Senin, Agustus 23, 2010

Berpuasa tidak untuk dihormati

Memasuki minggu ke dua bulan Ramadhan ini, masjid dan surao semakin ramai, mudah-mudahan memasuki minggu ketiga tetap saja ramai. Karena biasanya pada minggu ketiga ini masjid yang biasanya penuh semakin hari semakin longgar, karena selain banyak yang mudik juga keramaian pindah ke mall.


Orang berpuasa menurut Emha Ainun Nadjib, disuruh langsung berpakaian ketiadaan: tidak makan, tidak minum, dan lain sebagainya. Orang berpuasa diharuskan bersikap 'tidak' kepada isi pokok dunia yang berposisi 'ya' dalam substansi manusia hidup. Orang berpuasa tidak menggerakkan tangan dan mulut untuk mengambil dan memakan sesuatu yang disenangi; dan itu adalah perang frontal terhadap sesuatu yang sehari-hari meru-pakan tujuan dan kebutuhan.


Puasa berarti topo  broto untuk diuji segala hal yang sifatnya keduniawian, yang meliputi semua nafsu. Mulai nafsu makan, minum, bercinta, menggunjing, marah, dan nafsu lainnya.  Untuk mengetahui sejauh mana nafsu itu tidak membatalkan puasa kita, maka kita tidak perlu marah, tidap perlu protes kalau ada orang makan, minum di tengah orang-orang yang berpuasa. Bahkan kalau  perlu, untuk menguji ibadah puasa kita, biarkan saja  tempat-tempat hiburan yang biasanya buka tidak perlu ditutup. Puasa kita terlalu agung, terlalu indah untuk diributkan dengan hal-hal seperti itu. Dan Ramadhan adalah bulan yang sangat mulia, maka justru dengan banyaknya godaan ini akan menjadi ujian yang sangat tangguh untuk keimanan kita.

Apa gunanya tempat hiburan wajib ditutup, kemudian dibuka lagi ketika Ramadhan telah berlalu? Maka tak heran, karena  satu bulan tidak bertemu dengan yang namanya tempat hiburan, lantas melakukan balas dendam dengan mengunjungi tempat-tempat hiburan.  Ibadah Puasa yang selama satu bulan itupun menguap saja, tidak membekas.


Orang beribadah puasa bukan lantas dihormati. Ini namanya melecehkanibadah puasa itu sendiri.. Orang yang beribadah puasa tidak butuh penghormatan, tidak butuh pengakuan, tidak butuh pujian. Puasa adalah puasa titik. Karena ibadah puasa adalah suatu ibadah yang sangat frontal, menolak segala sesuatu yang menjadi keinginan nafsunya. Walaupun tercium aroma masakan dari warung sebelah, melihat orang andok di rumah makan seberang jalan, kalau dia puasa pasti tidak tergoda. Lantas kenapa kita mesti ribut dan mengatakan mereka tidak menghormati orang puasa?  

Yang puasa silahkan berpuasa, bukan berarti lantas melarang orang makan di depan hidungnya.  Justru dengan banyaknya godaan akan menjajal dan menguji iman kita. Kalau kita gagal,  yang rugi adalah kita sendiri, yang menggoda tidak bisa disalahkan. Bahkan kalau kita marah karena ada orang  makan minum merokok pada saat  orang berpuasa, maka bobot puasa kita bisa berkurang. Kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus saja. Hakiki dari nilai spritual puasa tidak bisa kita genggam. Roh puasa itu sendiri tidak akan kita gapai jika kita masih meributkan tata cara menghormati orang yang sedang melakukan ibadah puasa.


Jika kita menuntut orang lain agar menghormati ibadah puasa kita, maka yang muncul adalah sikap yang justru melecehkan ibadah puasa kita sendiri. Sama saja artinya kita tidak percaya diri, kita tidak yakin dengan kemampuan akhlak kita. Kita tidak yakin bahwa kita bukan manusia yang bebal. Maka kalau kita kuatir dengan banyaknya godaan pada ibadah puasa ini, silahkan berpuasa di hutan yang tidak ada manusianya.

Tuhan justru akan memberi bobot nilai lebih bagi mereka yang tahan godaan.  Jadi mengapa masih meributkan untuk dihormati ibadah puasa kita. Justru sudah selayaknya, yang berpuasa menghormati yang tidak puasa. Yang berpuasa menyediakan makan, minum bagi tamunya yang sedang tidak  berpuasa. Entah karena mereka butuh minum, butuh makan, atau bahkan karena mereka memang tidak berpuasa karena keyakinannya.  Apa salahnya yang berpuasa menghormati yang tidak berpuasa...?