang..engko nek disemprit pulisi belaen" jare Yus
"Wis pangkuean ae Goes.... awakmu kan nggowo sarung, krukupen James Bond-mu ben dikiro nongko" Jare Yus. Goes is manut arek iku mangku James Bond, untunge wedhus iku kok yo manut dikekep Goes is. Be'e sarunge Goes Is dikiro emboke...
Tekan dalan dadak onok polisi wedhok jenenge Lilik. Wah belaen, polisi iki terkenal judes pol. Nggawe spion kuwalik ditilang, nggonceng madhep mburi ditilang, nggawe helm bolong ditilang... wis hobine ancen nilang wong sitok iki.
"Goes,  James Bond-mu krukupen ben gak kethok pulisi iku... gendongen sing enak, engko ditilang". Jare Yus gupuh.  Pas arek loro iku lewat nang ngarepe Lilik... Lilik ngowoh, sempritane langsung mlorot ceblok. De'ne heran laopo arek loro iku mangku wedhus koyok mangku anak...

Minggu, November 14, 2010

ngijoli

Cak Sur budhal nyambut gawe biyayakan. Tangi mbangkong, embong kadhung rame. Sepedha montor gak isok ngebut. Kudu pinter-pinter nggolek celah. Cak Sur koyok slilit untu, menggok ngiwa, ngeles nengen, maju thithik, sampek isok nyabrang rel sepur ndhuk Jl A Yani. Tapi kok pancet ae macet.
”Laopo ae se wong-wong iki? Mosok sak Suroboyo mbangkong kuabeh koyok aku?” batine Cak Sur.
Lek nyetir mbalik koyok slilit. Kecepit-cepit cik cepet. Tapi bareng isok nyalip tekok kiwa… bruuuak! Sepedhae nubruk Pendik sing nggawa angglek, keranjang guedhe ngiwa-nengen ndhik goncengan. Kangkung rong engglek numplek. Pendik muring-muring.

Cak Sur gak isok ngeles. Timbangane wong ndhik embong muring-muring merga macet, kathik cik gak diparani pulisi, Cak Sur mbayari kangkung sing numplek, Rp 100.000. Kangkung sing isok digawa, dicangking. “Cik dimasak arek-arek nang kantor,” pikire Cak Sur.

Lha kok gak kapok, menene Cak Sur mbangkong maneh. Biyayakan maneh, nubruk enggleke Pendik maneh. Sing digawa saiki gedhang. Batine Pendik surak-surak, “Wah, mesthi ditempuhi maneh. Saiki aku njaluk luwih larang.” Pendik njaluk Rp 300.000 merga gedhange larang. Rumangsa salah, Cak Sur gak mbantah.

Menene -amit-amit jabang bayi–Cak Sur krinan maneh. Biyayakan maneh. Saiki Pendik wis nyegat dhisik. Arek iku lek ngonthel sepedha engglek sengojo mlethat-mlethot. Bareng Cak Sur kate liwat, Pendik langsung ngglimpang. Isi enggleke dadi sak embong. Cak Sur mecucu.
“Mosok telung ndina aku kudu nempuhi terus? Sing iki gak katene!” jare Cak Sur. Pendik muring-muring, tapi Cak Sur gak ngreken. ”Lha laopo aku nempuhi pete sak embong? Opo njaluk kali sak Suroboyo mambu pete lek tak gawa nang kantor?!”

ringtone

Sore sore Lilik marani Yus. Lilik kepingin sepedhae onok unine, koyok suara ringtone HP. “Tapi ojok sing mbenging koyok bakul puthu. Sing liyane” jareLilik.  Sajane Yus judheg ngaraskno Lilik. Kepingine duwe barang ,esti sing seje. Tapi jenenge sa'alumni opo maneh wis suwi gak ketemu, Yus nggolekna suara sing enak dirungokna. ”Koen iku numpak sepedha kok koyok nyekel HP. Iyo lek HP onok ringtone, lha iki sepedha kok njaluk ringtone,” jare Yus
Lilik gak ngreken. “Pokoke sepedha motorku isok nggarai wong-wong noleh, tertarik karo suarane" jare Lilik kemalan.

Yus njaluk tulung Goes Is sing ahli ringtone. Rong ndina, Goes Is nang omahe Lilik, masang ringtone sepedhamotor. Sorene, Yus  ditelpon Lilik. Arek iku murang-muring. “Mosok ringtone sepedhaku koyok ngene se, Yus,” jare Lilik.
”Wah, Goes Is mesthi gak beres. Se, tak nang omahmu,” jare Tiwok.  Arek iku ngajak Goes Is. Bareng Lilik njajal sepedhamotore, Yus kuaget. Ringtone sepedhae Lilik onok loro: susu murni nasional. Ringtone sitoke: chik yen, chik yen bakpao yang asli.
”Jare sing isok nggarai wong ndhuk embong noleh,” jare Goes Is
”Iyo, tapi aku lak gak dodolan susu ambek bakpao!” jare Lilik sengit.

Sabtu, November 13, 2010

CAlon Bupati

CIK abote se kate dadi bupati. Artis-artis semlohe sing wis siap-siap bengesan dadi wurung. Lilik sing diusung Partai LS83 (ludruk Smandela83) yo pingin nyalon jadi bupati, opo maneh  dekne wis kondang mergo dadi bintange ludruk Smandela 83.

“Lek duwe bupati ngetop merga tau dadi pemeran utama ndhuk ludruk smandela83, rakyate lak isok nontok bareng koyok nontok Piala Dunia,” Lilik nggremeng.

Yus gak ngreken. “Bupati utawa calone iku kudu sopan. Nggawe klambi sopan, ngomonge sopan.”

Lilik  mecucu. “Pas dadi sundel bolong ndhuk cerita ludruk smandela aku lak yo sopan, ngguyuku mik cekikikan gak tau mangap-mangap. Klambiku sopan, dawa sampek ngisor masio gegere bolong. Lha yok opo, mosok sundel bolong jaketan?”

Goes Is nambahi, “Iki berlaku digawe calon bupati ambek wakile kuabeh, gak lanang gak wedok. Sopan iku gak ngentut sembarangan, gak ngupil ndhuk embong, lek glegeken gak entuk banter.”

Lilik mecucu, “Ealah, dadi calon bupati gak entuk ngupil.”

Tampil

Lilik latihan nyanyi sampek lawang jedhing jebol. Yus ngomel-ngomel. “Mosok se nguyuh ae sampek nggarai lawange jebol?”

Lilik mrenges. “Rumangsaku iki mau koyok gayane Vierra gak eruh lek engsel lawang wis jebol.”

Lilik kate melok ‘pencarian bakat’ ndhuk Trans TV. Makane olehe belajar nyanyi sampek disangkakno kate dodolan tape mumet kampung. Tapi gak mik Lilik sing kate budhal ndhuk Jakarta. Agus gak gelem kalah. Arek iku jare kate pamer musik kepret. Yok opo se?

Agus praktik, cucul kaos. Mari ngono tangane dislempetna kelek, diobahna. Pret-pret-pret. Sing nggarai seje, Agus isok nggawe nadha do sampek si ambek keleke. Arek iku nyanyi lagune ST12 diringi kepretan kelek. Pokoke jurine sing kuat ae.

Eruh Agus kate nang Jakarta bandha kelek, Tiwok  langsung latihan. “Aku kate nggawe sing seje.”

Lilik langsung krasa gak enak. “Wis, gak usah dipamerna, Wok. Aku gak kepingin eruh.”

