Senin, Agustus 23, 2010

Nafkah Batin....

Menjengkelkan. Itu kalimat yang pertama kali terlontar dari bibir saya,  jika ada laki-laki mengatakan hari Kamis malam Jumat adalah wajib memberikan nafkah batin, sunah rasul katanya.  Saya merasa, perempuan masih dijadikan obyek mulai dari urusan di ranjang, sampai hal yang menyangkut urusan rumah tangga. Para lelaki ini (suami) hanya merasa cukup memberi dua nafkah saja kepada pasangannya, yakni nafkah batin yang diterjemahkan oleh mereka sebagai sebagai urusan ranjang, dan nafkah lahir yang diasumsikan sebagai banyaknya materi yang diberikan. Jika salah satu tidak terpenuhi, maka laki-laki ini bisa ditanyakan pertanggungjawabannya kepada istri dan kelurganya. 

Nafkah batin, diberikan suami hanya untuk istrinya. Istilah mereka sodakoh untuk istrinya,dalam rangka melaksanakan  sunah rasul. Bahkan ada yang mengatakan mencari pahala dengan urusan ranjang ini. Padahal yang namanya batin, yang diukur adalah kepuasan, ketentraman, kerukunan. Pendek kata urusan batin adalah sesuatu yang tidak bisa dinilai dengan  uang, tidak bisa dinilai dengan sekedar hanya urusan ranjang atau bercinta. Tapi lebih dari itu. Urusan yang menyangkut batin atau hati. Kalau hatinya nelangsa, hatinya remuk, setiap hari nangis karena merasa teraniaya, maka sang istri ini tidak  mendapatkan nafkah batin dari suaminya. Jelas nafkah batin bukan hanya masalah bercinta di hari Kamis malam Jumat saja... 


Para suami ini masih saja merasa dirinya kebih tinggi daripada istrinya. Seakan-akan urusan nafkah batin hanya dilakukan dengan bercinta, itupun dilakukan karena katanya sodakoh ke istrinya. Kasihan sekali istri ini dia hanya dijadikan perantara sodakoh saja, diajdikan ajang pencarian pahala bagi suami.  Tapi kalau istri menolak konon katanya akan dilaknat malaikat sampai pagi. Lha kok aneh, masa malaikat akan melaknat istri yang menolak? yang ada adalah, suami akan merasa tersinggung dan marah kepada istrinya. Jadi yang melaknat, bukan malaikat tapi suami yang bebal. Jika begini, maka para suami ini seharusnya malu, karena untuk urusan bercinta, sebetulnya merekalah yang membutuhkan. Cuma karena mereka tidak mau jujur, maka  lantas dia mengatakan melaksanakan sunnah rasul tadi. Hanya karena sang istri menolak bercinta, maka suami perlu mengatakan dengan nada "ancaman" akan dilaknat malaikat sampai pagi.  Sampai di sini bisa dilihat betapa kuasanya para suami ini terhadap sang istri, terutama tubuhnya. Apakah mereka tidak melihat, bagi seorang istri urusan bercinta adalah jelas bagaimana dia memperlakukan sang istri, bukan sekedar tempat penampungan barang organik dan non organik saja.

Padahal urusan nafkah batin ini tidak hanya masalah di ranjang, tapi lebih kepada urusan bagaimana sang pasangan ini memperlakukan belahan jiwanya. Tidak menyakiti baik secara fisik maupun psikis, itu sangat sangat  ber-nafkah batin. Membantu istrinya dengan urusan rumah tangga, juga menentramkan batin. Pendek kata urusan pernafkahan batin adalah hal bagaimana batin ini tidak tersakiti, tidak terluka, jadi salah kaprah kalau urusan batin identik dengan masalah ranjang.

Jika urusan batin menyangkut hal-hal yang tidak bisa diukur, membicarakan hal-hal yang tidak nampak mata, membicarakan masalah hati, maka beda dengan usurusan nafkah lahir. Nafkah lahir lebih bisa dilihat karena bisa diukur. Nafkah lahir lebih kepada urusan sandang pangan dan papan. Beberapa suami akan merasa bangga jika dia bisa membelikan barang mewah dan materi kepada istrinya. Tapi manakala sang suami ikur mengatur, dan menghitung-hitung materi yang telah dikeluarkan, maka dia sudah mulai mengungkit nafkah batin sekaligus nafkah lahir. Jika anda termasuk suami yang seperti ini, maka sudah seklayaknya anda bersyukur jika pasangan anda tetap bertahan hidup dengan anda.