Sore itu, saat sendirian memandang langit dari bingkai jendela di rumah lawang yang tampak mendung kemudian hujan rintik, ada desiran yang membuatku ingin kembali di masa lalu. Pikiranku langsung melayang pada ialalang, pada rumput yang menjulang yang terhampar tinggi di depan rumahku di ikan lumba-lumba. Pada masa itu, aku sering bermain di tengah padang ialalang itu, sembari mencari bunga ilalang yang kemudian aku rangkai menjadi mahkota. Juga mencari kumbang yang sering sembunyi di balik daun kecubung hanya untuk menghitung ada berapa bintik pada sayapnya. Kumbang itu beraneka warna, ada yang hitam, kuning, merah, oranye… dan sayapnya penuh bintik-bintik indah. Saat ini aku sudah tidak pernah lihat lagi kumbang semacam itu.
Ketika malam hari aku masih menemukan kunang-kunang dan menangkapnya, untuk kemudian aku masukkan ke dalam botol. Besoknya aku dan teman-teman penasaran apakah kunang-kunang itu berubah menjadi kuku orang mati…? Ah… kami tertawa ternyata kunang-kunang itu tetap menjadi kunang-kunang yang semakin lemas karena semalaman masuk ke dalam botol.
Ketika memandang bukit di kejauhan dari jendela ini, di tengah rintiknya hujan... aku membayangkan ada pohon flamboyan di sana yang menjulang. Flamboyan selalu melekat dalam pikiranku. Ingat Flamboyan di sepanjang jalan Porakta yang tidak terlalu jauh dari rumahku di Ikan Lumba-Lumba sana. Ingat mendung di Porakta saat sore hari berjalan di sepanjang jalan itu. Melihat cantiknya bunga-bunga oranye menyala berguguran di sepanjang jalan. Saking kesengsem-nya pada Flamboyan aku berangan-angan punya rumah yang ada flamboyan-nya. Dan keinginan itu sudah terwujud, karena di halaman ITS rumahku tumbuh pohon Flamboyan. Namun karena aku sering sedih dan menangis di rumah itu maka Flamboyan itu juga tidak pernah berbunga, hanya daunnya saja yang lebat dan berserakan di teras rumah.
Tahunpun berganti, tetapi memori Flamboyan, ilalang, mendung di porakta tidak pernah hilang. Sekarang, di bingkai jendela ini di rumah Lawang aku memandang bukit. Hujan masih rintik dan dingin sudah menyergap. Apakah Flamboyan masih mau ikut denganku di rumah Lawang ini....? Agar paling tidak bisa membasuh luka takala aku menangis dan mengobati rinduku.