Tiwok jare wis nyepakna atraksi. “Aku kate nyanyi ambek ngupil. Gurung onok sing nglakoni. Iki mesthi unik.”
Saiki usum nggawe band. Suarane pas-pasan gak opo-opo sing penting gaya. Opo maneh lek isok tampil nang ludruk Smandela83 waduh… mesthi ngetop. Agus, Sugeng, Yus, Goes Is nggawe band jenenge "ELEK YO BAND", Agus (kibord ambek nuthuk drum), Sugeng (gitar diselingi nabuh kendhang), Yus (suling karo ngiderne mike), Goes Ia (vokal ditambah tugas nggawekno kopi). Biasane nyanyi lagune Nidji.  Gayane Goes is yo puersis koyok Nidji. Malem Minggu wingi  Pitra ulang tahun nanggap band "Elek yo band.". Tapi Goes Is wis seminggu pilek. Suarane bindheng. Gak memper Nidji blas.

“Wis, nyanyi awu-awu ae. Tak puterno CD, Goes Ia sing umik-umik ambek gaya. Ojok lali gayamu sing heboh cik gak onok sing nontok lambe,” jare Sugeng. Kabeh setuju.
Lagune Nidji  diputer. Goes Is langsung umik-umik ambek gayane koyok Nidji mencolot-mencolot koyok uler keket,  cik lambene gak ketok. Bareng dikeploki, Goes Ia tambah gunggungan. Sirahe diputer-puter koyok Trio Macan. Saking bantere olehe muter2no, jedhuak… bathuke natap amplifier. Goes Is ngglethak, ngelu.

Agus ambek Yus langsung nulungi. Tapi Sugeng  lali gak mateni suarane Nidji. Sing nontok bingung. “Areke klenger tapi kok isok nyanyi,” jare Lilik kancane Pitra. Wah, gawat. Sugeng langsung nyaut mikrofon. Arek iku ganti sing umik-umik nerokno suarane Nidji.  Agus age-age nyeret Goes Is.
“Wah, hebat yo band Elek yo Band  iku. Suarane podho. Aku malih eling Nidji,” jare Lilik. . Pitra nggremeng mbatin, “Pancen podho rek. Podho sempele.”

Jumat, November 12, 2010

BAthi

Metu tekok bioskop, udan gerimis. Yus sing boncengan karp Goes Is nekat wong mandhak gerimis ae. Tapi bareng tekok ndalan kok tambah deres. Kepekso ngayup dhisik. Kancane akeh. Yus ngadeg idhek arek pacaran, tibanya Tiwok ambek Pitra. Arek loro glenik-glenik.
“Wis Wok, diterak ae udane. Sampek isuk gak terang-terang,” jare Yus
Yus  njukuk jas udan ijo. Kabeh melok-melok. Tiwok yo mbukak jas udan ijo. Yus age-age numpak sepedha. Jas udan dikrukupno. Tiwok yo ngono. Yus nyeluk Goes Is cik ndang age-age numpak. Tiwok nyeluk Pitra  yo cik cepet nyengklak.

Pitra mara. Arek iku langsung nyengklak. Tangane gocekan bangkekan rapet. Maklum rek, pacaran kathik udan-udan. Goes Is yo  langsung mbonceng. Rhueng… kabeh budhal nerak udan.
Tapi Yus gumun. Kok Goes Is olehe ndhekep rapet temen. Kathik ambune Goes Is  kok wangi wong mau mambu kecut. Bareng ngliwati kuburan, Yus kuaget sepedhahe kejanggul watu. Untunge sing nang nggurine gak tiba wong gocekane kenceng. “Iki tekok endi se...?"

Yus merinding. Lho… kok suarane Goes Is malih alus? Ojok-ojok pas kejanggul mau Gos Is diijoli genderuwo? Wangine melati. Bangkekane Yus dijiwit. Wadhuh… kok kukune dawa? Lha iki mesthi kelompoke kuntilanak. Nang ngarep pos satpam Yus mandheg dhiluk. Arek iku ngelirik tekok kaca gedhe. Angin pas nyibak jas udan. Rambut dawa sing nang nggurine klebat.
“Huaaaa… kuntilanak!” Yus gak isok ngempet wedi.

“Huaaaa…!” kuntilanak nang nggurine yo mbengok. Satpam sing jenenge Agus mlayu-mlayu marani. Bareng jas udan dibukak lho…Pitra  sing nemplek gegere? Lha Goes Is nang endi?
“Lho sampeyan tak kira Tiwok. Lha mau jas udane padha,” jare Pitra  bingung.
Tiwok sing arep ngeterno Pitra  nang Pondok Cinta langsung semaput bareng weruh Pitra sing ayu kinyis-kinyis malih dadi Goes Is.

Disemprit Langsung Mules

Pendik nyacak sepedha montor anyar duweke Ning Ya, tanggane. Kathokan kolor, durung adus, durung raup, arek iku wis nyengklak. Maune kate muter-muter dhiluk nang ngarep gang. Bareng tekok embong, Pendik bablas.
Tapi apes, tekok ngarep ono pulisi. Pendik langsung disemprit. Lha yok opo pancen gak nggawe helm, gak nyekel SIM, gak onok STNK wong pancen kathokan kolor. “Walah, ditilang, rek!” Pendik bingung. Untunge onok gang, langsung dileboni.

Pulisi sing jenenge Pi'i mesthi ae muring-muring. Arek iku diuber mlebu gang. Pendik gak kurang akal. Menggak-menggok nang dalan tikus. Tapi walah… kok gang buntu. Gang cilik iku notok tekok jedhinge wong. Saking gupuhe Pendik njagang sepedha. Kasur apek sing dipepe disaut ditutupno sepedha cik gak ketoro.

Weruh onok sarung ambek andhuk disampirno nang lawang jedhing yo disaut. Sarung dinggo, andhuk ditutupno endhas. Mari ngono Pendik ndhodhok epok-epok antri jedhing. Pulisi Pi'i mandheg nang ngarep gang. Pulisi iku mudhun soale ngerti lek gange buntu. Tolah-toleh bareng ketok onok arek ndhodhok ditakoki. “Cak, weruh arek sepedhahan biyayakan mlebu gang iki?”
Pendik epok-epok mulet krasa mules. “Aku kaet mau antri jedhing gak onok arek liwat.”
Pulisi Pi'i yo rodok gak percoyo. Pendik langsung nyekeli bokonge. “Sepurane, Cak Pulisi, aku kate ngentut. Iki mau antri wis rong jam.”

Weruh Pendik kate mbledhos, Pulisi Pi'i langsung ngalih. Tapi yo jik noleh maneh sajak gak percoyo. Bareng suara sepedhahe Pi'i wis gak krungu, Pendik age-age mbongkar kasur. Sarung ambek andhuk diuncalno. Sepedha montor distater… wher… bablas.

Saiki sing bingung Cak Sur sing nang njero jedhing. Koyok sulapan andhuk ambek sarung sing disampirno lawang jedhing ilang. “Hoi… rek! Ojok guyon ta. Mosok aku ucul thili-thili. Lak koyok paklike thuyul!”

Kamis, November 11, 2010

MengeriIKanN

deary,
mengerikan jika kita tiba-tiba sudah mulai menua..... ada uban satu dua, terselip juga garis tua di dahi...
Mengerikan jika tiba-tiba saja usia melaju dengan kencang... dan tahu-tahu kita sudah memasuki batas kadaluwarsa. Ibarat suatu produk, kita sudah tidak layak konsumsi.
Dan yang lebih mengerikan lagi, kita tidak menyadari perubahan itu.... hiks

Setiap melihat wanita yang berusia tua, dengan wajah lelah, kuyu, dan kusam... Aduh.... itu adalah cerminan kita. Namun, jika melihat wanita tua yang tetap sehat, cantik, dan muda... kita pasti ribut apa resepnyaaaa.......

Tiwok Mulih Soko Cino

Kapanane pas Tiwok mulih soko Negoro Cino, disambut koyok walikota. Mulai tekan gang Samndela83 kebeh wis baris rapi nyalami. Mulai satpam sampe penjaga parkir podo nyalami kabeh. Opo maneh Pitra arek ayu iki wis nyambut nang pendopo. Yus karo Goes Is mencep eruh Pitra nyalami Tiwok.
"Yus engko nyilih korekmu yo gawe nyumet kue tart selamat datang ben disebul Tiwok" Jare pitra. Sing dipeseni mecucu. Yus nyenggol Goes Is. "enake diapakno wong siji iki?'
Pitra langsung nggandeng Tiwok mlebu nang pendopo. "Wok iki lho onok kue tart khusus ta gawe'no kanggo nyambut awakmu teko soko Cino. Disebul yo Wok liline".
Tiwok langsung pasang aksi. Opo maneh eruh Yus karo Goes Is motret. Disebul pisan ga mati. Disebul pindho, pancet. Disebul sampek raine abang, liline gak obah. Isin ambek Pitra, Tiwok pasang ancang-ancang ambegan dowo mari ngono nyebul.  Lha kok onok imbuhe broooootttt.....entute melu metu. Pitra mblokek-mblokek. Yus karo Goes Is mesam-mesem." Ndang cabuten kabele sing nang lampu lilin Goes, cek matek liline. Mbok sampe ngeden lilin gak kiro matek nek ga mbok cabute kabele" Jare Yus.

Minggu, November 07, 2010

king kong

King Kong ...

oleh Aryo Nugroho pada 20 Mei 2010 jam 16:45


Mengapa King Kong digunakan untuk nama Kera atau Monyet
Raksasa ?

Mengapa tidak digunakan nama Great Ape, King Monkey, Giant
Ape,
Giant Mongkey atau yang lainnya ?

Menurut ahli bahasa, kata King Kong berasal dari bahasa
Inggris dan
bahasa Latin, yang artinya Raja Monyet. King artinya Raja
(bahasa
Inggris) dan Kong artinya Monyet (bahasa Latin).

Berikut adalah kata-kata yang terkait dengan Kong :

1. Kong Kali Kong :
Artinya banyak Monyet ! Bayangin , Monyet dikalikan dengan
Monyet !

2. Kong Res (Kongres) :
Artinya Monyet Ngumpul ! Res singkatan dari Residu, sisa
yang terkumpul.

3. Kong Kow :
Artinya, Monyet Gaul ! Kow dari bahasa Mandarin non-formal
yang artinya
main, bergaul atau ngerumpi.

4. Ngong Kong :
Artinya Monyet Jongkok ! Ngong artinya duduk atau Jongkok
dalam bahasa
Sanskerta.

6. Kong Lomerat :
Artinya Kumpulan besar Monyet ! Glomerat artinya
menggelinding menjadi
bola yang besar.

7. Kong Si (Kongsi) :
Artinya Empat Monyet pengusaha ! Si adalah bahasa Mandarin
artinya
empat.

8. Cu Kong :
Monyet banyak duitnya ! Cu artinya banyak duit menurut
bahasa
Mandarin kuno yang sudah kadaluarsa.

9 . Eng Kong :
Artinya Mbahnya Monyet !

10. Sing Kong :
Akar umbi ngumpet dalam tanah, takut ama monyet !
Sing = singitan (bhs Jawa) = ngumpet.

11. Bo Kong :
Bagian tubuh belakang monyet di bagian bawah yang
kelihatan
bengkak. Bo = aboh (bahasa Jawa) = bengkak.

13. Jerang Kong :
Kerangka monyet ! Jerang = tulang belulang menurut
bahasa antah
berantah.

14. Bang Kong :
Monyet bangun kesiangan ! Bang = singkatan dari bangun.

Sabtu, November 06, 2010

Kentut dalam selimut (fire-Jogja)

Peribahasa menyatakan betapa berbahayanya musuh dalam selimut, tetapi dalam realitanya, kentut dalam selimut sungguh lebih "mematikan". Tidak percaya, silakan tanyakan pada suami/istri masing-masing, pasti akan terungkap cerita mengenai ketabahannya selama ini untuk bertahan, terutama dalam hal menahan napas.

Jangankan orang lain, coba saja panjenengan bereksperimen untuk 'krungkeban' sambil menikmati kentut yang telah dilokalisir tersebut. Bagaimana hasil "self-assessment" tersebut, apakah tetap akan lebih mencintai "produk lokal"?

Itulah sebabnya banyak orang ngengkel setengah mati, "Kentutku tidak bau, kok?", padahal semua spesies dalam radius seratus meter sudah megap-megap semua akibat dampak sistemik dari kentutnya, apalagi kalo pencernaannya sedang bermasalah.

Nah, teman-teman silakan diapresiasi kumpulan peribahasa berikut ini:

1. Lempar kentut sembunyi pantat: Sambil mengalihkan perhatian, berharap tidak ketahuan.

2. Habis manis, kentut dibuang: Tuh, akibat kebanyakan makan ketela rebus atau durian ….

3. Karena kentut setitik, rusak diskusi sekelas: Dasar, merusak suasana ….

4. Sedikit demi sedikit, lama-lama tercium juga baunya: Biarpun kentutnya dicicil supaya nggak nyaring suaranya, baunya sih masih akibat banyaknya "gesekan" ….

5. Besar pasak daripada tiang, besar kentut daripada orang: Yang masih kecil "tembakannya" juga bisa mematikan loh…..

6. Ada uang abang disayang, ada kentut abang melayang: Baru pedekate kok berani kentut dekat calon mertua ….

7. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, bau kentut tak jauh dari orangnya: Makanya, sehabis kentut segeralah kabur meninggalkan TKP.

8. Menepuk kentut didulang, terpercik ke pantat sendiri: Jangan suka menuduh orang lain kentut, sebelum memeriksa pantatnya sendiri.

9. Sekali kentut di ujian, seumur hidup orang ingat terus: Bayangkan, baru sepi sunyi semua siswa serius sekali, tiba-tiba "…duuuuttt…" wah langsung deh tercatat di hall-of-fame.

10. Malu bertanya, kentut di jalan: Buruan cari WC, sudah pating kruwel perutnya ….

11. Bagaikan kentut di ujung tanduk: Ini sih peluangnya fifty-fifty, "Keluarin sekarang apa nggak ya…?"

12. Air tenang menghanyutkan, kentut tenang … mencurigakan: Pasang tampang innocent lagi …

13. Panas setahun dihapuskan oleh kentut sekali: Duh, sudah berusaha jaim, gagal deh gara-gara kentut ….

14. Tong kosong berbunyi nyaring, kentut di tong kosong jelas lebih nyaring lagi: Sekalian pake TOA saja ….

15. Ada udang di balik batu, ada kentut di balik bau: Yang kentut pasti habis makan bakwan udang ….

16. Gajah bertarung lawan gajah, pelanduk kentut di tengah-tengah: Sangking takutnya ….

17. Ibarat kentut di daun talas: Ndobosss … Jelas nggak keliatan ….

18. Bagaikan kentut dalam lipatan: Ini sih celananya nylempit di pantat, nggak enak ya kentutnya serasa radak ngganjel gitu, padahal baunya ya teteup aja…..

19. Bagai makan buah simalakama, tak dikeluarkan sakit rasanya, kentut sekarang malu rasanya: Eh, emang buah simalakama bisa bikin sakit perut yak?

20. Berat sama dipikul, kentut sama disangkal: Hayooo …. ngaku ….

21. Badai pasti berlalu, kentut pasti berbau: Tergantung …… tadi pagi sarapan apa ….

22. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, kentut sama bau: Emang kalo Miss Universe sama bintang pilem Hollywood terus kentutnya kayak Channel V?

23. Dunia tak selebar daun kelor, jangan sembarangan kentut habis molor: "Papah, sonoan dikit dong kalo mau kentut …"

24. Nasi terlanjur menjadi bubur, kentut terlanjur menjadi "bubur" juga: Ihhh… jijay … sono ganti celana ….

25. Air beriak tanda ada yang kentut: Yah, siapa tahu ada ikan atau buaya yang kentut ….

26. Bagai kerakap di atas batu, kentut segan pergi tak mau: Duhh .. udah nggak tahan nih ….

27. Sedia payung sebelum hujan, sedia alasan sebelum kentutnya ketahuan: Makanya persiapkan dulu "contingency plan" …

28. Rumput tetangga selalu lebih hijau, kentut tetangga selalu lebih bau: Emang tetangga loe makan rumput….?

29. Dalamnya laut dapat diduga, dalamnya kentut siapa tahu: Udah lama ngampetnya yah ..?

30. Bagai kacang lupa kulitnya, bagai kentut lupa baunya: "Bukannn ini bukan kentut gue …."

31. Sekali merengkuh kesempatan, dua tiga kentut terlampaui: Lega … kan … rasanya, sudah ditahan dari tadi ….

32. Tak ada kentut, akar pun jadi: Nah, ini buat Redaksi Baltyra yang sedang bingung milih gambar yang cocok.


Baiklah teman-teman, jangan lupa untuk selalu menerapkan ilmu padi, semakin "berisi" (kentutnya) semakin merunduk …. wakakak…

Dihukum Karena Tidak Ikut Upacara

prabu_baltyra.com — Ini pengalaman waktu sekolah dasar. Karena tidak menghadiri upacara 17 Agustusan, besoknya aku dipanggil kepala sekolah. Namun aku bersyukur, ternyata yang tidak mengikuti upacara 17 Agustusan tidak cuma aku sendiri. Ada sekitar 20an anak.

Maka kami semua yang tidak mengikuti upacara di suruh berkumpul di halaman sekolah. Kami semua berbaris berjalan menuju lapangan dengan dilihat para guru dan murid-murid lainnya. Mereka rupanya menikmati hukuman yang dijatuhkan kepada kami..
Aku mendapat giliran pertama untuk menjalani sangsi hukuman itu, “Prabu, kau maju. Dan nyanyikan lagu 17 Agustus!”

“Dlapan belas agustus tahun 45….”

“Salah!” bentak kepala sekolah.

“Dlapan belas agustus tahun 45…”

“Woiiiii salahhhhh!” bentaknya keras

“Dlapan belas agustus…..”

“Woiiiiiiiiii salahhhhhhhhhhhhhh………..!” bentaknya semakin keras

“Dlapan belas…….”

”Salahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh guobloooooooooookkkkkkkk! Sejak kapan Indonesia merdeka pada 18 Agustus!” bentaknya dengan kesal sambil hendak memukulku. Namun sebelum tangannya mendarat di wajahku kuberanikan untuk mengatakan kepada kepala sekolah, “Maaf pak, mohon diijinkan saya bernyanyi hingga selesai”.

“O k…!” ucapnya sambil napasnya tersengal-sengal menahan amarah. Maka dengan gembira aku meneruskan bernyanyi.

“Dlapan belas agustus tahun empat lima. Kemarin hari kemerdekaan kita……..,”

Mencintai Produk Sendiri

(Ini aku kutip dari Balytra.com...hahahaha.... lucu poll)

Warning: Jangan dibaca sembari makan, beri jeda minimal 3 jam dengan waktu makan. Muleg tidak ditanggung, muntah tidak ditanggung, mecucu tidak ditanggung …. Apapun yang terbayang di benak panjenengan adalah resiko masing-masing.

Misal ada seorang pasien yang mengalami masalah pencernaan dan BAB, lalu oleh dokternya ditanya, “Bagaimana kondisi faeces-nya?” Wah kalo si pasien termasuk orang yang jijikan termasuk dengan hasil “produksi dalam negeri” sendiri terus apa akalnya? Masak dokternya mau diseret langsung ke “TKP”. Apa panggil orang lain untuk meng-apresiasi “karya seninya”, siapa tahu memiliki citarasa yang tinggi, lho apa bedanya output hasil “pengolahan” semur jengkol ama pizza pepperoni? Tapi ada cara yang jitu, bawa saja kamera digital atau ponsel berkamera, arahkan ke lubang kloset, lalu klik …. Nah, tinggal dibawa “barang bukti” untuk dihaturkan dengan hormat kepada dokter, “Silahkan dilihat sendiri, Dok. Begini kan lebih jelas dan analisanya lebih akurat”.

Tapi bener lho ada orang yang kayak gitu. Mungkin kalo pun kepaksa lihatnya sambil ngintip-ngintip tak lebih dari sepersekian detik. Atau malah lewat cermin saja karena tak “tega” melihat langsung akibat perbuatannya. Lha biasanya begitu “plung” langsung flush, nggak pake lama …. Harusnya kan ditunggu dulu sampe tumpukannya memenuhi kuota, baru di-flush, jadi lebih ngirit air.

Pernah dengar cerita seleb top yang begitu paranoid menjaga kebersihannya. Jangan-jangan sang seleb punya kloset khusus dilengkapi sensor yang cermat, begitu mendeteksi ada yang “mintip-mintip” belum sampe “disconnect”, langsung tuh pantat kena semprot sampe licin dan selalu terjamin sanitasinya. Boleh jadi tersedia fungsi otomatis juga untuk cebok berpresisi tinggi dengan sejumlah pilihan: air dingin, air hangat, tissue, atau ….. godhong gedhang …. wakakak …..

Tapi banyak juga cerita, mereka yang tadinya paranoid seperti itu, setelah punya anak, jadi pemberani. Ingat kan, kalo waktu kecil kita diare, terus Ibu tanpa jijik akan membersihkannya. Jadi ingat cerita saudara waktu kecil. Ditinggal di atas tempat tidur, rupanya ia pup. Begitu ibunya balik, ternyata pup itu sudah dijadikan mainan ditempel-tempel ke tembok bagaikan adonan semen saja. Mungkin dipikirnya kayak sedang bermain lilin mainan (istilahnya saya dulu mainan “was-wasan”) yang bisa dibentuk-bentuk itu. Kalo dengar ceritanya sih sekarang ketawa-ketawa, coba mbayangin gimana dulu ortunya mbersihkan …. bukan hanya tempat tidur, tapi tembok rumah dipenuhi lukisan “natural”.
Ternyata “siklus hidup” pup ini bisa berputar terus bagai “lingkaran setan”, bagi yang membuat WC yang berfungsi ganda sebagai “supplier” bagi kolam ikan di bawahnya. Jadi pup ini malah jadi “bereinkarnasi” lagi dalam wujud ikan lele. Ntar lelenya dimakan sendiri, terus pup nya jadi makanan lele lagi, begitu terus …. Nah, ini baru benar-benar mandiri dengan ikan lele yang betulan “produksi dalam negeri”, terlebih komposisi “local content-nya” cukup dominan.


Tapi ada yang serius dikit lho, saya pernah lihat berita rumah penduduk yang penerangannya tidak bergantung pada listrik PLN tetapi dari hasil WC rumahnya. Jadi istilahnya “energi listrik” diperoleh dari “energi ngeden”. Jadi bisa dibilang berapa banyak lampu yang menyala berbanding lurus dengan berapa jumlah “plung”. Seperti sebuah pepatah, “Habis plung terbitlah terang”. Satu-satunya kendala hanyalah bila para penghuni rumah sedang menderita bebelen …. wah ternyata bebelen ada kaitannya dengan listrik njeglek …. Jadi kalo dalam dunia komputer ada istilah “plug and play” maka untuk teknologi energi ini istilahnya adalah “plung and play”.

Agak berbeda dengan pup, kalo urine rata-rata orang lebih tabah menghadapinya. Lagian kan sering ada tes berbasis urine. Repot kan kalo jijik dengan urine nya sendiri. Pernah baca malah ada suatu jenis terapi dengan cara meminum urine nya sendiri, wah heboh juga. Beda nggak ya rasa urine nya kalo habis minum teh nasgitel sama habis minum sekoteng? Boleh nggak ya dicampur dengan madu atau creamer gitu, atau mau diblender dulu … hihii….

Nah, sekarang kita beranjak ke “komoditas unggulan” lainnya, yaitu dari hidung. Formulasinya bisa bermacam-macam dari yang padat, semacam upil, kental sampai cair seperti ingus yang meler. Perasaan sih belum pernah dengar orang phobia dengan upilnya sendiri, padahal kalo dengan upilnya orang lain kok begitu jijiknya. Itulah kenapa kebanyakan orang punya hobi ngupil, terutama kalo sedang sendiri (coba kamera security CCTV itu diputerin mungkin banyak rekaman orang lagi ngupil, apalagi kalo kameranya tersembunyi).

Ingat waktu kecil ada teman yang suka usil mengejar-ngejar teman lainnya mau dileletkan upilnya. Ada yang lebih jorok lagi, habis bersin atau ngelap ingus pake tangan terus ngejak salaman. Ehm, sebenarnya masih ada yang lebih horor lagi, tangannya dimasukin ketiak atau celana, habis itu salaman. Makanya dulu waktu kecil, jika ada teman yang ngajak salaman sambil cengengesan, kita dah curiga duluan, pasti mau ngerjain. Ada juga yang gemar meleletkan upil dan ingus di meja dan kursi, sampe dia suatu kali lupa kalo itu adalah upilnya sendiri. “Lho itu kan upil kamu sendiri?”, dikasih tahu temannya.

Tapi bener kok, ada yang tadinya jijik lihat tissue dengan bergelimang ingus tergeletak di meja, terus jadi tenang setelah sadar kalo itu umbele dhewe ….. Lho kan padahal “komposisi nutrisi” nya kan mirip-mirip. Saya teringat dulu buku tulis dan pelajaran halamannya suka pada lengket, karena kena “lem alam” itu, hihi … kalo dah kering kan kuat juga melekatnya … Makanya kalo kita dengar cerita orang yang kerjanya nempel perangko pake ludah, jangan-jangan bukan cuma cairan di lidah yang dipergunakan, tapi juga yang di hidung, karena daya rekatnya jauh lebih dahsyat.
Berikutnya adalah giliran ludah. Mengapa ada peribahasa, bagai menjilat ludah sendiri? Wah padahal dulu waktu kecil itu sering kami lakukan. Kalo ada yang ngincer makanan, terus dia ludahin biar nggak dimakan yang lainnya. Eh, yang lainnya juga ikut ngludahin juga, he he …. Terus akhirnya siapa yang makan? Tentu saja yang nggak tahu kalo itu dah diludahin … he he ……

Dulu saya sering lihat pedagang menghitung lembaran uang sambil jarinya mengambil ludah di lidah. Waktu di rumah saya coba ikut-ikutan meniru cara itu, eh malah dimarahi ibu. Setelah saya pikir-pikir apa betul itu caranya pedagang mengatasi lengketnya uang waktu dihitung, meski saya curiga bahwa itu sebenarnya taktiknya men-japani duitnya biar nggak dicolong tuyul …. wakakak ……. siapa tahu tuyulnya jadi jijik karena duitnya dah diludahin. Jadi benarlah, orang kesurupan sembuh bukan karena mantra mbah dukun, tapi karena dhemitnya jijik dengan ludahnya mbah dukun.

Pernah sih baca cerita yang lebih ekstrim, setelah tidak mempan dengan diludahi, maka sang dhemit baru kabur, setelah hidung yang kesurupan diolesi dengan (maaf) tahi ….. Sayang tidak diceritakan selanjutnya, apakah setelah lepas dari kesurupan si pasien malah langsung jatuh pingsan.

Baiklah teman-teman, kalau bukan kita sendiri, siapa lagi yang akan mencintai “produksi dalam negeri”.

Mbah Kenthir

Koyok biasane, mari subuhan nang mesjid Pekok nyapu latar omahe. Koyok biasane pisan omah ngarep omahe Pekok krungu suara TV lagi nyiarno berita. Pekok nginguk delok Mbah Kenthir lagi mentelengi TVne karo nyruput wedang kopi. Pekok nerusno nyapune. Gung entek separo latar, ujug-ujug enek suara gelas pecah. "Praaang..." Mari ngono enek suara misuh-misuh teko njero omahe Mbah Kenthir. Mbah Kenthir metu soko omah. Raine mbrabak abang karo getem-getem koyoke pingin ngamplengi wong. Pekok rodok wedi mergane gur dekne sing enek nang kono.
"Enek opo Mbah, isuk-isuk kok wis misuh? Biasane jam misuhe sampeyan jam rolas."
"Kowe gak krungu to berita nang TV mau? Pancen diiaaancuk kok Danmak kuwi. Gateeel..."
"Sopo kuwi Danmak?"
"Guuooblok. Dasare bocah pekok. Makane jenengmu Pekok." Tangane Mbah Kenthir njeglugno Ndase Pekok. Lek gag dijeglugno ndase biasane Pekok dikethaki.
"Danmak kuwi negoro Eropa, cuk!!"
"La trus nyapo sampeyan nesu-nesu karepe dewe?"
"Mosok nggambar Nabi Muhammad koyok teroris trus dideleh koran. Wes gendeng opo sudrun sakjane? Rumangsane Nabi Muhammad kuwi sopo?"
"Lek jare sampeyan sopo?"
Tangane Mbah Kenthir maju maneh ngethak ndase pekok sakbanter-bantere.
"Aduuuooh... kok aku dikethak, Mbah?"
"Kowe wes gendeng pisan tah takon ngono kuwi? Wong Islam dudu sakjane?"
"Aku kan ora ngerti lek jarene sampeyan Nabi Muhammad kuwi sopo? La wong mben dino sampeyan senengane masang togel karo maen kiu-kiu. Tukang misuh-misuh pisan."
"Urusanku kuwi. Aku seneng misuh-misuh iki turunan, Cuk."
"Trus saiki sampeyan arep nyapo? Budhal rono trus mateni presiden Danmak ngono?"
"Pinginku ngono. Pingin tak tunjek matane asuuuu..."
"Eaalaaah Mbah... Mbah... Mbok nyebut. Rumangsane sampeyan gak butuh duik budal rono? Sampeyan oleh teko mbecak kuwi piro mben dinane? Numpak bis wae sik mabuk."
"Kowe kok tenang-tenang wae to, Ndeng! Nabimu kuwi dielek-elekne. Nabi Muhammad wes koyok bapake wong Islam. Lek bapakmu tak ilok-ilokne piye?"
"Sing jelas aku mesti nesu."
Mbah Kenthir njeglugno ndase Pekok maneh. "La ilang ngono pekokmu. Pokoke aku kudu iso budhal. Mbuh carane piye sing penting budhal. Biasane wong FVI enek sing budhal ngene iki. Kan aku iso nunut."
"Opo kuwi FVI?"
"Diiaaamput. Goblog tenan kowe. Makane sering ndelok TV karo moco koran. Arek enom kok cengohe gak karu-karuan." Pisan engkas ndase Pekok dijeglugno.
"Sek to Mbah. Wes mikir tenanan gung? Awake dewe kuwi wong cilik. Gak usah sing aneh-aneh. Gung sampek mateni presidene Danmak mesti wes dicekel pulisi kono sampeyan."
"Wes to gak usah kemeruh. Rupamu kuwi ra ngerti opo-opo."
"Ngene wae wes. Timbang gak jelas, sampeyan engko awan melu aku nang kantore VKS. Biasane enek demo."
"Wes sakkarepmu le. Gak usah ceramah. Tak budhal nggoleki wong FVI." Mari ngetak ndase Pekok, Mbah Kenthir ngetokne becake, trus dipancal mbuh nang ngendhi.
"Wo dasare wong kenthir, makane jenenge Kenthir." Pekok nggrundel karo nerusno nyaponi latar.

foto lucu

lucu


merdeka

Rabu, November 03, 2010

Pingin ke rumah Lawang

Terbayang rumahku, sumah sendiri di lawang sana. Rumah pojok yang belum aku tanami apa-apa, karena setiap aku tanami selalu habis dimakan kambing. Rumah pojok yang belum aku pagari. Rumah yang membuatku tenang dan belum pernah aku tempati.

Rumah yang sekitarnya dikelilingi bukit. Hembusan angin dingin selalu menyambutku ketika aku sampai di sana.  Kelak rumah itu akan menjadi rumah yang terindah... untuk mengisi hari-hariku

Aku Pingin Maraaahhhhhhhh.. aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....

Hari-hari ini.... rasanya aku pingin marah saja. Masalahnya tidak tahu harus bagaimana menyalurkan marah ini.

Duuuh... rasanya pingin meledak!!!!
pingin marah, mau mengumpat... menyumpahi... mengutuk!!!
 
Pingin marah kestafku yang tidak bisa menyelesaikan tugas dengan cepat... bawaannya nglamun, telepon2an mulai masuk ruangan sampai nanti pulang jam kerja. SEBEEELLLLLL.....

Aku mangkel dengan Pak Anas, yang nggak pernah ada di tempat setelah absen pagi,  padahal pekerjaan dia numpuk. Lantas Pak gafar memintaku nyelesaikan kerjaan Pak Anas, mulai poster, baliho, brosur, spanduk, jimerto weekly report, talk show.... SEBBEEELLLLLL...... PUUOOOOLLLLLLLLL....

Pinginnya cuti dan pergi jauuuuhhhhhhhhhhhhhh..... tidur di rumah lawang.... aku mangkel nggak ada yang ngantar dan nemani aku lihat rumah lawang.......... hiksssssss

Aku mangkel kerjaan numpuk, tapi yang lain cuek bebek...  belum lagi teman di seberang pada ribut melulu hal remeh temeh masih saja nanya....

Kemarin sudah aku coba makan soto madura, yang pedeeessssssss..... , makan mi dengan nglethus lombok 15 biji.... mbontot nasi tapi percuma semua gak bisa ngademin ati. Makan lalapan daun kates, daun jambu air, daun kedondong, daun manggan yang semuanya masih pupus.... tapi tetep ae, ga bisa nylimurkan rasa marah.

Pingin makan pepes pedho (ikan asin) dengan pencit, Tapi dibuatkan pepes pencit dengan pindang... iihhhhhhh MUANGKELLLLLL...............


 MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKELMARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL
........................................................MARAH MANGKEL MARAH MANGKEL..........................

Minggu, Oktober 24, 2010

ke Jepang

Malam itu tiba-tiba Bu Anti Kepala BagianKerjasama menelpon..
"Bu Puri...?"
"Eh, Bu Anti tumben... pasti minta dikirimi sms gateway ya.." Seruku menebak. Karena biasanya Hp ku berdering malam begini kebanyakan minta bantuan penyebaran undangan rapat lewat sms gateway.
"Hehehehe.... kali ini nggak minta sms gateway, tapi bu Puri diperintah bu Risma ke Jepang..." 
"Haaa.... ke depan? ngapain bu ke depan?" seruku kaget.
"Bukan ke depan bu, tapi ke Jepang..." Bu Anti menekankan suaranya tapi dengan lirih...
Sesat aku blenggg.... mak dhuerrr!!! rasanya dada dan kepalaku berdenyut.
"Bu Anti, apa nggak salah orang nih" Tanyaku panik
"Nggak bu... ini perintah langsung dari beliau"
"Aduuhhh... bu tolong jangan saya bu...saya nggak bisa bahasa Inggris.." suaraku memelas
"Lha disuruh jalan-jalan kok malah nggak mau, wis ngak usah panik, besok pagi ke Pak Ifron ya, nanti akan dijelaskan .."
Setelah pemberitahuan dari bu Anti ini perutku langsung mules....
Pagi harinya aku menemui Pak Ifron di lantai 3. Setelah diberitahu pak Ifron, perutku semakin mules dan tingkat stressku semakin melonjak tinggi. Walaupun sudah diadem-ademi kalau aku nanti tidak sendirian tapi berempat, tapi tetap saja itu tidak mendinginkan hatiku.  Dari penjelasan Pak Ifron inilah aku baru tahu kalau kita akan berangkat berempat tanggal 19-23 ke Hamamatsu dan ke Yokohama. Hamamatsu mengikuti UCLG yang ke3 dan yang ke Yokohama ke ECO2 dan Citynet. Siang itu juga Pak Ifron memintaku segera menyiapkan foto untuk visa dan segera membuat passpor.

Beli Koper
Ketika bertemu dengan Pak Ifron ada penjelasan, kalau koper akan dimasukkan ke bagasi pesawat, jadi disarankan bawa koper/tas yang agak besar kira-kira ukuran 24". Nah, malam itu aku meluncur ke Galaxy Mall  khusus ke tempat koper-koper di lantai bawah. Alamak harganya mahal amat.... separo dari gajiku... hiks.

Akhirnya setelah pilah pilih, aku ambil koper yang warna kopi...
Tiga hari setelah pembelian koper itu, kabar terbaru muncul, ternyata koper harus ukuran se-kabin agar tidak masuk ke bagasi karena setelah sampai di Osaka kita akan memburu kereta api yang menuju Hamamatsu, dikhawatirkan jika menunggu bagasi akan memakan waktu lama dan tertinggal kereta.
Alamaakkk... terpaksa ke galaxy mall lagi, dan tentu saja koper yang sudah aku beli sebelumnya tidak bisa dikembalikan. Terpaksa beli lagi seukuran kabin pesawat sekitar 20". Sebetulnya aku punya koper juga yang biasa aku bawa berpergian jika ada tugas ke luar daerah, tapi tentu saja tasku bukan standar untuk di bawa ke luar negeri, karena ini perjalanan pertamaku ke LN, maka aku sengaja beli tas yang standar LN agar tidak terjadi apa2 di jalan. Tapi ya ampuuunnn.... harganya memang gloodhaaggg... dua koper itu menguras gajiku.
Namun dari semua itu, kepanikan dan kecemasanku semakin memuncak mendekati hari pemberangkatan ke Hamamtsu... sampai jadwal mengajar dan pembimbingan skripsi mahasiswa Stikosa jadi kacau balau...

 19 Oktober 2010
Kami berempat, yakni Pak Ifron sebagai ketua delegasi, Pak Ganjar, Ibu Yayuk dan aku sendiri sepakat kumpul di Juanda pukul 06.00 karena masalah imigrasi akan memakan waktu agak lama walaupun penerbangan dengan Cathay Pacific pukul 08.20. Namun tanda-tanda perubahan rencana/skenario sudah mulai tampak di awal pemberangkatan. Ternyata tas Pak Ganjar tidak bisa mauk ke kabin pesawat karena beratnya 13,5 kilo dari yang ditentukan yakni sekitar 7 kg. Jadi terpaksa kita semua memasukkan tas-tas itu ke kabin. Bu Yayuk yang sudah kadung membawa tas kecil ndremimil, karena dia yang paling banyak tas tentengannya. "Tahu begini aku bawa tas besar, nih lihat kanan-kiri bahu nyangking tas..."
Pesawat berangkat tepat waktu pukul 08.20 WIB menuju ke Hongkong. Walaupun pesawat sangat nyaman karena kita bisa melihat peta maupun film yang bisa dipilih sendiri dengan beberapa channel melalui kursi masing2, tapi tetap saja bagiku perjalanan ini sangat menyesakkan dada. 
Sampai di Hongkong sekitar pukul 14.00 waktu Hongkong. Disini kita transit sekitar 2,5 jam untuk berangkat lagi menuju Osaka. Aduuh kaki pegel banget rasanya, karena bandaranya seukuran lapangan bola, dan lagi gate-nya ada di gate 77. Kita berempat sempat bingung naik turun lift, nyari-nyari gate 77. Setelah tahu ancer2nya, kita cari makan karena teman-teman sudah pada lapar, barangkali hanya aku saja yang tidak lapar. Rasa kecemasanku masih melekat kuat mengalahkan rasa lapar. Namun, semua makanan banyak mengandung daging yang dikhawatirkan diharamkan buat di makan.  Untungnya aku bawa biskuit dan abon, jadinya itulah makanan siang ini. Walaupun di pesawat tadi kita sudah diberi sarapan dengan menu yang sangat komplit, namun rasa lapar masih menyerang perut. Sambil menunggu waktu penerbangan aku manfaatkan untuk kirim sms ke orang-orang rumah. Anak-anakku menyemangati agar aku tetap kuat.
kitar pukul 16.45 kita terbang lagi menuju Osaka,  perjalanan di tempuh sekitar 3,5 jam. sampai di Osaka jam me nunjukkan pukul 21.00. Di sini kita harus lapor ke imigrasi. Setelah menunggu tas-tas keluar dari bagasi, kami antri ke imigrasi Osaka. Pas giliranku, petugas  menatapku dengan tajam. Berkali-kali dia menatapku tanpa senyum mencocokan foto di passpor, visa dan wajahku yang kuyu lungset ini. Tentu saja dia agak heran, foto di visa terlihat masih sempurna dengan kerudung kain yang biasa aku pakai dengan menjulur di dada dan menyerong ke kiri. Sedangkan foro si Passpor, kerudung kainku agak aku naikkan ke dahi. karena petugsa imigrasi yang membuat foto passporku memintaku untuk menaikkan kerudung agar kelihatan dahi dan pipiku. Sedangkan saat aku sampai di Osaka wajahku jelas lungset, dan lagi kerudung yang aku pakai adalah keurudung blusukan, kerudung dari kaos tanpa peniti dan bros. Sengaja aku memakai kerudung blusukan ini, karena Pak Ifron sudah mengingatkan kalau di Hongkong pemeriksaan akan ketat,disarankan agar aku tidak memakai peniti, jarum pentul maupun bros. Tiga benda yang biasa mengiringi pemakaian jilbab kainku.
Ucapan Pak Ifron terbukti benar, karena ketika di Hongkong, bu Yayuk sempat diperiksa oleh petugas dan tas tentengannya di bongkar. Ternyata dia membawa sabun cair. Walaupun akhirnya tidak terjadi insiden, tapi tak urung pemeriksaan ini membuat kami cemas.

Nggeret Koper
Setelah imigrasi tuntas, kami turun dengan eskalator sambil menggeret tas di sepanjang koridor.  Rencananya kami akan langsung menuju Hamamatsu dengan kereta api. Menurut informasi perjalanan  akan ditempuh sekitar  5 jam. Padahal jam menunjukkan pukul  23.00,  itu berarti sampai di Hamamatsu menjelang pukul 06.00 waktu Hamamatsu. Dan lagi check in hotel di sana baru buka pukul 15.00. Ya ampyuun ini berarti kita tidak bisa istirahat karena kita Cuma bisa cuci muka di toliet hotel, ganti baju terus langsung ke tempat seminar UCLG.... aduhh bener bener mak gloodhaagggg....!!!
Bandara Osaka sudah mulai sepi jam segini. Pak ifron mencoba bertanya ke salah satu petugas, dari sana dijelaskan kalau kita tidak mungkin menapatkan kereta api ke Hamamatsu, karena kereta terakhir sudah berangkat pukul 21.30. Ada kelegaan di hatiku dan bu Yayuk, berarti kita bisa bermalam sambil meluruskan punggung.  Akhirnya kembali kita menggeret tas di sepanjang koridor bandara Osaka, mencari tiket kereta api yang menuju kota Osaka, karena rencana sudah berubah, maka diputuskan kita bermalam di hotel dekat stasiun Sin Osaka karena perjalanan ke Hamamatsu akan menggunakan kereta api peluru super cepat yang sangat terkenal yakni kereta Shinkansen.
Ternyata masih ada kereta yang menuju ke Kota Osaka. Setelah membeli  teket seharga sekitar 1.300 yen (130 rupiah)/tiket, kami harus memasukkan tiket ini ke tempat yang sudah disediakan pada ujung tempat kita masuk, untuk kemudian tiket akan keluar secara otomatis di ujung tempat kita keluar.  Masalah muncul, ketika salah satu tiket tidak muncul di ujung kita keluar.  Untunglah Pak Ifron pintar juga bahasa Jepang, jadi petugsa loket yang masih tetap rapi, dan disiplin walaupun jam sudah mkenunjukkan pukul  23.15 bisa membantu dengan membuka mesin untuk mengambil tiket yang nyantol di sana.
Akhirnya dengan mengantri kami bisa duduk di kereta yang sangat nyaman, bersih dan wangi. Kondektur kereta api sudah sepuh, tapi tetep tampak berwibawa, dan tegap,. Yang membuat aku takjub, dia membungkukkan badan ketika memasuki gerbong, seakan memberi  hormat pada penumpangnya, begitu juga ketika meninggalkan gerbong kereta, lagi-lagi membungkuk dengan takzim. Herannya ketika masuk ke gerbong berikutnya, yang tidak ada penumpangnya aku lihat di masih membungkuk juga, begitu pula waktu dia meningalkan gerbong tersebut. Kami berempat tertawa, antara heran dan takjub.

Sekitar 30 menit kami sudah sampai di stasiun Sin Osaka.  Dan dengan menggeret tas kami menuju salah satu hotel yang bernama sama dengan stasiunnya Sin Osaka. Alamak mahal amat nginap di sini, semalam setara dengan 1,2 juta rupiah. Untungnya semua perjalanan ini di biayai dinas.  Coba kalau biaya sendiri... bener-bener gruubyaaakkkk.....!

20 Oktober
Pukul 06.00 kami sudah sampai di stasiun Sin Osaka, untuk naik kereta Shinkansen, dengan jadwal pukul 07.30, tiketnya lumayan mahal sekitar 900 ribu/orang. Waktu yang ditempuh sekiar 1,5 jam. Kalau menggunakan kereta bisa sekitar 5 jam.  Keretanya memang sangat luar biasa. Beruntung aku bisa merasakan kereta super cepat di dunia ini. 
Sampai di stasiun  Hamamatsu sekitar pukul 10.00. Dari stasiun menuju hotel kami jalan kaki dengan menggeret tas, naik turun tangga, naik eskalator, turun eskalator. Udara di Hamamatsu lumayan dingin, hujan rintik menyambut kedatangan kami.  Setelah berjalan sekitar 45 menit kami sampai ke hotel untuk menitipkan tas dan berangkat ke lokasi acara.
Rasanya lega di sana bisa ketemu dengan teman-teman dari Jakarta. Mereka kaget mendengar cerita kami yang sampai  bermalam di Osaka, karena mereka menempuh perjalanan cukup singkat yakni Jakarta-Singaore-Nagoya-Hamamtsu.  Tapi bagiku tidak masalah asal semuanya selamat sampai tujuan. Di UCLG ini Gubernur DKI Pak Fauzi ikut menyampaikan makalahnya, dan rencananya Jakarta akan menjadi Presiden UCLG pada tahun berikutnya. Tapi sayang, kami tidak bisa ikut dalam acara pemilihan presiden UCLG ini. Karena besok pagi harus ke Yokohama.
Kembali ke hotel sekitar pukul 20.00, waktu yang lumayan untuk istirahat. Seperti halnya di Osaka, kamar mandi di Hamamatsu ini semua serba elektronik, Jadi kalau kita mau “Ik-Ok”, tinggal tekan tombol yang ada di sebelah kanan kita semacam bantalan kursi namun penuh tombol otomatis, mulai dari menyiram, membasuh, menyemprot, sampai mengglontor. .. dan  baik sabun mandi, maupun shamponya disediakan dalam botol besar... yang tentu saja tidak boleh dibawa pulang.

21 Oktober
Pukul 05.00 kami sudah siap menuju ke staisiun bis yang membawa kami ke Yokohama,  sesuai dengan jadwal bis akan berangkat pukul 6.20. Kembali kami menggeret tas dengan bunyi  kretek kretek dari roda tas. Untungnya di sana semua pada cuek, kalau di sini bisa-bisa kita dikira jualan minyak wangi keliling hehehehe.....
Di Hamamatsu, karcis dibeli di loket-loket tidak seperti di Indonesia yang dibeli  ketika kita sudah naik bis. Di sini semua serba tertib, serba teratur, dan satu hal yang patut di tiru semua harus antri satu-satu...  Perjalanan ke Yokohama ini ditempuh sekitar 4 jam. Namun karena bisnya super nyaman serta kondisi jalan yang mulus, maka perjalanan 4 jam ini tidak terasa lama.
Tidak ada jadwal pengisian BBM, karena bis berangkat dalam kondisi BBM full. Dan lagi tidak perlu menunggu penuh penumpang. Berapapan penumpang yang ada bis tetap berangkat sesuai jadwal. Tidak ada kondektur bis, yang ada hanya sopir dengan memakai dasi dan topi, dibantu dengan peralatan cangih serba elektronik.  Pada bis  juga disediakan running teks, sehingga penumpang tahu posisi bis ada di daerah mana. Pengumuman melalui suara perempuan yang sudah diprogram sedemikian rupa menggantikan peran kondektur.  Suara inilah yang juga memberikan infromasi kita sampai di mana.
Sampai di Yokohama ternyata kita tidak langsung menuju hotel inn Otani, tapi langsung ke lokasi acara karena Delegasi Surabaya yang diwakili Pak Ifron akan presentasi pukul 15.00. Sedangkan waktu sudah menunjukkan menjelang pukul 11.00. Kembali kita menggeret tas mencari bis yang membawa kita menuju lokasi ECO2. Perjalan dengan bis ini ditempuh sekitar 15 menit saja, sampai ke lokasi. Namun ternyata kita tidak bisa langsung ke lokasi, karena harus jalan kaki lagi. Dengan menggeret tasi lagi sekitar 15 menit kita sampai di lokasi pukul 11.40.  Sampai di lokasi pak Ifron langsung membuka laptop mempersiapn paparannya, akud an bu yayuk menunggui, sedangkan Pak Ganjar langsung bergabung di konfrensi.
Acara ternyata berlangsung sampai malam hari. Setelah makan malam selesai sekitar pukul 19.00 kami menuju hotel Inn Otani Yokohama. Sayangnya Pak Ifron yang kami buntuti  ini juga tidak tahu lokasi hotelnya  alamaaakkk..... kita jalan lagi sambil menggeret koper sambil bertanya-tanya dimana lokasi hotel ini. Cukup jauh juga kita jalan, rasanya kaki sudah kemeng, jari kaki sudah kram... untungnya sepatu dan roda tas semua masih kuat menemani jalan. Akhirnya setelah menempuh perjalanan sambil mengegere tas kesana kemari,  naik turun eskalator, naik turun lift, akhirnya pukul 21.10 tiba di hotel Inn Otani. Kelelahan sedikit terobati begitu melihat pemandangan dari jendela kaca dari lantai 15. Yokohama yang berada di tengah laut, nampak indah denga lampu beraneka warna. Jam raksasa dari roda raksasa tampak indah dengan cahayanya yang luar biasa....

22 Oktober
Acara tanggal 22 ini adalah acaranya pak Ifron di Citynet, walaupun namaku, nama bu yayuk dan Pak ganjar ada di daftar delegasi Surabaya, tapi kami hanya mengikuti sampai pukul 10.00 saja setelah itu acara dilanjutkan oleh Pak Ifron.  Kami kembali  ke hotel namun sebelumnya belanja beberapa souvenir untuk teman-teman kantor... tapi astaganagaaaa..... harganya lamaaaakkk.... luar biasa mahal... akhirnya aku hanya membelika gantungan kunci dan dompet untuk teman teman kantor, sedangkan Pak Gafar dan Pak Chalid dasi yang lumayan kereeeennn.....

23 Oktober
 Pukul 05.30 kami menuju stasiun Bis untuk berangkat ke Bandara Narita-Tokyo. Nah, kali ini kita tidak menggeret tas lagi karena kita naik taksi. Ini adalah naik taksi yang kedua kalinya setelah semalam ngantarkan Pak Ifron cari oleh-oleh.... hebatnya taksi semalam itu adalah taksi yang ke empat kalinya kita minta-i tolong untuk ngantar ke lokasi souvenir yang dimaksud Pak Ifron. Taksi pertama tidak tahu lokasinya walaupun sudah disodori tulsian alamat di kertas, taksi kedua lagi makan tidak mau ngantar, taksi ketiga lagi nunggu penumpang, maka taksi yang keempat baru bisa memgantarkan. Tapi aku heran, lho kok kami dikembalikan lagi ke hotel sama supir taksnya? Eh, ternyata lokasi yang dicari Pak Ifron itu berada di lokasi hotel kami nginap... yaaaa alamaakkk   nggrubyyyaaaaakkk .....!  Tahu begini ngapain naik taksi...
Sampai di Narita, lagi-lagi bu Yayuk diperiksa oleh petugas bandara, karena tasnya dicurgai berisi barang terlarang. Pemeriksaan ini sampai dua kali dilakukan, dibongkar dan di keluarkan semua isi barang bawaannya. Ternyata souvenir yang dia beli yang membuat alaram bandara berbunyi.....
Setelah menempuh perjalanan empat jam kami transit ke Hongkong dan terbang lagi pukul 15.30. sampai Surabaya sekitar pukul 19.30. Waktu di Surabaya  2 jam lebih cepat dari waktu di Jepang.
Pengalaman di Luar Negeri ini membuatku harus belajar lagi bahasa Inggris, ini adalah salah satu obat untuk mengurangi stressku.... siapa yang mau jadi partener untuk belajar bahasa Inggris?